Singa Barong

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 7.500,000,- (TERMAHAR) Tn. AHP, Gatsu – Jakarta


1. Kode : GKO-375
2. Dhapur : Singa Barong
3. Pamor : Beras Wutah
4. Tangguh : Madura (Abad XVIII)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 881/MP.TMII/VII/2019
6. Asal-usul Pusaka :  Kediri, Jawa Timur
7. Dimensi : panjang bilah 37,7 cm, panjang pesi 7,3 cm, panjang total 45cm
8. Keterangan Lain : dhapur yang banyak dicari kolektor


ULASAN :

Singa, yang terkuat di antara binatang, yang tidak mundur terhadap apapun.

SINGA BARONG, adalah dhapur keris yang bagian gandik-nya berbentuk binatang mirip singa, dengan kedua kaki depan tegak di tanah. Kaki belakang ditekuk, dengan tubuh belakang dalam posisi duduk. Sorot matanya tajam, dengan mulut menganga. Sebagian yang lain, pada moncong sang singa yang menganga sering “disumpal” dengan butiran emas atau batu mulia. Menurut kepercayaan sumpalan itu berguna untuk meredam sifat galak dari singa itu. Keris dengan dapur Singo Barong selalu tampak perkasa baik yang luk maupun lurus, karna dipercaya akan menambah kewibawaan dan keperkasaan pemiliknya.

FILOSOFI, “Singa” adalah binatang yang habitatnya di sabana, padang rumput yang ada pepohonannya. Secara habitat, Singa bukan fauna asli Nusantara (khususnya Jawa). Secara bahasa pun, tidak ditemukan entri perbendaharaan kata singa dalam kamus jawa kuno maupun bahasa Kawi. Yang ada adalah kata “simha atau singha“, yang artinya adalah singa.

Namun ada yang menarik jika kita membuka Serat Centhini. Ada sebuah kisah saat Jayengresmi selesai menerima ajaran tentang penanggalan dan wataknya, serta pranata mangsa dari Ki Ajar Suganda kemudian melanjutkan perjalanannya, yaitu hendak melihat peninggalan kerajaan Pajajaran lama, yang disebut Bogor, di kaki gunung Salak. Digambarkan pada zaman Mataram Sultan Agung dari Mandalawangi (secara lokasi dewasa ini berada di perbatasan Kab. Garut dan Kab. bandung) hingga Bogor banyak melalui lereng terjal, batu-batu yang mudah longsor, serta semak berduri yang sulit ditembus. Dan sepanjang perjalanan  tentu saja banyak binatang buas yang berkeliaran, dan bahkan memangsa manusia. Binatang buas yang direkam dalam serat Centhini adalah singa (panthera leo), serta binatang jinak yang masih liar seperti badak (rhinoceros sondaicus), harimau (panthera tigris) dan banteng (bos javanicus). Bisa jadi, yang dinamakan singa itu adalah sebangsa macan, tetapi bukan macan yang sudah dikenal oleh masyarakat Jawa seperti macan loreng (panthera tigris sondaica), macan tutul (panthera pardua), dan macan kumbang atau macan hitam (panthera pardus melas).

Sedangkan kata “Barong” sendiri berarti sesuatu yang besar. Dan hal ini tercermin pada besarnya singa yang ada di gandik, karena umumnya bentuk yang kurus-kurus akan disebut kikik (anjing).

Kekuatan dan keberanian singa, menjadikan singa dijuluki si raja rimba. Predikat yang sudah disandang selama ribuan tahun. Kekuatannya tampak dari kemampuannya mengalahkan binatang-binatang lain. Keberaniannya ditunjukkan dari hampir tidak ada satu binatangpun yang ditakutinya, meskipun binatang itu lebih besar postur badannya. Karenanya, singa sering dijadikan simbol kekuatan, keberanian, kemenangan serta kemampuan untuk melindungi sebuah kota atau kerajaan dari segala mara bahaya. Salah satu hal menarik yang dapat kita pelajari dari seekor singa adalah mentalnya. Singa tidak pernah takut menyerang atau diserang, meski harus menghadapi sekelompok hewan buas lainnya. Tidaklah mengherankan jika dhapur Singa Barong dulunya banyak dimiliki oleh para Senapati Perang.

CATATAN GRIYOKULO, Penampakan keris ini sangat gagah, dengan pamor byor (terang) dalam garis-garis yang tebal sehingga tampak kontras dengan hitamnya besi. Terdapat pula sumpalan bola emas pada mulut sang singa yang ada di bagian gandik. Dengan panjang bilah sekitar 38 cm dan berat sekitar 180 an gram, tantingannya masih dalam kategori ringan. Ukiran Rajamala model primitifan yang dipercaya dapat melipat-gandakan esoteri menambah keunikannya tersendiri. Ke depannya, penggantian warangka mungkin dapat menjadi opsi yang disegerakan, karena warangka yang ada sudah tidak dalam kondisi terbaiknya, demikian juga pendoknya.

PAMOR BERAS WUTAH, Pamor merupakan penampakan dekoratif pada permukaan bilah yang dihasilkan dari proses penempaan dan pelipatan besi, baja dan bahan pamor. Keaneka-ragaman corak dekoratif itu selain memiliki fungsi estetika (keindahan) juga sering diangap sebagai simbol. Suatu penggambaran akan doa, pengharapan dan cita-cita tertentu.

Secara denotasi wos wutah adalah beras yang tumpah dari tempat penyimpanannya (karena terlampau penuh isinya). Sedangkan secara konotasi dalam pamor wos wutah terkandung rasa ucapan syukur atas berkat rahmat yang telah diberikan oleh Tuhan Semesta Alam. Rasa syukur atas hasil yang diperoleh dari perjuangan panjang memeras keringat, rajin dan tidak pernah menyerah dalam merawat tanaman padi agar menghasilkan produksi panen yang berlimpah. Bukti dari sebuah totalitas nyata seseorang dalam perjuangannya memberikan yang terbaik bagi keluarga, masyarakat dan negerinya.

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *