Mahesa Nempuh

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 4.950,000,- (TERMAHAR) Tn. JS, Jati Asih, Bekasi


1. Kode : GKO-323
2. Dhapur : Mahesa Nempuh (Karna Tandhing Luk 3?)
3. Pamor : Sanak
4. Tangguh : Mataram (Abad XV)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 1191/MP.TMII/IX/2018
6. Asal-usul Pusaka : Trenggalek, Jawa Timur
7. Dimensi : panjang bilah 32 cm, panjang pesi 6,7 cm, panjang total 38,7 cm
8. Keterangan Lain : dhapur unik dan langka


ULASAN :

MAHESA NEMPUH, menurut buku Dhapur yang disalin dari Buku Gambar 164 keris dan 52 tombak Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Susuhunan Pakubuwana X mempunyai ricikan ; luk tiga, gandik lugas, sogokan, tikel alis, sraweyan, greneng.

FILOSOFI, Mahesa = kerbau jantan. Kerbau dalam masyarakat jawa tampaknya mempunyai kedudukan kasta yang tinggi. Salah satu buktinya adalah pada malam 1 suro, malam yang sakral bagi orang Jawa, karena tidak saja memiliki dimensi fisik perubahan tahun, namun juga mempunyai dimensi spiritual. Sebagian masyarakat agararis Jawa yakin, bahwa perubahan tahun Jawa menandakan babak baru dalam tata kehidupan kosmis Jawa. Pada malam yang sakral ini justru kawanan kerbau yang menjadi tokoh utama dalam tradisi ritual kirab pusaka.

Dalam budaya agraris, kerbau merupakan”rojokoyo“. Rojo artinya Raja dan Koyo artinya kaya, yaitu kerbau yang dipahami sebagai “penuntun” (untuk mendapat) hasil yang berlipat banyaknya (misalnya dari membajak sawah). Kerbau adalah simbol pencapaian tertinggi bagi masyarakat pedesaan. Warga desa yang penghasilannya berlebih akan memiliki banyak kerbau. Selain sebagai aset, banyaknya kerbau juga menunjukkan banyaknya sawah yang dimiliki. Sudah menjadi rahasia umum jika orang desa yang hidupnya berlebih pasti memiliki kerbau, di bawahnya mempunyai sapi, dan dibawahnya lagi ada kambing dan ayam. Tak heran dari sisi materialistik kerbau memberikan optimisme dalam menjalani hidup.

Nempuh = menerjang, melalui, menghadapi. Kerbau gerakannya memang lambat. Namun jika sudah marah, siapa yang bisa mengendalikan? Kita semua tentu pernah memutuskan dan bertekad meraih sebuah impian. Di titik start awal biasanya semangat kita berkobar-kobar. Motivasi yang ada begitu besar. Kita merasa seolah tak ada siapapun atau apapun yang mampu menghalangi. Namun, seiring berlalunya waktu – ketika rintangan makin besar dan kegagalan terus dialami, semangat yang awalnya panas perlahan padam dan menjadi dingin. Itulah saat-saat di mana kita semua rentan untuk menyerah. Menyerah adalah pilihan yang sangat mudah dilakukan. Cukup berhenti dan tidak lagi berusaha, maka semuanya akan selesai dengan sendirinya. Meskipun mudah, menyerah tidak membuat hidup akan menjadi lebih baik. Justru disitulah sebenarnya ujian kenaikan tingkat yang sesungguhnya. Apakah kita benar-benar dan sungguh-sungguh menginginkan apa yang dicita-citakan? Sebagai manusia kita semua akan dihadapkan berbagai masalah, rintangan dan tantangan bahkan kegagalan. Rintangan yang dihadapi kadang melewati batas kemampuan, meski tidak sepenuhnya seperti itu. Semua itu bisa menghancurkan semangat kita. Karenanya kita bisa belajar dari sosok kerbau yang selalu maju dan tidak berpikir untuk mundur saat ada rintangan di depan. Begitu juga, ketika menemui sesuatu yang membuat diri kita gentar, kita harus berani menghadapinya daripada menghindarinya dan menyerah. Itulah sebabnya mengapa orang yang sukses itu lebih sedikit. Hanya pribadi-pribadi tangguh yang berhasil melewati itu semualah yang berhak mengeja kata SUKSES.

Luk Tiga, Keris berlekuk tiga (Jangkung) mengandung pasemon (arti) agar dalam hidupnya manusia untuk selalu “eling” memohon dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Esa agar hidupnya jinangkung-jinampangan dening Allah (dilindungi dan diberkati oleh Yang Maha Kuasa). Menurut kepercayaan, keris berlekuk tiga baik untuk mereka yang sedang berusaha menggapai tujuan atau cita-cita dalam hidupnya.

Angka 3 juga merupakan angka ganjil yang mencerminkan keseimbangan. Angka 3 adanya manusia yang selalu mempunyai sifat tiga perkara hidup. Misalnya; Ada 3 hal dalam hidup yang tidak bisa kembali, yakni waktu, ucapan dan kesempatan, maka hendaknya dijaga supaya tidak ada sesal kemudian. Ada 3 hal yang tidak pernah kita tahu, yakni rejeki, umur dan jodoh, mintalah pada Tuhan, dan terakhir ada 3 hal dalam hidup yang pasti, adalah tua, sakit dan mati, maka persiapkanlah dengan sebaik-baiknya.

TANGGUH PERALIHAN MAJAPAHIT – MATARAM SENOPATEN, Kesan gagah dan prasaja terpancar dari pusaka ini. Tidak ada yang kurang dan tidak ada yang nampak berlebihan. Luk nya yang ramping dan manis seolah tidak bisa “move on” dari pengaruh Majapahit. Besinya padat seperti bebatuan, hitam keabu-abuan diselingi nuansa nyanak dari pamor. Sangatlah jarang kita bisa mendapati keris luk tiga dengan ricikan “spesial”; gandik lugas kembar depan dan belakang, pejetan dua (2) depan belakang serta sogokan rangkap. Badan bilah agak tebal serta gonja-nya dhungkul. Bentuk keris dengan gandik lugas kembar, seperti halnya kita ketahui hanya dijumpai pada keris dhapur dhungkul serta regol, yang rata-rata memang bertangguh tua. Ada sebuah referensi yang menarik dari buku Kawruh Dhuwung (Kaimpun dening Sarjadi H.S) bentuk gandik seperti ini (dua depan belakang, dan memakai sogokan) disebutnya sebagai dhapur “Karna Tandhing“. Sandangan yang adapun masih cukup pantas menjadi abdi pengiring bilah. Penulis rasa tidak ada pekerjaan rumah yang menungu, hanya tinggal menyimpan dan merawat saja.

bentuk gandik dhapur karna tanding (lurus)

MACAM-MACAM BENTUK GONJA, menurut buku stensil “Seserepan Bab Dhuwung Tuwin Ubarampe Saha Lalajenganipun” karangan RT. Waluyodipuro, 1959 terdapat 4 (empat) macam bentuk gonja, yakni :

  1. Dhungkul, bentuknya mbendul mendhukul (cembung) di tengah pesi.
  2. Wilut, adalah gonja yang bagian depan (sirah cecak) serta bagian belakangnya (ekor cicak) mlungker (melingkar) ke dalam rangka.
  3. Kelap Lintah, bentuknya seperti lintah yang terlihat dalam air, badannya seperti air yang berombak, atau seperti rambut ngandhan-andhan (bergelombang, tidak keriting maupun lurus)
  4. Sepang, dimana bentuk depan dan belakang kembar/sama/simetris; jadi wujudnya buntut urang semuanya tanpa sirah cecak.

empat (4) macam bentuk ganja keris

PAMOR SANAK, atau nyanak adalah penyebutan terhadap sejenis pamor yang tidak jelas kesannya, baik melalui penglihatan maupun perabaan. Sebilah keris, tombak atau pedang yang diperkirakan mempunyai suatu motif pamor, tetapi pamornya tidak jelas terbaca, dan apabila diraba pun tidak jelas perabaannya dapat digolongkan pamor sanak. Pamor sanak dapat terjadi karena 2 (dua) hal ; pertama memang karena faktor usia pamor menjadi aus/memudar sehingga bentuk aslinya sudah tidak dapat terbaca, atau yang kedua pamor sanak ini terjadi karena bahan pamor yang digunakan juga berupa besi (tetapi dari daerah galian lain), dan masih diolah (smelting) secara tradisional sehingga komposisi unsur-unsur pamornya tidak terlalu kontras dengan besi utamanya. Keris-keris sajen (sejengkal, dengan hulu putut iras), hampir semuanya dibuat dengan pamor sanak.

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *