Nenggala Estri

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 3.955,555,-(TERMAHAR) Tn. AP, Senen Jakarta Pusat


1. Kode : GKO-425
2. Dhapur : Nenggala (estri)
3. Pamor : Sanak
4. Tangguh : Cirebon (Abad XVIII)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 408/MP.TMII/III/2020
6. Asal-usul Pusaka :  Nganjuk, Jawa Timur
7. Dimensi : panjang bilah 24,5 cm, panjang pesi 6,2 cm, panjang total 30,7 cm
8. Keterangan Lain : sertifikat dalam proses, panjang landeyan 120 cm


ULASAN :

NENGGALA, adalah nama untuk menyebut senjata sejenis tombak dengan bentuk mirip mata kail (pancing) dengan mata tajam umumnya berjumlah satu hingga tiga. Bentuk dasar nenggala sejatinya sangat sederhana, namun sangat variatif. Sayangnya apabila kita membuka buku-buku mengenai dhapur keris dan tombak tidak ada rujukan pasti mengenai pakem dhapur tombak nenggala seperti apa (setidaknya Penulis belum menemukan).

LEGENDA, di masyarakat perkerisan sendiri dikenal dua jenis atau bentuk dari Nenggala. Yang pertama, disebut Nenggala Jaler ; terlihat lebih kaku, dimana bentuk bagian menuju mata tombaknya lurus tanpa daunan. Sedangkan yang kedua (seperti pada tombak ini), disebut Nenggala Estri ; lebih ramping/luwes, bentuk bagian menuju mata tombaknya berlekuk (tidak lurus) dengan daunan, mirip “angkusa” senjata dari India. Konon pula menurut cerita yang diwariskan turun temurun, jika Tombak Nenggala Estri selalu tersimpan (penjaga) di rumah, maka tombak Nenggala Jaler akan menenami sang Tuan jika harus bepergian, berburu hingga berperang.

Apakah hal ini terinspirasi dari cerita legenda dari pulau garam, Madura tentang kesaktian Raden Sagoro? Yang suatu saat, Kyai Poleng menyuruhnya menangkap dua ekor naga raksasa yang kerap muncul di tepi pantai. Ketika kedua naga itu ditangkap dan dibanting ke tanah berubah menjadi dua batang tombak, Nenggolo dan Alugoro. Kyai Poleng lalu perpesan agar tombak Aluqoro disimpan saja di rumah. Sedangkan Nenggolo harus selalu dibawa kemana‐mana, terutama saat berperang.

Singkat Cerita, Raden Sagoro bersama Nenggolo sang tombak sakti, akhirnya berhasil membantu kakeknya. Raja Sanghjangtunggal, dalam peperangan melawan Cina. Diceritakan pula bahwa dikemudian hari Kijahi Nenggolo dan Kijahi Aluquro oleh Raden Segoro diberikan kepada Pangeran Demong Plakaran (Kijahi Demong) Bupati Arosbaya (Bangkalan). Dan mulai saat itu kedua bilah tombak tersebut (Kijahi Nenggolo dan Kijahi Aluquro) menjadi senjata pusaka Bangkalan.

PENELUSURAN LAINNYA, Jika Nenggala Jaler lebih fungsional digunakan sebagai senjata perang prajurit Jawa sesuai dengan dokumentasi Raffles dalam bukunya The History of Java (1817) mengenai senjata dan panji-panji perang masayarakat Jawa. Dan terdapat pula ukiran kayu di dinding keraton kanoman juga memperlihatkan prajurit Cirebon menyandang tombak nenggala jaler di bahunya dengan latar mega mendung khas cirebonan. Lalu untuk apakah peruntukan tombak dengan dua mata bilah besar (di atas) dan kecil (di bawah) ini?

Hasil penelusuran ditemukan, jika tombak bermata dua (dwisula) yang bentuknya hampir mirip ini ternyata salah satunya menjadi pegangan penghulu keraton (Kyai) yang berhubungan dengan syiar agama Islam. Seperti tombak yang dimiliki oleh pondok pesantren tertua di Blitar, Jawa Timur. Tombak dwisula ini merupakan pemberian Sultan HB IV pada tahun 1819 kepada Syaikh Abu Hasan yang merupakan pendiri pondok pesantren Nurul Huda sebagai mandat untuk melaksanakan titah dakwah di wilayah Timur dan serta mempersiapkan misi jihad fi sabilillah di Brang Wetan demi memperjuangkan kemerdekaan tanah Jawa dari tangan penjajah Belanda. Tombak itu sejatinya, bukanlah untuk berperang namun untuk memberikan komando ketika perang terjadi waktu itu. Juga sebagai isyarat bahwa pemilik tombak bukan orang sembarangan. Hingga saat ini tombak tersebut masih disimpan oleh keluarga dan digunakan sebagai tongkat mimbar Khotib setiap Sholat Jumat di Masjid Nurul Huda.

FILOSOFI, namun sejatinya ada yang beranggapan jika tombak nenggala estri merupakan perwujudan dari Huruf Hijaiyah keenam (ha), yang berarti Al Haq, Al Hayyu, wa Al Halim (Yang Mahabenar, Mahahidup, dan Mahabijak), adalah pelaksanaan sunnatullah yang di cipta. Dan dalam 30 kunci huruf hijaiyah yang berada di tubuh manusia, ha terletak pada tangan kanan.

CATATAN GRIYOKULO, Pada tombak nenggala estri ini memiliki mata tombak berjumlah dua. Mata tombak pertama (yang besar) melengkung ke atas dengan ujung tombak menyerupai mata kail. Sedangkan mata tombak kedua berada di sor-soran (pangkal) tombak dekat dengan bagian methuk iras, berbentuk seperti curis/sabit kecil yang kesemuanya masih “perfect” menghasilkan perpaduan bentuk yang eksotis namun tidak kekurangan mistis. Semerbak wewangian minyak oud akan tercium ketika membuka penutupnya, menambah sisi religius. Terlebih tombak pusaka ini sudah dijamas dan melekat sandangan yang layak, sehingga panjenengan tinggal meneruskan merawatnya.

Penulis juga menyarankan untuk berhati-hati saat membuka tombak ini dari tutupnya, karena sepertinya bilahnya agak “nakal” terutama pada sisi mata tajam yang melengkung ke bawah sering “nyocok”. Terlebih adanya cerita yang konon jika tergores tombak seperti ini meskipun sedikit lukanya akan sangat lama sembuh.

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *