Patrem Nogo Kikik

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 1.750,000,- (TERMAHAR) Tn. SM, Surabaya


1. Kode : GKO-353
2. Dhapur : Patrem Nogo Sri/Nogo Kikik Luk 5
3. Pamor : Bendo Segodo
4. Tangguh : Madura (Abad XIX)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 220/MP.TMII/II/2019
6. Asal-usul Pusaka :  Blitar,  Jawa Timur
7. Dimensi : panjang bilah 17,5 cm, panjang pesi 3,5 cm, panjang total  21 cm
8. Keterangan Lain : sudah diwarang ulang


ULASAN :

Keris “mini” dengan model ganan naga yang memiliki ukuran kurang dari sejengkal seperti ini biasa orang-orang perkerisan di daerah Jawa Tengahan pesisiran menyebutnya dengan nama nogo kikik, Jawa Tengahan pedalaman menamakan nogo sri, orang kulonan seperti daerah Cirebon mengenalnya dengan naga runting, sedangkan orang Jawa Wetanan akrab mengatakannya dengan nogo gresik. Sebutan mungkin bisa berbeda-beda di tiap-tiap daerah, tetapi paling tidak yang mudah dikenali dari ricikan-nya adalah bentuk gandik berkepala naga tanpa badan (siluman) yang distilasikan dengan sangat sederhana (primitif). Selanjutnya terkesan gandik-nya bolong (berlubang), sebenarnya jika ditelaah lebih lanjut kesan adanya bolong atau lobang tersebut adalah geometri yang timbul mulai dari janggut atau rahang bagian bawah naga, leher atau dada naga hingga motif segitiga pendukung (tumpal). Keunikan yang lain rata-rata pamor yang dijumpai relatif serupa diantaranya motif bulatan serupa pamor bendha segada atau motif garis-garis serupa banyu mili. Menurut pitutur, biasanya keris ini adalah ‘pegangan’ untuk penglaris dagang, untuk penjagaan atau keselamatan, tolak bala, kesaktian hingga pengasihan.

PAMOR BENDHA SEGADA, atau orang-orang di Semenanjung melayu menyebutnya pamor “butir petai”. Lalu apa arti bendha segada sebenarnya? Bendha (sering dilafalkan “bendo”) disini bukanlah sama artinya dengan ‘benda’ atau dalam bahasa indonesia berarti ‘barang’, tetapi adalah nama sebuah tanaman atau pohon (Artocarpus elasticus) yang masih  yang termasuk dalam famili Moraceae  dan genus Artocarpus ini masih berkerabat dekat dengan Nangka, Sukun, dan Cempedak. Di beberapa wilayah di Indonesia pohon Bendha, dikenal dengan beberapa nama lokal yang berbeda. Mulai disebut sebagai kalam (Mentawai), torop (Karo), bakil (Melayu), dan tarok (Minangkabau). Juga dinamai benda, teureup (Sunda), bendha (Jawa), kokap (Madura), dan taeng (Makassar). Sedang di Kalimantan dikenal sebagai erap, kapua, kumut, atau pekalong. Saat ini Benda mulai menjadi tanaman langka. Tumbuhan ini semakin sulit ditemukan karena tergusur oleh berbagai tanaman budidaya lain.

Kata gada berarti alat atau senjata yang digunakan untuk memukul. Selain itu, gada juga memiliki arti: ‘kumpulaning rentenganing kolang-kaling lan panunggale ‘sekumpulan atau rentetan buah kolang-kaling’ (Bausastra Jawa, 2011:196). Kata ‘gada’ juga digunakan oleh masyarakat Jawa Tengah sebagai kata penggolong untuk menunjukkan jumlah buah petai, kolang-kaling, dan buah-buah lain yang sejenis. Bendho sagada berarti buah bendho yang tumbuh dalam satu tangkai. Istilah gadha sebagai penunjuk satuan atau ukuran tidak banyak diketahui oleh masyarakat. Istilah tersebut sepertinya hanya dikenal oleh beberapa orang saja. Hal itu terjadi karena istilah sagadha hanya digunakan oleh beberapa kalangan saja, seperti pedagang sayur dan masyarakat yang tinggal di daerah yang banyak terdapat pohon petai.

Menurut sebagian pecinta keris, rangkaian butir-butir bendha dalam keris dan tombak melambangkan kemudahan rezeki yang berkesinambungan, membuat pemilikya lebih gampang mencari rejeki yang besar-besar, mengumpulkan hasil yang banyak dan kesejahteraan lebih baik. Oleh karena itu, pamor ini banyak dicari sebagai “cekelan” oleh mereka yang hidup berniaga (pedagang). Pamor ini tergolong tidak pemilih, dapat cocok dipakai oleh siapapun.

CATATAN GRIYOKULO, jika keris nogo kikik/nogo sri/nogo gresik yang beredar di pasar tosan aji umumnya dalam bentuk/versi kecil (jimatan), keris ini justru hadir dalam dimensi “patrem” yang lebih panjang (hampir sejengkal). Garapnya sederhana dan terbilang primitif khas keris-keris dusun. Bahkan bagian pesi yang masuk ke bagian gonjo masih dilubangi dengan alat tradisional, seperti kemusuq (sejenis pahat runcing) bukan bor, alhasil lobangnya pun tidak bulat sempurna dan alur pamor pada sekitar lobang pesi berbelok karena desakan pukulan dari kemusuq yang digunakan. Meski begitu jika ditanting terasa “ada sesuatu lain, misterius”. Penyepuhan besinya tampak keras, mirip besi-besi keris kulonan. Walau sudah dilakukan pewarangan ulang bulatan-bulatan pamor pada bilah tidak terlalu kontras demikian juga garis-garis pamor maskumambang pada gonjonya, namun tetap jelas terbaca. Untuk warangka pun sudah cukup, hanya masalah selera jika ingin menggantinya.

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com

————————————

3 thoughts on “Patrem Nogo Kikik

Tinggalkan Balasan ke Robert Iwan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *