Parungsari Mataram Sultan Agung Akhodiyat

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 7.000.000,(TERMAHAR) Tn DHS, Semarang


1. Kode : GKO-475
2. Dhapur : Parungsari
3. Pamor : Beras Wutah
4. Tangguh : Mataram Sultan Agung (Abad XVI)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 854/MP.TMII/VI/2021
6. Asal-usul Pusaka :  Ciamis, Jawa Barat
7. Dimensi : panjang bilah 37 cm, panjang pesi  7 cm, panjang total 44 cm
8. Keterangan Lain : sogokan tembus/combong, pamor akhodiyat


ULASAN :

PARUNGSARI, Banyak rujukan mengenai nama dhapur keris dan ricikannya. Salah satu yang cukup popular untuk dijadikan bahan referensi adalah Buku Dhapur. Buku ini adalah hasil sumbangsih KGPH Hadiwidjojo pada Kawruh Padhuwungan. Mengadopsi karya sastra berbentuk tulisan (bukan gambar) berjudul “Kagungan Dalem Buku Gambar Dhapuripun Dhuwung Saha Waos” karangan Raden Tumenggung Sastradiningrat, digambar arsir pensil oleh Abdi Dalem Sunarya bagian Reksapanjuta di kantor Kridhawahana. Ada sebanyak 160 jenis dhapur keris dan 49 jenis dhapur tombak. Dalam buku Dhapur disebutkan paling tidak ada tiga (3) varian dari Parungsari, yakni:

  • dhapur parung sari tipe (A) mempunyai ricikan sama dengan sangkelat, dengan tambahan: ron dha tiga (rondha nunut).
  • dhapur parung sari tipe (B) mempunyai ricikan sama dengan sangkelat, dengan tambahan ricikan: lambe gajah-nya dua (2) dan jenggot.
  • dhapur parung sari tipe (B) mempunyai ricikan sama dengan sangkelat, dengan tambahan ricikan lambe gajah-nya dua (2) dan ron dha dua.

FILOSOFI, Konon, jika Sengkelat identik dengan kawula alit, “saudara dekatnya” Parungsari ini identik dengan keris kaum aristokrat (bangsawan). Benarkah? Lalu seperti apa filosofinya? Parung adalah deretan lereng bukit dan lembah, sedangkan Sari adalah bunga. Hamparan elok bukit dan lembah yang dipenuhi oleh bunga-bunga yang indah, mungkin itulah pemaknaan paling sederhana dari dapur keris yang satu ini.

Tidak dapat dipungkiri memang, itulah kehidupan dengan segala bunga-bunga didalamnya. Hidup ini pilihan bagi kita semua, semua berhak memilih keyakinan dan kebenaran yang diyakininya. Semuanya berhak untuk memilih jalannya sendiri menuju lembah kehidupan yang akan dia pijaki. Namun yang terpenting dari itu semua, dimanapun lembah yang kita pilih untuk didiami, kita tidak melupakan darma yang harus selalu kita berikan untuk kehidupan ini, dengan selalu berharap agar darma kita kan memunculkan bunga-bunga yang mampu mengharumkan diri hingga saat kembali kepada-Nya. Maka, Parungsari  tiada lain adalah simbol dari kecantikan budi.

TANGGUH MATARAM SULTAN AGUNG, boleh dikatakan pada masa pemerintahannya budaya keris mencapai puncak kejayaan, baik secara teknologi, falsafah, material hingga kinatah. Sultan Agung merupakan Raja Mataram yang paling terkenal dan dalam kekuasannya pembangunan di segala bidang mengalami kemajuan yang pesat. Bahkan Thomas Stamford Raflles mencatat, bahwa Sultan Agung digambarkan oleh orang Belanda sebagai raja yang sangat pandai dan memiliki pemikiran yang cerah. Meskipun naik tahta dalam usia yang relatif muda, yakni 22 tahun Sultan Agung ternyata bukan hanya berkemampuan memimpin pemerintahan dan kemiliteran, melainkan juga mahir dalam menangani masalah kebudayaan. Pada masa itu masyarakat umum diberi kebebasan untuk memiliki keris dan para empu diberi kebebasan untuk membuat kreasi karya terbaik, sehingga pasikutan sangat beragam sejak awal pemerintahannya. Para empu juga melestarikan dengan membuat pula model keris tangguh sebelumnya dengan memadukan ciri khas era mataram Sultan Agung. Maka bisa dikatakan zaman Mataram Sultan Agung memang menjadi surga para Empu.

PAMOR BERAS WUTAH, adalah gambaran motif pamor yang menyerupai tebaran butiran beras yang tumpah (tercecer). Mengandung sebuah doa; “Mbesuk anak putuku aja sampe nemu sengsara. Hidup bahagialah kalian, dengan beras yang berkecukupan, sehingga diistilahkan ‘mawur-mawur‘ (wutah atau tumpah) menandakan kehidupan yang gemah ripah loh jinawi (makmur penuh berkah).

PAMOR AKHODIYAT, Bila pada permukaan bilah keris ada bagian yang kecermelangan pamornya menonjol dibandingkan dengan kecemerlangan pamor di sekitarnya, bagian yang lebih cemerlang itulah yang disebut pamor akhodiyat. Sepintas lalu pemor akhodiyat tampak seperti lelehan logam-keperak-perakan yang putih mengkilat. Menurut keterangan Empu Pauzan Pusposukadgo, pamor akhodiyat dapat terjadi karena suhu yang tepat pada saat penempaan. Sedangkan menurut pengamat keris lainnya, pamor akhodiyat dapat terjadi jika suhu pengikiran pada tahap akhir pembuatan keris itu tepat.

Karena pamor akhodiyat tidak dapat dirancang sebelumnya, pamor ini tergolong tiban, terjadi karena kehendak Tuhan YME, bukan rekayasa sang Empu. Pamor akhodiyat kadang-kadang disebut pamor titipan. Di madura disebut ndelling. Tergolong pamor yang disukai orang dan dianggap mempunyai tuah yang baik, yakni: “jika kita ingin mencapai sesuatu maka kitalah yang pertama-tama terlebih dahulu bisa daripada orang lain.”

CATATAN GRIYOKULO, Rasanya semua akan sepakat jika rata-rata tosan aji  zaman Mataram Sultan Agung memiliki pasikutan yang demes (serasi, menyenangkan, tampan, enak dilihat). Selain itu orang-orang juga menggemari tampilan pamor Mataram Sultan Agung yang sungguh royal pamor, seolah berlebih bahan pamor.

Terlihat bentuk sekar kacang nguku bimo, dengan jalen tipis dan lambe gajah dua (2) sebagai pembeda parungsari dengan sengkelat, dimana lambe gajah atas justru  terlihat cukup unik panjang melengkung ke atas sedangkan lambe gajah yang kedua terlihat kecil mirip jalen di atasnya. Sogokan dibuat lebar juga dalam dengan janur yang tipis dan tajam sebagai pemisah. Keris-keris yang dibuat dengan bentuk sogokan lebar dan dalam seringkali saat ini ditemukan dalam kondisi tembus karena saking tipisnya. Bagian bebel (1-2 mm di atas sogokan) apabila diintip dari samping terlihat sedikit lebih cembung dari bagian lain, salah satu penanda keris-keris yang berasal dari dinasti Mataraman.

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *