Liman

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 7.500.000,-(TERMAHAR) Tn. AHP, SCBD Jakarta


1. Kode : GKO-464
2. Dhapur : Liman
3. Pamor : Ngulit Semangka
4. Tangguh : Cirebon Sepuh (Abad XVI)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 686/MP.TMII/IV/2021
6. Asal-usul Pusaka :  Pangandaran, Jawa Barat
7. Dimensi : panjang bilah 33 cm, panjang pesi 5,5 cm, panjang total 38,5 cm
8. Keterangan Lain : dhapur langka


ULASAN :

Aku adalah liman, ketika aku lahir menyentuh tanah, bumi akan merasakan kehadiranku. Ketika aku berjalan siapapun akan berhenti dan menatapku dengan penuh kekaguman

LIMAN, yang menjadi ciri dhapur liman adalah bagian gandik-nya diukir dengan bentuk kepala gajah. Bentuk ganan liman sendiri ada yang direliefkan secara lengkap mulai dari kepala, belalai, gading, kaki dan ekornya, namun untuk liman yang berasal dari tangguh sepuh biasanya justru digarap secara primitif. Sama halnya dengan dhapur ganan Singo dan Naga, Dhapur Liman tergolong langka karena konon hanya berhak disandang oleh pribadi-pribadi spesial yang memiliki tataran spiritual tertentu, atau mereka yang memiliki status/jabatan khusus.

FILOSOFI, Dalam bahasa Sansekerta “Liman” berarti Gajah. Penggambaran kultural mamalia besar satu ini telah lama digunakan sebagai inspirasi dalam konsep mitologi, simbolisme, dan tradisi agama. Sebut saja Dewa Ganesha, sosok dewa yang digambarkan berbadan manusia, namun berkepala gajah. Ganesha sangat masyhur dan mempunyai banyak sekali julukan, mulai dari ‘Pengusir segala rintangan’, Dewa Pelindung, Kebijaksanaan, hingga Dewa Pengetahuan dan Kecerdasan. Sudah tidak asing lagi dalam kehidupan kita sehari-hari, Ganesha menjadi ikon/simbol lembaga-lembaga penting, sekolah-sekolah atau pusat studi. Ganesha juga merupakan dewa peperangan. Dalam setiap candi Hindu Ganesa selalu diletakkan pada bagian belakang candi supaya menjaga candi dari serangan musuh yang lewat belakang. Tak hanya itu, hewan yang disucikan dalam kepercayaan Budha dan Hindu ini juga sudah lama dikenal di dunia feng shui sebagai pengantar keberuntungan dan kesuburan. Dalam dunia tosan aji, Liman juga salah satu dhapur ganan yang melambangkan kekuasaan (kedua lainnya adalah singa barong dan naga)

Bagaimana kisahnya sehingga Ganesha bisa berkepala gajah? Ada beragam versi cerita tentang asal usul kepala gajah dari sang Dewa Ilmu Pengetahuan.

Cerita pertama, Ganesha merupakan anak laki-laki yang diciptakan oleh Dewi Parwati tanpa sepengetahuan suaminya, Dewa Siwa. Dewi Parwati menciptakan Ganesha untuk menjaga rumahnya. Pada suatu saat, Dewa Siwa ingin masuk ke rumahnya, namun dihalangi Ganesha. Akibatnya, keduanya bertarung sengit. Ganesha kalah. Dewa Siwa sukses memenggal kepala Ganesha. Dewi Parwati yang mengetahui tragedi tersebut segera memberitahu Dewa Siwa, bahwa Ganesha adalah putranya yang diciptakan sendiri untuk menjaga rumahnya. Kemudian dikatakan bahwa kepala Ganesha dapat diganti dengan kepala makhluk yang melanggar aturan. Para Gana kemudian diutus mencari pengganti kepala Ganesha. Pada saat itu gajah tunggangan Dewa Indra bernama Airawata sedang mabuk dan tertidur dalam posisi yang melanggar aturan, yakni tidur dengan kepala menghadap ke utara. Atas pelanggaran tersebut, kemudian para Gana memenggal kepala gajah Airawata untuk menggantikan kepala Ganesha.  Namun dalam Kitab Siwa Purana memberi keterangan yang berbeda dengan Kitab Mahabharata, yakni para pendeta dan resi diutus untuk mencari pengganti kepala Ganesha dari kepala mahluk yang ditemuinya pertama kali. Kebetulan yang dijumpai oleh para pendeta adalah seekor gajah, sehingga kepala gajah tersebut yang dijadikan pengganti kepala Ganesha yang dipenggal oleh Dewa Siwa.

Cerita kedua, Versi kakawin (puisi Jawa Kuno) yang membahas Ganesha secara detail ialah Kakawin Smaradahana. Kakawin Smaradahana diperkirakan berasal dari abad 12 Masehi, pada masa Kerajaan Kediri. Kakawin ini berisi tentang kisah terbakarnya Dewa Kama akibat membangunkan Dewa Siwa dari yoga. Pada pupuh 28 Kakawin Smaradahana, terdapat keterangan tentang kisah mengenai kepala Ganesha yang berbentuk gajah. Diceritakan bahwa ketika Dewi Parwati mengandung Ganesha, para dewa mengejutkan sang dewi dengan membawa gajah tunggangan Dewa Indra, yaitu Airawata. Oleh sebab itu, Ganesha terlahir dengan kepala menyerupai Airawata.

Cerita ketiga, Alkisah, Dewa Indra dan para dewa lainnya memohon kepada Dewa Siwa agar menciptakan tokoh yang mampu mengalahkan Asura (raksasa) yang ingin menguasai istana para dewa. Dewa Siwa lantas mengeluarkan salah satu kekuatannya (amsa) dalam wujud seorang pemuda tampan yang lahir dari rahim Dewi Parwati. Pemuda tersebut diberi nama Vighneswara (penyingkir rintangan), yang kelak diperintahkan untuk mengalahkan para Asura. Dewi Parwati sangat bangga memiliki putra yang tampan, sehingga mengundang para dewa untuk memamerkan ketampanan putranya. Semua dewa terkagum melihat sosok Vighneswara, kecuali Dewa Sani. Dewa Sani enggan memandang Vighneswara, karena ia membawa kutukan istrinya. Apa saja yang dipandang Dewa Sani akan berubah menjadi abu. Dewa Sani menolak untuk melihat Vigneshwara. Namun, Dewi Parwati tetap bersikukuh agar Dewa Sani memandang putranya. Akibatnya, saat Dewa Sani memandang kepala Vighneswara, seketika itu pula kepalanya hancur menjadi abu. Dewi Parwati sangat sedih atas kejadian tersebut. Dewa Brahma kemudian hadir menghibur Dewi Parwati dan berjanji mengganti kepala putranya dengan kepala makhluk pertama yang dilihatnya. Makhluk yang pertama kali dilihat Dewa Brahma adalah seekor gajah.

Lalu apa makna esoteris kepala Liman sehingga mengilhami para Empu zaman dahulu sehingga mengabadikannya dalam sebuah dhapur keris?

Gajah dianggap sebagai hewan yang memiliki intelegensi tinggi dibandingkan hewan lainnya. Kepala Liman yang besar melambangkan intelektualitas yang tinggi. Karena kemurnian inteleknya, Ganesha disebut Vinayaka, pemberi buddhi. Dia menjawab doa-doa umat dan oleh karenanya dikenal sebagai Siddhi Vinayaka (memberikan apa yang dicari). Tubuhnya yang besar melambangkan sebagai tempat berlindung dan kekuatannya mampu dijadikan andalan bagi yang meminta perlindungannya. Di dalam hutan, ketika gajah bergerak melalui rimbunnya semak, ia membersihkan dan menciptakan jalan setapak  bagi yang lain untuk mengikuti. Kaki gajah begitu besar sehingga ketika ia berjalan jejaknya menghapus jejak kaki hewan lainnya.  Oleh karena itu, Ganesha dijadikan dewa penghalau marabahaya atau rintangan (vighna). Juga Vinayaka, dewa yang menghapus semua sifat-sifat buruk dan menanamkan sifat-sifat baik.

Gajah yang berkepala besar juga adalah simbol dari manusia yang seharusnya mempunyai volume otak yang besar dalam artian mempunyai kemampuan intelektual yang tinggi. Mata yang sipit berarti konsentrasi. Pikiran harus diarahkan ke hal-hal positif untuk memperbaiki daya nalar dan pengetahuan. Telinga yang lebar adalah simbol laksana kebijaksanaan untuk banyak mendengarkan. Bagi para pelajar mendengarkan ucapan guru, bagi pemimpin mendengar pendapat bawahannya, dan bagi para cendekiawan mendengarkan kritik atau pendapat orang lain. Semuanya untuk didengar, dipikirkan, dan dipertimbangkan dalam mengambil langkah. Mulut yang kecil, mengajarkan agar kita mengontrol ucapan. Belalai yang panjang, maknanya dapat memanfaatkan kemampuan yang ada untuk segala keperluan.

TANGGUH CIREBON SEPUH,  Keris-keris ganan yang memakai hiasan liman pada gandhik-nya seperti dhapur liman, naga liman maupun paksi naga liman kerapkali ditemui pada era Cirebon Sepuh. Perwujudan tersebut dilatarbelakangi oleh adanya kepercayaan dari masyarakat Cirebon pada masa Majapahit, yang banyak memeluk agama Hindu dan Budha. Gajah dipandang sebagai simbol status sosial dan kesuburan (simbol benih yang baik) oleh masyarakat Cirebon, sebab gajah merupakan hewan peliharaan dan kendaraan seorang raja dan di gunakan untuk kepentingan perang, sehingga hanya orang-orang kaya saja yang bisa memelihara binatang mamalia darat terbesar ini.

PAMOR NGULIT SEMANGKA, disebut dengan pamor ngulit semangka, karena pamor yang dibuat oleh sang Empu mirip sekali dengan corak pada kulit buah semangka. Layaknya motif batik alam, semangka memiliki kulit buah yang tebal namun menarik karena coraknya yang memiliki beragam warna. Dalam filosofi budaya Jawa, Keris dengan Pamor Ngulit Semangka ini dipercaya mempunyai tuah yakni memudahkan pemiliknya mencari jalan rezeki, membuat pemiliknya menjadi orang yang lebih percaya diri (optimis), bijaksana dalam memutuskan suatu permasalahan (dinamis), dan pandai dalam pergaulan untuk menyesuaikan dengan segala keadaan (flexible).

CATATAN GRIYOKULO, keris-keris ganan (keris yang memiliki bentuk makhluk pada gandik-nya) apapun bentuknya akan terlihat selalu menarik di hati. Tengok saja keris liman ini, meskipun digarap secara primitif tetap terkesan hidup dan enak untuk dinikmati. Terlebih dihiasi dengan pamor ngulit semangka byor menyala, yang meskipun warangan lama masih sangat kontras di mata. Mungkin jika warangka dan hulu diganti model Cirebonan akan lebih pas. Terlebih saat ini sudah tidak mudah menemukan dhapur Liman.

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *