Kujang Lanang

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 3.500,000,- (TERMAHAR) Tn, AK, Tangerang Selatan


1. Kode : GKO-381
2. Dhapur : Kujang Lanang
3. Pamor : Beras Wutah
4. Tangguh : Cirebon (Abad XVI)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 923/MP.TMII/VIII/2019
6. Asal-usul Pusaka :  Jakarta
7. Dimensi : panjang bilah 22,2 cm, panjang pesi 4,8  cm, panjang total 27 cm
8. Keterangan Lain : warangka lawasan


ULASAN :

Bukti keberadaan kujang diperoleh dari naskah kuno di antaranya Serat Manik Maya dengan istilah kudi, Sanghyang Siksakandang Karesian dengan istilah kujang, dan dari berita pantun Pajajaran Tengah (Pantun Bogor). Berbeda dengan keris memiliki nama dhapur berdasarkan ricikan yang dimilikinya, sebilah kujang memiliki nama-nama sesuai karakteristik bentuknya.

Penamaan kujang umumnya diambil dari nama-nama hewan yang ada di alam sekitar dan hewan mitologi, selain itu ada penamaan yang berdasarkan epos wayang. Ada sekitar tiga belas (13) jenis kujang yang kita kenal selama ini yang digolongkan berdasarkan bentuk bilahnya. Antara lain : kujang ciung, kujang jago, kujang kuntul, kujang naga, kujang bangkong, kujang badak, kujang wayang, kujang buta, kujang geni, kujang lanang, kujang balati, kujang daun dan cangak.

Dibalik itu semua, keseluruhan jenis kujang tersebut memiliki nilai luhur yang sampai saat ini masih tertanam dalam budaya masyarakat Sunda. Lewat kujang, Urang Sunda secara turun temurun mengenal jati dirinya. Kujang menanamkan nilai yang dalam bahasa Sunda dikenal istilah “Ti mana Asal?”. “Rek naon hirup?”,”Kamana balik?”,”Hirup darma wawayangan bae?”. Selain itu kujang sebagai gegaman (pegangan) dijadikan “kompas” agar pemegangnya tidak salah arah. Lewat gegaman ini disimbolkan sebuah keyakinan manusia akan ke-Esa-an Tuhan yang kala itu dikenal sebagai Sang Hyang Tunggal.

KUJANG LANANG, Sepintas bentuknya hampir mirip dengan kujang geni. Namun apabila diamati lebih seksama, bentuk kujang lanang lebih menyerupai tunas pohon sedangkan bentuk kujang geni sesuai penamaannya memang lebih menyerupai lidah api yang menyala. Selain itu bentuk kujang geni pada bagian di bawah tadah tampak lebar daripada kujang lanang, dan memiliki mata/lubang.

TANGGUH CIREBON, Kujang dengan pola dasar mirip dengan huruf Syin, Arab ini diperkirakan muncul pada saat peralihan dari Hindu ke Islam (akhir abad ke-15) di Cirebon, Sumedang Larang dan Banten. Era kerajaan besar yang berkuasa saat itu (Mataram) tampaknya sedikit banyak ikut mempengaruhi pola pamor yang dulunya (era Pajajaran) lebih didominasi pola garis-garis yang disebut pamor sulangkar, menjadi mirip bulatan-bulatan yang tersebar yang dikenal sebagai pamor wos wutah. Demikian juga dari segi penempaan pada kujang sebelum era Islam bahan besi, baja, dan nikel dicampur menjadi satu sejak awal. Sehingga jarang ada kujang yang memiliki slorok baja di tengahnya. Sedangkan pada kujang setelah era Islam nampak rasa tombak/keris.

Tanpa perlu didebat secara visual tampaknya semua orang akan sependapat jika kujang lanang ini masih dalam keadaan terpelihara dengan baik, dimana fisik waruga (badan kujang yang paling lebar), hingga ke bagian tadah (semacam penahan, berupa lengkung kecil di bawah perut kujang) dan pamor masih banyak yang utuh. Bentuknya luwes, anggun dan menarik hati mampu menghipnotis siapapun yang melihatnya. Meski kujang ini masih dalam kondisi warangan lama, tapi masih mampu menampilkan detail kontras besi dan pamor dengan cukup baik. Kowak (warangka) dan perah (pegangan) ceker kidang yang ada merupakan original bawaan sebelumnya. Terasa nyaman digenggam.

KOWAK (Kopak), adalah nama khas dari sarung atau warangka kujang. Secara umum ada dua jenis kowak menurut cara memasukkan bilah kujang ke dalam sarungnya. Pertama, kowak tempat memasukkan kujang dari samping. Merupakan kowak yang paling umum karena struktur bilah kujang yang cenderung melintang dan melengkung seperti bulan sabit, secara teknis akan cenderung lebih memberikan kemudahan ketika kujang akan dimasukkan.

Yang Kedua, seperti pada sarung kujang ini, dimana tempat memasukkan  kujang dari penampangnya seperti sarangka golok, akan lebih cocok untuk kujang yang memiliki struktur lurus seperti kujang kuntul, kujang lanang, kujang geni, karena secara teknis cara memasukkan bisa lebih simple, tinggal menarik ke bawah.

PERAH CEKER KIDANG, merupakan gagang atau pegangan kujang yang berbentuk kaki/ceker rusa. Tidak ada motif ukiran apapun.

PAMOR BERAS WUTAH, Tipologi pamor beras wutah memberikan makna situasi hasil panen kali ini sudah cukup untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat desa lainnya. Tidak ada nafsu eksploitasi berlebih atas tanah garapan dan sumber daya alam lainnya, hanya mengambil secukupnya, karena motif ekonomi yang berlebihan akan merusak harmonisasi dan keseimbangan alam.

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *