Mahar : 7,777,777,-(TERMAHAR) Tn. N Gambir, Jakarta Pusat
- Kode : GKO-193
- Dhapur : Carang Soka (Kiai Cakra Manggilingan)
- Pamor : Tunggak Semi
- Tangguh : Majapahit Abad XIV
- Sertifikasi : Museum Pusaka TMII No : 624/MP.TMII/XI/2016
- Asal-usul Pusaka : Rawatan/Warisan Turun Temurun
- Keterangan Lain : Pendok slorok lapis emas kemalo hitam, TUS Kolektor Item
Ulasan :
CARANG SOKA, adalah salah satu bentuk dhapur keris luk sembilan. Ukuran panjang bilah keris ini sedang, memakai kembang kacang, jalen, lambe gajah-nya satu. Selain itu memakai pejetan, tikel alis sraweyan dan greneng.
FILOSOFI, Carang merupakan ranting-ranting pohon yang walaupun kecil-kecil tetapi jumlahnya banyak, menjadikan pohon tampak rimbun, sedangkan Soka adalah serapan dari Asoka, berasal dari bahasa Sansekerta; Shoka (sedih) dan A (tidak) jadi artinya bunga asoka adalah bunga pembebas/penawar kesedihan. Soka/asoka adalah tanaman hias yang banyak digemari karena karakteristik morfologinya yang unik dan jenisnya bermacam-macam.
Dugaan kuat mengenai asal usul tanaman ini lebih cenderung kepada negara India, dimana di negera tersebut memiliki beragam jenis tanaman Soka. Penyebaran tanaman Soka bisa jadi tidak terlepas dari peran para pendeta beragama Hindu. Termasuk salah satunya ke negara kita. Dalam hubungannya dengan kepercayaan umat Hindu terhadap bunga Soka dimana adalah pohon ini sering diasosiasikan dengan lambang cinta dan kesucian sehingga sering digunakan sesaji untuk persembahan dewa Siwa dan Wisnu. Juga merupakan simbol pengusir kesedihan, hidup bersuka hati sehingga mereka meyakini dengan membawa bunga Soka kemanapun pergi, maka mereka akan mendapatkan kesenangan dan selalu diliputi perasaan bahagia.
Bunga soka awalnya hanya sebagai tanaman liar type perdu. Dengan penampilan bunganya yang memancar seperti kembang api dan hidup di hutan-hutan liar, tidaklah mengherankan bila orang-orang Eropa menjulukinya dengan flame of the wood atau api dari hutan. Selain macamnya beragam tanaman hias ini juga multi fungsi, diantaranya jaman dahulu banyak ditanam di halaman-alaman keraton dan rumah bangsawan, juga digunakan sebagai pagar hidup candi dan kuil.
KIAI CAKRA MANGGILINGAN, Cakra diartikan seperti cakram / roda. Manggilingan berasal dari kata giling;bahasa jawa (berputar/menggerus). Cakra manggilingan tidak lain merupakan gambaran dari roda yang berputar. Tiga komponen utama yang membentuk Cakra Manggilingan adalah kemarin, hari ini dan hari esok. Yang berbuah pada hari ini adalah hasil menabur benih yang kita lakukan di masa lalu dan apa yang kita tanam saat ini akan dipanen di hari esok. Cakra Manggilingan membantu kita mencermati siklus kehidupan alam sekitar dan juga didalam diri kita sendiri, mengingatkan kita agar selalu mawas diri dan tidak cepat putus asa. Ketika kita berada pada titik nadir, kita akan tetap optimis dan termotivasi agar selalu berusaha mencapai posisi teratas. Sebaliknya, ketika kita berada pada posisi puncak, kita tidak boleh sombong karena semua bisa menggelinding itu berbalik arah.”
TANGGUH MAJAPAHIT, adalah salah satu tangguh yang mempunyai penggemar fanatiknya tersendiri. Perpaduan antara Eksoteri (bahan material dan garap kasat mata) dan Isoteri (berhubungan dengan angsar, tuah dll) dianggap sebagian kalangan menyatu dalam komposisi dan harmonisasi yang pas. Material logam dan garap tempa lipat keris Majapahit dianggap lebih baik daripada keris Mataram, begitu pula dengan angsar keris Majapahit dipercaya penggemar isoteri diatas rata-rata tangguh lainnya. Seperti pada bila Carang Soka ini di usianya yang sudah berabad-abad masih bisa menunjukkan keutuhannya. Keutuhan semacam ini hanya bisa diwujudkan dari material bahan pilihan dan perawatan turun temurun yang baik dan benar.
Besi yang halus kehijauan (nyamber lilen), dengan spasi tempa yang rapat dan halus menunjukkan kematangan tempa yang mumpuni dari sang Empu. Gandiknya yang pendek miring (amboto rubuh) adalah khas keris-keris tangguh sepuh, bentuk kembang kacang kecil seperti kecambah, wasuhan pamornya tampak pandes, dalam rasa pandangnya tampat kesit, luwes namun angker. Panjang bilahnya berukuran sedang, luknya tidak begitu rapat, makin ke atas makin ramping sehingga berkesan runcing, condong lelehnya miring tetapi berkesan satriya, Pada bagian ganja rata, ri pandhan huruf dha nya jelas. Warangka branggah dengan pendok slorok krawangan lapis emas dan kemalo hitam (dahulu biasa dipakai oleh panewu mantri) yang menyertainya sudah sangat cocok mendampingi. Tidak ada pekerjaan rumah lagi.
PAMOR TUNGGAK SEMI, adalah salah satu motif pamor yang selalu terletak di bagian sor-soran suatu keris, tombak atau senjata pusaka lainnya. Bentuknya merupakan garis yang tidak beraturan, berlapis dan pada bagian puncak bentuknya seolah-olah sedang “tumbuh” seperti tunas yang bersemi.
Tunggak (akar atau batang pohon yang sudah ditebang yang masih mengakar ke tanah dan berpeluang untuk hidup subur kembali), Semi (bersemi atau tumbuh kembali), artinya sesuatu yang dianggap sebagian orang tidak ada artinya (mati) dengan campur tangan Yang Maha Kuasa bisa kembali hidup dan besar seperti sediakala, atau dengan kata lain menggambarkan sesuatu dari yang kecil nantinya akan menjadi sesuatu yang besar. Pamor ini sangat disukai oleh para pedagang atau para pemutar modal, karena percaya bahwa tuah pamor ini dapat membantu membalikkan usaha dari yang selama ini merugi menjadi memperoleh keuntungan, mengawal perjalanan usaha mereka, dari yang akan atau sedang memulai suatu usaha baru (diversifikasi) hingga membesarkan usaha yang telah ada sampai berhasil mendapatkan hasil yang dicita-citakan. Pamor Tunggak Semi tergolong pamor tiban, tidak dirancang lebih dahulu oleh sang Empu, sering dianggap berkah khusus dari Yang Maha Kuasa. Benar adanya bahwa suatu keberhasilan atau kesuksesan adalah di tangan Tuhan sedangkan manusia hanya bisa berusaha secara fisik maupun non fisik.
Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan
Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Pin BB : 5C70B435 Email : admin@griyokulo.com
————————————










