Mahar : 2.650,000,-
1. Kode : GKO-387
2. Dhapur : Cundrik Pandhawa
3. Pamor : Batu Lapak + Ngulit Semangka
4. Tangguh : Mataram (Abad XVI)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 1009/MP.TMII/VIII/2019
6. Asal-usul Pusaka : Lombok
7. Dimensi : panjang bilah 29 cm, panjang pesi 5,5 cm, panjang total 34,5 cm
8. Keterangan Lain : warangka sandang walikat hulu rajamala
ULASAN :
CUNDRIK PANDHAWA, atau kadang disebut Pandhawa Cengkrong (Cengkrong Luk Lima). Adalah salah satu bentuk dhapur keris luk lima. Bentuknya cukup unik karena bagian gandhik-nya yang panjang letaknya terbalik, tidak di bagian depan melainkan di belakang, sehingga sirah cecak-nya juga berada di bagian belakang. Bentuk luk-nya juga cukup unik, karena ditempatkan di sebelah atas gandhik-nya yang tinggi. Selain itu biasanya dhapur Cundrik Pandhawa memakai gonjo iras yang menyatu dengan bilahnya.
FILOSOFI, Orang Jawa mengenal Cundrik sebagai senjata sikepan (semacam senjata rahasia). Sedangkan Pandhawa sendiri mempunyai filosofi yang sebenarnya menggambarkan sifat manusia berdasarkan fase tingkatan usianya atau kematangan pribadinya.
Dimulai dari si kembar Nakula dan Sadewa, mereka menggambarkan sifat kanak-kanak dimana pada usia kanak-kanak biasanya kita selalu meminta sesuatu yang sama (kembar) dengan saudaranya. Demikian pula, golongan usia yang paling takut berbeda dengan kelompok teman adalah remaja. Pada tahap usia ini, remaja sedang memisahkan diri dari orang tua. Sebagai gantinya, mereka mati-matian menyamakan diri dengan kelompoknya. Mereka meniru gaya bicara, model pakaian, potongan rambut, dan perilaku teman supaya serupa, agar bisa diterima dalam lingkaran kelompok itu tanpa memperhitungkan keburukannya. Dengan kata lain, Nakula dan Sadewa yang digambarkan sebagai saudara kembar sebenarnya merupakan simbolisasi sifat anak-anak hingga remaja.
Kemudian Arjuna, sosok lelananging jagad yang gentur tapane, yang menjadi favorit banyak orang. Adalah petarung tanpa tanding di medan laga, kesatria dengan segudang istri dan kekasih, meski begitu masih mampu melakukan tapa brata yang paling berat. Arjuna adalah perwujudan lelaki seutuhnya yang sedang dalam puncak kejayaannya. mewakili sifat keseimbangan antara dunia dan akhirat.
Keempat, Bima. Sudah menjadi rahasia umum walaupun Arjuna bisa dikatakan paling rajin bertapa tapi justru Bima-lah yang mendapatkan inti sari dari ilmu “sangkan paraning dumadi” dari Dewa Ruci. Ia sudah bisa memenjarakan hawa nafsunya sehingga tidak terombang-ambing oleh keadaan lingkungannya dan tidak lagi tergiur oleh keinginan duniawi. Ia telah memiliki tekad kuat untuk melepaskan hubungan keterikatan dengan keduniawian. Tipikal manusia yang sedang memperoleh pencerahan menuju kematangan hidup.
Dan yang kelima atau terakhir, Yudistira. Merupakan saudara tertua pandhawa, mempunyai sifat atau di dalam istilah Jawa sering disebut dengan lila donya lan pati. Selalu mengikhlaskan harta, benda, dan bahkan kematiannya sendiri, jiklau ada orang lain yang menghendaki. Sifatnya menggambarkan sosok yang sudah matang yang setiap perilakunya berorientasi pada kehidupan non dunaiwi, yakni kehidupan akhirat. Jadi selayaknya kita mampu bertumbuh seperti pandhawa, bahwa setiap tingkatan hidup kita mempunyai tugas dan kewajiban yang harus dipenuhi.
HULU RAJAMALA, Bentuknya menyerupai canthik perahu Rajamala, perahu tanpa layar digerakkan belasan pendayung penjaga memori tentang Bengawan Solo dua abad silam. Selain sarat makna filosofi, bentuk kepala rajamala yang angker itu berbuah menjadi sangat menarik dan berkarakter. Hulu berbentuk Rajamala dipercaya mempunyai kekuatan gaib, mengandung semacam doa atau mantra bagi pemiliknya. Cerita ini dikuatkan dengan kisah kesaktian Raden Harya Rajamala, dalam cerita pewayangan. Rajamala adalah ksatria berbentuk raksasa yang sakti mandraguna. Dia tidak akan mati, bila jasadnya dimasukkan kembali ke dalam air. Bila mengalami cedera fisik yang sangat parah, hanya dengan diperciki sedikit air, tubuhnya akan kembali bugar. Mitos inilah yang kemudian diambil spirit-nya oleh masyarakat perkerisan, untuk membuat ukiran dengan bentuk kepala Rojomolo. Tentu saja, diharapkan bentuk ini bisa mempertebal daya isoteris keris, yaitu memiliki energi penolak memala atau bala.
PAMOR BATU LAPAK, atau disebut juga Watu Lapak. Adalah salah satu motif pamor yang letaknya selalu di bagian sor-soran atau di pangkal bilah keris, tombak, badik atau pedang. Bentuk gambaran pamor batu lapak merupakan berkas garis yang melengkung setengah lingkaran. Tuahnya dipercaya untuk memudahkan meraih kedudukan yang tinggi, serta kestabilan usaha, karir dan jabatan.
CATATAN GRIYOKULO, Keris Cundrik Pandhawa ini merupakan tipikal keris-keris yang biasa ditemukan di dusun-dusun atau pedesaan. Umumnya pamornya sederhana, tidak menampilkan pola atau pattern yang rumit juga tampak korosi-korosi alami akibat kurangnya perawatan yang benar. Namun agak berbeda dengan keris lainnya, keris ini didapatkan dari sebuah Banjar di Lombok, bukan berasal dari pedesaan di Jawa.
Jika pada umumnya cundrik pandhawa lebih banyak menggunakan bentuk gonjo iras, namun pada keris ini bagian gonjo tampil unik, dibuat terpisah seperti keris pada umumnya. Demikian juga bentuk/karakter luknya yang simetris tarikannya, mulai dari gandhik, yang luk selanjutnya hingga ke bagian atas tampak sama. Tantingannya sangat ringan, sangat mungkin berasal dari era tangguh yang lebih tua dari yang tertulis pada surat keterangan museum, yakni abad XVI. Warangka model bali-lombok yang ada sebelumnya diganti model sandang walikat dan hulu rajamala yang wangi. Demikian juga bilahnya sudah diwarangi, sehingga tidak ada pekerjaan rumah selanjutnya.
Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.
Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan
Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com
————————————