Keris Kalawijan

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : ?,-(TERMAHAR) Tn. J  Bandung


 
  1. Kode : GKO-237
  2. Dhapur : Kala Lunga (Kiyai Malatsih)
  3. Pamor : Beras Wutah Asihan
  4. Tangguh : Mataram  Abad XVII
  5. Sertifikasi : Museum Pusaka TMII No : 479/MP.TMII/VIII/2017
  6. Asal-usul Pusaka : Rawatan/Warisan Turun Temurun
  7. Keterangan lain : kalawijan (sangat langka terlebih luk 23)
 

 

Ulasan :

KALAWIJA, pada jaman dahulu merujuk sebutan kepada mereka yang terlahir dalam kekurang-beruntungan  atau keterbatasan fisik, seperti  bucu (terlahir punggungnya bongkok), wujil cecebolan (orang cebol), bule (albino), jangkung (raksasa) dan yang memiliki ciri fisik berbeda lain.  Tuhan itu Maha Adil, bila seseorang memiliki kekurangan, maka Ia akan memberikan suatu “kelebihan” lain yang tidak dimiliki orang biasa. Mereka-mereka ini kemudian diangkat menjadi kelompok abdi dalem pengiring kesayangan (disantuni kerajaan), karena dianggap manjur untuk melindungi Raja. Bahkan ada abdi dalem Bupati Nayaka Njawi-Lebet berpangkat Tumenggung yang sengaja ditugaskan oleh Raja untuk menangani persoalan langka ini, seperti mencari orang-orang yang dianggap aneh/tidak normal untuk menjadi klangenan Raja. Ibarat harus keluar masuk hutan, naik turun gunung, dan menyeberangi sungai harus siap sedia. Selain itu juga harus mampu membersihkan tempat-tempat yang dianggap angker dan wingit.

Abdi dalem palawija tak hanya dimiliki raja Jawa yang berkedudukan di dalam istana. Mereka yang berada di luar tembok istana atau berseberangan paham pun memilikinya. Abdi ini menjalani peran yang sama, sebagai pendamping setia. Pangeran Diponegoro pun memiliki dua panakawannya, Roto dan Bantengwareng yang bertubuh cebol, mereka selalu menemani sang Pangeran selama masa perang, penangkapan, hingga masa-masa sulit pembuangan, sampai akhir hayatnya. Bantengwareng juga berperan sebagai penjaga, pelawak di kala sedih, penasehat, peracik obat, dan penafsir mimpi. Bantengwareng juga memenuhi sumpah setianya hingga mati (teguh pati) untuk mengiringi Diponegoro. Dia meninggal dua tahun setelah wafatnya Sultan Abdulhamid Cokro Amirulmukminin Sayidin Panotogomo Kalifatullah Tanah Jowo.

Sedangkan dalam dunia tosan aji, istilah kalawijan atau palawijan paling tidak memiliki dua arti:

Pertama, Menurut sumber dari Babon Surakarta, Kalawija adalah nama yang diberikan kepada keris-keris yang jumlah luknya lebih dari tiga belas.  Walaupun lebih dari 13 jumlah luknya, dhapur kalawija juga mempunyai pakem ricikan dan nama dhapur. Yang luknya lima belas atau tujuh belas, biasanya panjang bilahnya masih normal, tetapi bilah jumlah luknya lebih dari 19, ukuran panjang blahnya hampir selalu lebih panjang daripada keris umumnya. Makin banyak jumlah luknya, ukurannya juga semakin panjang. Namun, karena keris kalawija dulu memang jarang dibuat, sekarang ini sangat jarang dijumpai keris tua dan bagus yang luknya lebih dari 13. Terbanyak adalah kalawijan luk 15; banyak diantaranya yang tergolong master piece atau adikarya.

Kedua, Saat ini Kalawijan juga lazim digunakan untuk menyebut keris berluk 3,5,7 sampai 13 bahkan keris lurus yang ricikan-nya tidak sesuai pakem atau tidak punya nama dhapur. Selain pada keris, dhapur kalawija juga terdapat pada tombak juga pedang. Pada tombak penggolongan jenis kalawijan tidak dikaitkan dengan jumlah luknya sebagaimana keris. Kalawijan pada tombak menyangkut pada bentuknya yang tidak umum. Beberapa bentuk tombak yang tergolong kalawijan antara lain adalah; sarpamina, wulan tumanggal dan rosandita. Sedangkan pada pedang yang disebut dengan kalawijan adalah yang bentuknya tidak pakem atau di luar ricikan pedang yang benar. Ada beberapa ricikan yang ditambahkan dalam pedang kalawijan yang biasanya adalah ricikan yang terdapat pada keris, misalnya yang paling umum adalah  penambahan gonjo, kembang kacang atau ditambah hiasan naga pada bagian pangkalnya.

Mengenai istilah kalawijan ini tentunya sangat berhubungan dengan nama ‘Palawija’, palawija adalah tanaman selingan, karena tanaman utama sebagai makanan pokok alias ‘pakem’ adalah padi. Karena itu tosan aji palawijan dapat dimaknai sebagai keris selingan, artinya maksud pembuatannya memang khusus, tidak seperti biasanya. Khusus keris luk-23 tidak pernah ada di buku-buku kepustakaan mengenai dhapur perkerisan, kecuali pada buku karangan Bambang Harsrinuksmo. Meskipun jarang sekali, keris luk-23 masih bisa dijumpai juga di masyarakat. Menurut pitutur orang tua jaman dahulu menyebutkan luk-23 merupakan dhapur sinengker (ditabukan). Hanya boleh dimiliki Raja dan keturunannya serta hanya dibabar ketika dibutuhkan dan oleh orang-orang tertentu saja.

KALA LUNGA, Seng (Kala) = malapetaka, bala atau marabahaya , Lunga (jw) = menyingkir atau pergi. Kala Lunga berarti segala hal yang sifatnya kurang baik dapat pergi menjauh. Dalam khasanah spritual kejawen menyebutkan bahwa penyebab sengkolo ada berbagai macam. Ada sengkolo yang sudah dibawa sejak dilahirkan (ini biasanya akibat perbuatan jelek yang dilakukan bapak/ibu ketika anak dalam kandungan), ada sengkolo akibat perbuatan tidak baik kepada orang lain di masa sekarang, ada sengkolo yang sengaja dilakukan orang dengan tujuan jahat karena bermusuhan dengan kita, dan masih ada berbagai sebab lainnya.

Sedangkan berbagai jenis sengkala dalam kehidupan dapat dikategorikan diantaranya; kebo kemali (sulit dapat jodoh), jlomprong (sepanjang hidup terus menerus dirundung sakit), gabuk (sudah tahunan menikah belum punya anak), kantong bolong (sebesar apapun hasil yang didapat selalu habis, boros), gendring bumi (usaha selalu gagal karena tanah yang ditempati wingit, angker/keramat) dan masih banyak lagi.

Kosmologi jagat manusia Jawa memandang suka duka kehidupan sebagai cermin diri. Pahit getirnya membuat manusia kemudian melihat ke dalam dirinya sendiri. Menelusuri asal mula dirinya sendiri (sangkan paraning dumadi). Pandangan ini menempatkan nilai ideal manusia bukan pada kesempurnaan, tetapi justru pada berbagai kemungkinan manusia sebagai makhluk yang tidak sempurna. Dengan pandangan itu, manusia Jawa lalu membutuhkan sebuah ‘media‘ pelepasan. Pembebasan yang dilakukan dalam koridor budaya dan keyakinan leluhur. Pada titik ini menjadi peringatan bagi manusia Jawa terhadap keadaan diri yang tidak sempurna. Substansi atau intisari pembelajarannya sebenarnya adalah sikap pasrah terhadap ketentuan Tuhan disertai dengan doa dan berperilaku baik agar terhindar dari keburukan.”
TENTANG TANGGUH, penampilan nyatriyo dan merbawani bisa dirasakan ketika menanting pusaka ini. Menata lekukan dengan jumlah 23 dengan rasa luk semakin ujung semakin rapat dan dalam koridor panjang bilah yang masih dibilang normal (lebih kurang 37 cm) merupakan tantangan tersendiri bagi sang Empu, terlebih jaman dahulu pembuatannya dengan cara di-odot (tarik). Tantingan bilah terasa super ringan, besinya berserat hitam legam, jika diminyaki tampak seperti bulu gagak. Kitab-kitab lama menyebutnya dengan besi ‘kenur‘, asalnya dari dalam samudera. Apabila disentil suaranya ‘prung’, jika dilihat lama-lama menimbulkan rasa gemetar. Jika dijadikan pusaka dipercaya dapat membuat pemiliknya menjadi teguh hatinya, dicintai banyak orang,  dan semua keinginannya dapat tercapai. Jika dipakai untuk berdagang akan sanggup memberikan hasil. Bulatan-bulatan pamor meteoritnya sebagai perkawinan ‘ibu bumi bapa angkasa‘, meski warangan lama kontras menyala seolah royal dalam melukiskan tetes-tetes air hujan (udan mas tiban?). Sangat jarang Penulis menjumpai keris kalawijan dengan garap besi tak sembarangan dan pamor seroyal ini. Bagian sogokan dibuat sangat tinggi, lambe gajah runcing ke depan , serta bagian panitis (ujung bilah) yang agak menuding ke depan menambah prejengan tersendiri. Bentuk panitis yang unik ini oleh beberapa ahli tangguh kerap kali dicirikan dengan Tangguh Metesih, Empu Panedhas. Juga sebagai pameling untuk tidak mudah menunjuk (nuding) keburukan orang lain, karena disaat satu jarimu menunjuk orang lain, ke empat jari yang lain menunjuk diri sendiri. Karena tugas kita sebenarnya adalah mencari keburukan di dalam diri sendiri dan mencari segala kebaikan dalam diri orang lain. Bukan sebaliknya!
 
Warangka terbuat dari galih sonokeling tampak gagah mengiringi. Sonokeling merupakan salah satu kayu eksotis Jawa, di mana bagian tengah kayu berwarna hitam gelap dengan urat-urat kayu yang sangat indah. Kayu kehitaman dengan nuansa kehijauan, keunguan, kekuningan, kemerahan, tergantung lokasi dan jenis tanah di mana dia hidup. Keindahan motif seratnya merupakan rekaman perjalanan hidupnya. Kayu sonokeling kini semakin langka, tak ayal harga per kubiknya saat ini di atas kayu jati.
 
Tak hanya itu, pada deder dipadukan pemakaian selut. Selut adalah salah satu hiasan pada gagang keris. Hiasan itu mirip bola pingpong, dengan diameter 3-4 cm. Selut terbuat dari logam berukir (emas, perak, kuningan atau tembaga), yang diperindah dengan batu mulia. Pada jaman dahulu priyayi-priyayi selalu menggunakan selut sebagai kelengkapan keris ageman mereka. Dan terakhir hiasan lung kenanga ginubah pada pendok silih asih (selang-seling) suasanya semakin menegaskan statusnya keistimewaannya.
PAMOR ASIHAN, bukan nama pola gambaran sebuah pamor, melainkan sebutan bagi keadaan atau kondisi gambaran pamor, yang garis-garisnya menyambung antara yang ada di bilah dan yang ada di bagian gonjo. Jadi, seandainya motif pamor itu sebuah lingkaran seperti pada bilah ini, separoh lingkaran itu tergambar pada permukaan bilah keris, sedangkan separoh sisanya pada bagian gonjo. Penyebutan pamor asihan tidak berdiri sendiri melainkan selalu disebut bersama dengan pamor lain yang lebih dominan. Misalnya pada keris ini yang berpamor beras wutah yang merupakan pamor asihan, penyebutannya menjadi pamor beras wutah asihan. Oleh sebagian pecinta keris, pamor asihan dinilai baik sebagai pendongkrak kharisma. Pamor ini tidak memilih karena cocok dimiliki siapapun. Malah ada yang meyakini pamor asihan memiliki tuah yang bisa digunakan untuk memikat lawan jenis.
Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.

Contact Person :
 

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Pin BB : D403E3C3 Email : admin@griyokulo.com

————————————

One thought on “Keris Kalawijan

  1. Ass wr wb apakah msh ada keris kalawijan ? Nomer HP WA 087887788055 edi . Saya jarang buka email . Saya lebih sering buka HP WA saya edi .

Tinggalkan Balasan ke Edi yahya hady . Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *