Mahar : 13.000.000,-(TERMAHAR) Tn. AHP, SCBD Jakarta
1. Kode : GKO-443
2. Dhapur : Cangak
3. Pamor : Mrambut
4. Tangguh : Cirebon (Abad XVII)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 1339/MP.TMII/XII/2020
6. Asal-usul Pusaka : Jakarta
7. Dimensi : panjang bilah 25,3 cm, panjang pesi 6,3 cm, panjang total 31, 6 cm
8. Keterangan Lain : kolektor item
ULASAN :
CANGAK ONDOL, adalah salah satu bentuk kujang yang bentuk fisiologisnya menyerupai burung cangak. Konon jenis kujang satu ini terilhami dari burung cangak yang banyak beterbangan di sekitar kaki gunung cangak, talun, bukit mandala, gunung sembung, gunung jati, mundu pesisir dan sekitar daerah Cirebon lainnya. Konon pula menurut cerita, kujang cangak ondol pertama kali dimiliki oleh Mbah Kuwu, sebelum golok cabang yang digunakan untuk babad alas Cirebon. Konon Ia memperoleh senjata itu saat bertafakur.
Kenapa kemudian mendapat tambahan kata “Ondol” menjadi Cangak Ondol? kemungkinan karena dulunya merupakan pusaka ageman para Panggede, dimana pada saat acara-acara resmi kenegaraan atau dalam perjalanan jauh pusaka ini selalu dibawa (digendong Jw, dalam bahasa Cirebon diondol). Saking menyatunya jiwa dan raga pusaka ini dengan pemiliknya maka pusaka ini lantas disebut Cangak Ondol.
waos ampilan keraton Yogyakarta (foto by Cassian Keppas)
Ada dokumen menarik mengenai beberapa tombak pusaka di gedong pusaka Keraton Yogyakarta yang sempat diabadikan oleh Kassian Chepass, seorang fotografer kraton sejak jaman HB VI sekaligus sebagai wedana ordonans (wedana yang tugasnya sebagai penghubung antara pihak kraton dan pemerintah Hindia Belanda). Dalam jajaran tombak-tombak pusaka yang bisa dikatakan bentuknya tak lazim, terdapat satu tombak pusaka berbentuk Kujang Cangak Ondol. Tombak-tombak pusaka ini merupakan perlengkapan kebesaran Raja yang biasanya dikirab saat upacara garebeg di belakang Sultan ketika miyos siniwaka di bangsal manguntur tangkil sitihinggil yang menjadi lambang kewibawaan keraton.
beberapa pusaka peninggalan Sunan Gunung Jati tersimpan di museum pusaka keraton kasepuhan
Semakin menarik karena apabila kita berkunjung ke Museum Pusaka Keraton Kasepuhan Cirebon, tepatnya di Ruang Pusaka Sunan Gunung Jati juga tersimpan sebuah Kujang Cangak Ondol beserta beberapa tosan aji lainnya, diantaranya Keris Sempana Luk 9 Kinatah Emas Panji Wilis (ageman Gusti Sultan Kasepuhan), dan keris Sinom Kinatah Emas Kamarogan (menjadi ageman Pangeran Raja Adipati atau putera mahkota). Selain keris dan kujang tersimpan pula tombak cis untuk khotbah Sunan Gunung Jati. Tampaknya kujang Cangak Ondol mendapat kedudukan istimewa, karena di Ruang Pusaka Sunan Gunung Jati hanya terlihat sebilah kujang saja (berjenis Cangak), berbeda dengan tosan aji lainnya ada beberapa jenis keris, tombak hingga wedung.
FILOSOFI, Kata cangak dalam Kamus Basa Sunda, Kamus Jawa Kuna, Kamus Kawi, dan Kamus Sansakerta, berarti burung bangau. Cangak pada dasarnya ialah bangsa burung pengarung, yang sering berada di dalam habitat lahan basah seperti daerah rawa (termasuk rawa bakau/mangrove), payau, lahan gambut, persawahan, perladangan dan perairan yang alami atau buatan dengan air yang tergenang atau mengalir berupa air tawar, payau, juga asin. Kehadiran burung-burung air tersebut dalam suatu ekosistem sangat penting, yakni sebagai indikator sehatnya lingkungan, Hadirnya berbagai jenis burung di suatu wilayah, otomatis menunjukkan wilayah tersebut memang alami. Kualitas habitat alamnya terjaga. Banyaknya jumlah Cangak merupakan indikator ketersedian pangan yaitu ikan dan kualitas air di suatu wilayah tersebut (gemah ripah loh jinawi).
Cangak memiliki bentuk yang elegan karena paruhnya yang sangat panjang. Selain itu, juga karena sayapnya yang bisa mengepak luas, dan kaki-kakinya yang lentik, tetapi dapat menjejak dengan sempurna di tanah. Dengan langkah berwibawa cangak-cangak ini menjelajah perairan, mencari katak, ikan-ikan kecil, atau reptilia kecil. Saat mencari makan mereka berdiri tidak bergerak, dengan sabar menunggu ikan kecil mendekati mereka. Ketika berdiri menunggu mangsa, leher berada dalam posisi istirahat (bentuk S). Lalu dengan gerakan secepat kilat, leher burung yang panjang itu menghunjam dan menombak ikan itu dengan paruhnya yang runcing. Saat mengangkasa, dengan sayap yang besar, mereka terbang agak lambat tetapi anggun, kaki mereka terentang ke belakang tetapi lehernya ditekuk dan kepalanya bertumpu di antara kedua bahu.
Setiap pagi burung cangak jika terbang ke arah barat ia tak pernah lupa sore pulang ke arah timur, demikian pula sebaliknya. Itulah bukti keagungan Sang Pencipta yang memelihara setiap makhluk hidup di muka bumi ini. Dari kebiasaan burung cangak yang pergi pagi untuk mencari rezeki (makan) dan pulang menjelang senja ketika kebutuhannya sudah terpenuhi, bahkan cangak tidak pernah berfikir rezekinya ada di mana, tidak pula ia merasa khawatir. Maka disinilah kita dapat belajar akan hakekat tawakal yang sesungguhnya, melalui hati yang benar-benar bergantung kepada Sang Khaliq. Keyakinan akan pemeliharaan Sang Pencipta akan membebaskan kita dari segala kekuatiran hidup.
Melihat keperkasaan, kecantikan, dan sifat-sifat unggul burung satu ini membuat Guru Teupa zaman dahulu terinspirasi membuat sebuah pusaka dengan role model burung cangak. Cangak dapat dianggap sebagai simbol ketokohan yang memuat kebersihan hati, kelembutan, keanggunan, kesabaran, dan semangat juang yang tinggi. Cangak dalam menjalankan tarekat sudah sampai pada taraf gerak hidup di dunia.
CATATAN GRIYOKULO, bagi masyarakat Jawa bagian Barat Cangak Ondol mendapat tempatnya tersendiri di hati para pecinta kujang, ibarat keris mungkin Cangak Ondol adalah Naga Sasra-nya. Hal itu mungkin tidak sepenuhnya salah, karena diantara berbagai jenis kujang adalah kujang wayang dan kujang cangak yang biasanya digarap secara detil serta artistik. Hal ini pula yang secara tidak langsung memposisikan kelasnya yang berbeda diantara kujang-kujang lain.
Meski biasanya kujang-kujang di tlatah pasundan dibiarkan “putihan” alias tidak diwarangi, namun cangak ondol yang sudah diwarangi ini juga tidak kehilangan greget kecantikan sekaligus kewingitannya. Jika biasanya bagian sumping daun telinga dibuat dengan ketokan berbentuk huruf alphabet CO yang kerap diartikan sebagai Cangak Ondol, maka pada kujang ini langsung dibentuk krawangan (berlubang). Terdapat pula tindik dengan dua logam berbeda (tembaga. emas/wesi kuning?) pada bagian mata dan punggung. Sangat layak menjadi pusaka ageman, terlebih semua bentuk maupun ricikan-nya masih terlihat utuh pula.
Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.
Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan
Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com
————————————