Mahar : 9.999.999,-(TERMAHAR) Tn. D Tuban
1. Kode : GKO-506
2. Dhapur : Sabuk Inten
3. Pamor : Beras Wutah
4. Tangguh : Madiun Mataram (Abad XVII)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : –
6. Asal-usul Pusaka : eks kolektor Bogor
7. Dimensi : panjang bilah 36,5 cm, panjang pesi 6,8 cm, panjang total 43,3 cm
8. Keterangan Lain : wadana lima
ULASAN :
SABUK INTEN, adalah salah satu bentuk dhapur keris luk sebelas. Keris ini memakai ricikan: kembang kacang, jalen, lambe gajah satu, sogokan rangkap, tikel alis, sraweyan, dan ri pandan atau greneng. Menurut Serat Centhini bersama dengan dhapur Katga, Nagasasra, Buto Ijo dan Menjarang (Mendarang), keris Sabuk Inten pertama kali dibabar oleh 800 Empu (Dhomas) pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya wekasan (akhir) tahun Jawa 1381.
Sabuk inten adalah lambang atau harapan dapat membantu pemiliknya yang memiliki ambisi besar dalam mengejar kemajuan pangkat/derajat atau tingkat sosial tertentu. Sabuk Inten di masanya merupakan salah satu dapur keris yang melambangkan kemakmuran, kemuliaan dan kejayaan
FILOSOFI, Sabuk dari bentuknya yang panjang itulah nilai-nilai filosofi luhur ditanamkan, mengisyaratkan ikat pinggang kehidupan manusia adalah rasa bersabar atau jadilah manusia yang sabar, erat kaitannya dengan peribahasa jawa “dowo ususe” atau panjang ususnya yang berarti sabar dalam segala hal. Sabuk (ikat pinggang) dikenakan dengan cara dilingkarkan (diubetkan) ke badan. Ajaran yang tersirat adalah manusia harus bersedia untuk tekun berkarya guna memenuhi kebutuhan hidupnya (ubed nyambut gawe).
Inten itu sendiri artinya adalah intan (berlian), sebagai bentuk hasil pencapaian dari segala jerih payah yang dicari selama ini. Intan (diamond) secara kimiawi tersusun atas unsur karbon (C). Unsur sama yang menyusun batubara (coal) dan grafit (graphite). Intan adalah batu mulia, batuan yang sering digunakan sebagai perhiasan. sedangkan grafit maupun batubara seperti kita ketahui adalah batuan yang berwarna kehitaman, mudah hancur, dan tak pernah digunakan sebagai perhiasan justru sebagai bahan bakar.
Batubara secara geologis terbentuk pada kedalaman yang relatif dangkal, ini artinya tekanan yang diterimanya tidak terlalu besar. Grafit yang merupakan bahan baku pensil dibentuk pada kedalaman yang lebih dalam lagi dari batubara, sehingga grafit relatif lebih agak keras dari batubara, tapi tetap saja masih rendah tingkat kekerasannya. Sedangkan intan terbentuk jauh lebih dalam lagi dari grafit, antara 140-190 Km. Tingkat kedalaman yang ekstrim ini memberikan tekanan yang luar biasa pada material intan, sehingga dengan lingkungan yang super keras ini terbentuk pula material keras. Tak hanya tingginya tingkat pembebanan yang diterima oleh intan, tetapi ia juga masih harus melewati tingginya temperatur di bawah sana, mengingat lingkungan pembentukan intan tak jauh dengan aktivitas gunung api. Bisa dibayangkan, bagaimana hebatnya intan mampu bertahan dengan tekanan dan panas yang ekstrim ini. Jadi, jangan heran kenapa intan sangat sulit ditemukan, karena tidak semua material yang terbentuk menjadi intan.
Lihatlah, kemewahan intan dengan segala kilau keindahannya tidak serta merta muncul melalui proses biasa-biasa saja. Dari sebuah intan kita dapat belajar bahwa proses yang dilalui untuk mencapai kesuksesan tidak pada kondisi yang bertekanan rendah. Tekanan dalam kehidupan seperti cobaan, kegagalan, jatuh bangun berkali-kali itu adalah bagian proses yang harus dijalani. Jika kita tidak mudah menyerah, sejatinya akan membentuk kita menjadi pribadi yang kuat, tangguh, dan berharga layaknya intan.
Bila dianalogikan, manusia pun selayaknya intan, batubara atau grafit. Kita sama-sama diciptakan oleh Tuhan YME, awalnya hanyalah berasal dari tanah liat, serta sama-sama memiliki potensi dalam diri masing-masing. Namun, bagaimana manusia itu menjalani proses kehidupannya lah yang membuatnya saling berbeda satu sama lain. Setinggi apapun pangkat dan jabatanmu hari ini pada mulanya kita ini sama. Namun, bagaimana manusia itu menjalani proses kehidupannya lah yang membuatnya saling berbeda satu sama lain. Setiap manusia memiliki kehendak untuk menentukan akan kemana dirinya. Kita di masa yang akan datang adalah hasil dari apa yang dilakukan saat ini. Pilihan diri sendiri lah yang menentukan, bukan orang lain. Ingin berakhir seperti intan yang kuat dan berharga atau hanya cukup menjadi seperti batubara dan grafit?
TANGGUH MADIUN MATARAM, keris Madiun mungkin tak seindah keris Yogyakarta ataupun keris Surakarta karena memang diciptakan sesuai zaman dan keadaan masa itu (penuh pergolakan), keris Madiun tidak terlalu mementingkan keindahan garap. Kalau toh ada yang berkinatah emas, biasanya detil ukirannya agak kurang rapi dan batas tepi emas terlihat tak beraturan. Blumbangan dan sogokan, misalnya tidak pernah imbang/simetris sisi depan dan belakang. Kesannya justru agak kaku, wagu dan angker. Dan memang unsur esoteri inilah yang lebih menonjol dari keris Madiun sehingga menyimpan perbawa-nya tersendiri. Tak heran, banyak kisah patriotik dari Madiun yang dikaitkan dengan pusakanya yang bertuah. Bahkan, kotamadya Madiun (dulu disebut Stadsgemeente Madiun atau Kotapraja Madiun) menggunakan ikon keris dalam lambang kotanya.
Dari sisi material (besi dan pamor) juga tak semuanya jelek, atau tak semuanya bagus juga. Semuanya tergantung dari zamannya. Di era Mataram maka besi keris Madiun juga akan mirip dengan keris-keris pada era Mataram. Pamor-pamor yang ada pada keris Madiun biasanya juga tidak terlalu beragam, misalnya wos wutah yang cenderung nggajih (tebal) daripada wijang (tipis dan rapi).
PAMOR BERAS WUTAH, Sederhananya, keris tak jauh dari kebiasaan masyarakat Jawa yang gemar mendoakan anak keturunannya supaya bahagia. Dengan begitu, dapat dipahami bahwa keris merupakan sebuah wujud untaian doa, baik dari si pemesan maupun dari laku sang empu yang membuat. Doa itulah yang sebetulnya kita rawat, karena doa yang paling ampuh sekalipun tidak akan jatuh dari langit.
Gambaran motif pamor yang menyerupai tebaran butiran beras yang tumpah (tercecer) ini mengandung sebuah doa; “Mbesuk anak putuku aja sampe nemu sengsara sebagaimana yang kami alami. Hidup bahagialah kalian, dengan beras yang berkecukupan, sehingga diistilahkan ‘mawur-mawur‘ (wutah atau tumpah) menandakan kehidupan yang gemah ripah loh jinawi (makmur penuh berkah).
WADANA LIMA, berdasarkan jumlah wadana (bidang atau permukaan yang diberi hiasan) terdapat beberapa kategori hiasan emas sebagai berikut:
- Wadana Siji/satunggal (eka wadana) adalah hiasan emas pada bidang wuwung sebuah ganja keris.
- Wadana Loro/kalih (dwi wadana), adalah hiasan emas pada dua bidang sisi gandhik, atau pada kedua permukaan samping ganja.
- Wadana Telu/tiga (tri wadana), adalah hiasan emas pada tiga bidang, misalnya pada wuwung ganja yang berhias wadana siji, ditambah lagi dengan kedua sisi ganja. Jadi permukaan yang dihias emas ada tiga bidang.
- Wadana Lima/gangsal (panca wadana) adalah hiasan emas pada lima bidang, yakni wadana telu ditambah dengan kedua sisi gandhik.
- Wadana Pitu (sapta wadana) adalah hiasan emas pada tujuh bidang, yakni wadana lima ditambah dua bidang lagi.
- Wadana Sanga (nawa wadana) adalah hiasan emas pada sembilan bidang, yakni wadana pitu ditambah dengan bagian wadidang bolak-balik.
- Wadana Sawelas (dhesta wadana) adalah hiasan emas pada sebelas bidang, yakni wadana sanga ditambah dengan bagian tengah dan ujung bilah bolak-balik.
menghitung jumlah wadana keris
CATATAN GRIYOKULO, Dalam satu obrolan kumpul-kumpul, Penulis secara random pernah bertanya mengenai nama keris kepada orang-orang sebaya yang awam dalam dunia tosan aji, ternyata salah satu nama keris (dhapur) yang dapat mereka sebut selain Naga Sasra adalah Sabuk Inten. Dari namanya (ada kata Inten) mereka juga percaya keris Sabuk Inten cocok jadi ageman orang kaya, sukses, pejabat dan bangsawan tinggi. Hal ini kemungkinan tidak lepas karena keris-keris tersebut sejak tahun 1970-an sering disebut-sebut dalam buku cerita silat Jawa berjudul ‘Nagasasra Sabuk Inten‘, karya S.H Mintardja.
Khusus untuk keris Sabuk Inten ini, status sosial dapat langsung ditangkap dari “warna kuning-kuning” yang menghiasi bagian gandik dan gonjo keris. Warangka trembalu nginden bermotif kobaran api seolah mengimbangi jiwa Sabuk Inten untuk selalu memiliki semangat yang berkobar pantang menyerah. Monggo… silahkan bagi Panjenengan yang ingin memiliki sebuah ageman dan berkenan meneruskan untuk merawatnya, kami persilahkan untuk meminangnya.
Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.
Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan
Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com
————————————