Mahar : 4.950,000,- (TERMAHAR) Tn. LS, Semarang
1. Kode : GKO-391
2. Dhapur : Balebang
3. Pamor : Beras Wutah
4. Tangguh : Mataram (Abad XVII)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 1067/MP.TMII/IX/2019
6. Asal-usul Pusaka : Surakarta
7. Dimensi : panjang bilah 37 cm, panjang pesi 6 cm, panjang total 43 cm
8. Keterangan Lain : gonjo pamor raja temenang
ULASAN :
Dhapur kêris luk pitu ginupit | ingkang dhingin adhapur Balebang | sawiji lambe-gajahe | kêmbang-kacang myang sinung | sêsogokan sraweyan wingking | – (Serat Centhini)
BALEBANG, dalam buku dhapur setidaknya ada dua macam dhapur Balebang, yakni :
- Luk tujuh, memakai ricikan : sekar kacang, jalen, lambe gajah satu, sogokan rangkap, tikel alis dan sraweyan.
- Luk sembilan, memakai ricikan : sekar kacang, jenggot, jalen, lambe gajah dua, sogokan rangkap, kruwingan dan rondha tiga.
Menurut serat Sejarah Narendra Ing Tanah Jawi, bersama dengan dhapur tilam upih dhapur balebang pertama kali dibabar oleh Mpu Brama Kadhali pada tahun Jawa 261 atas perintah Sri Maharaja Budhawaka pada saat akan menyerbu kerajaan Purwacarita yang saat itu diperintah oleh Sang Hyang Bathara Kala. Keris Balebang itu diberikan nama “Dewa Pamunah”. Namun dalam serat Centhini dituliskan pada zaman penutup wali, kanjeng Sunan Kalijaga yasa keris dhapur Kidangsoka dan Balebang
FILOSOFI, secara harfiah makna Bale Bang adalah bale atau bangsal yang berwarna merah. Namun dalam Buku Keris Jawa Antara Mistik dan Nalar ada kemungkinan berasal dari kata Bale (bangunan) Kambang (terapung di atas air), yaitu bangunan yang terdapat pada bagian tengah kolam yang digunakan untuk kepentingan anggota kerajaan. Kedua unsur kata “Bale” dan “Kambang” tersebut tidak bisa dipisahkan karena keduanya merupakan satu kesatuan yang menunjukkan satu bangunan tertentu. Bale Kambang dulunya adalah merupakan tempat menyepi untuk mendekatkan pada Sang Hyang Widi Wasa dalam mendapatkan wahyu demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya serta memohon untuk dijauhkan dari bencana alam dan sebagai peristirahatan pribadi untuk menenangkan pikiran dengan para istri atau selir-selir dari raja-raja, mulai dari jaman Kediri dimasa Dhandang Gendhis sampai pada jaman Mataram Yogyakarta HB VII.
Dalam kajian semiotiknya Bale Kambang dipengaruhi konsep kosmologi Hindu tentang alam semesta, dimana disebutkan bahwa alam semesta itu bepusat pada Gunung Mahameru yang dikelilingi oleh tujuh lautan dan tujuh pegunungan secara berselang-seling. Bale atau bangunannya dianggap sebagai Gunung Mahameru, sedangkan air kolam yang mengelilingi bangunan merupakan lautan yang mengelilingi Gunung Mahameru, dan tepi kolam yang meninggi dapat dianggap sebagai rangkaian pegunungan yang mengelilingi Gunung Mahameru.
Keberadaan Bale Kambang yang biasanya terdapat pada kebudayaan Jawa-Hindu tetap berlanjut pada era Kerajaan Islam di Pulau Jawa. Hal tersebut sepaham dengan prinsip tujuan pembangunan bangunan tersebut oleh Keraton Islam sebagai tempat kontempelasi atau semedi, merupakan salah satu perlengkapan magis-religius Raja-Raja di Jawa yang memiliki tujuan untuk memperoleh berkah Dewa-Dewa atau mengetahui kehendak Yang Maha Kuasa, atau dengan kata yang lebih lazim untuk bisa melihat ke masa depan. Selain itu kontempelasi atau mukasyafah, merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh Kaum Sufi untuk mencari kedekatan dan hubungan langsung dengan Allah, kedekatan tersebut dapat berupa iluminasi visioner (kurang lebih memiliki arti jawa weruh sakdurunge winarah, mengetahui sesuatu sebelum peristiwa itu terjadi)
Bale Kambang memiliki dua unsur yang utama, yakni bangunan dan air. Pada kepercayaan Islam, air merupakan unsur yang penting dan apabila dikaitkan dengan tata letak bale kambang itu sendiri, yaitu di taman-taman keraton yang digunakan sebagai replika dari surga. Karena di dalam Al-Quran pun terdapat gambaran surga yang dilengkapi dengan unsur air di dalamnya. Misalnya : … bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, …… dan mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah (2) : 25).
Sejalan dengan warna merah yang melambangkan sisi feminisme, benih wanita. Yang dalam bhuwana alit merah adalah warna yang dihubungkan dengan hati. Tak heran dhapur Balebang dipercaya mengejawantahkan ketentraman rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah, kondisi jiwa fisik dan emosional yang adem ayem, dijauhkan dari hal-hal yang kurang baik, serta kebahagiaan lahir dan batin tanpa kekurangan apapun, sesuai dengan perwujudan jumlah luknya sebagai Pitulungan (pertolongan) Yang Maha Kuasa.
TANGGUH MATARAM, Ketika pertama kali didapatkan keris ini hanya ligan (tanpa warangka). Sangat disayangkan memang jika sebelumnya terkesan kurang terawat. Eloknya, setelah dijamas serta diwarangi tampak karakter prigel khas mataram. Namun memang harus diakui karena kurangnya perawatan yang benar sebelumnya bukannya tanpa efek, di beberapa area (terutama sor-soran) tampak bekas-bekas karat yang mulai menggerogoti permukaan dan menampakkan bekasnya meski belum sampai membuat kerusakan yang parah. Secara keseluruhan keris balebang ini enak dipandang, pamor beras wutahnya tampak membentuk bulatan-bulatan yang royal dari atas hingga ke bawah. Dan Pamor Raja Temenang di bagian tengah gonjo menjadi pulung berkah tersendiri. Besinya pun termasuk halus rabaannya. Dengan panjang bilah 37 cm, tantingannya termasuk ringan. Untuk warangka yang ada menggunakan warangka lawasan dari kayu trembalo. Adapun mendhak dan pendoknya baru. Tidak ada pekerjaan rumah yang menunggu, panjenengan tinggal meneruskan untuk menyimpan dan merawatnya.
PAMOR RAJA TEMENANG, Pamor ini berupa gambaran lingkaran bersusun, seperti lingkaran pamor udan mas, dan terletak tepat di tengah gonjo keris, sejajar dengan lubang pesi. Menurut kepercayaan pamor raja temenang mempunyai tuah yang baik, yakni untuk “memenangkan” segala permasalahan hidup.
pamor raja temenang
PAMOR BERAS WUTAH, Beras Wutah adalah motif yang cukup familiar di dunia perkerisan, bentuknya didominasi oleh butiran-butiran putih menyerupai beras yang tersebar. Bermakna kiranya sebagai mantra nonverbal, supaya mereka yang memilikinya tidak kurang sandang pangan.
Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.
Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan
Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com
————————————