Kujang Lanang

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 2,950,000,-(TERMAHAR) Tn SW Kebayoran Lama, Jakarta Selatan


 kujang-lanang kujang-lanang-cirebon
  1. Kode : GKO-171
  2. Dhapur : Kujang Lanang
  3. Pamor :  Kulit Semangka
  4. Tangguh : Cirebon XV
  5. Sertifikasi : Opsional
  6. Asal-usul Pusaka : Pangandaran, Jawa Barat

warangka-kujang katalog-kujang
 Ulasan :
Dalam Wacana dan Khasanah Kebudayaan Nusantara, Kujang diakui sebagai senjata tradisional masyarakat Jawa Barat, tepatnya di Pasundan (tatar Sunda) dan Kujang dikenal sebagai senjata yang memiliki nilai sakral yang menempati satu posisi khusus serta mempunyai kekuatan magis. Bentuk senjata ini cukup unik, dari segi desainnya tak ada yang menyamai senjata ini di daerah manapun. Kujang tidak hanya terdapat di wilayah provinsi Jawa Barat, tetapi juga di berbagai tempat di Jawa Tengah dan Jawa Timur (termasuk pulau Madura). Berdasarkan struktur fisik dan materialnya, berbagai kujang tersebut memiliki kesamaan dengan kujang yang ditemukan di wilayah Jawa Barat. Istilah “Kujang” lebih populer di Jawa Barat, sementara di wilayah Jawa Tengah dan Timur lebih dikenal dengan istilah “Kudi” dan “Cangak”. Penamaan “Kujang” hanya terbatas pada kategori atau klasifikasi kujang “Ciung”, “Kuntul”, dan beberapa jenis kujang lainnya. Sebaliknya “Kudi” yang lebih populer di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, dikategorikan ke dalam “Kujang Pamangkas”.
Di wilayah Nusantara pada umumnya perkakas “kudi” (secara perupaan menyerupai tanduk rusa) menjadi senjata berburu dan alat pemotong. Kudi ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, antara lain; kepulauan Alor, Jawa, Madura, Bali, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Konon khodiq di pulau Madura berevolusi sebagai senjata umum yang disebut “calok” atau kudi calok (calok Monteng) hingga mencapai bentuknya (secara evolusif) yang sekarangkita kenal disebut celurit atau clurit. Sementara di pulau Jawa pada umumnya kudi mengalami evolusibentuk dan berkembang menjadi bentuk perkakas yang disebut bendo arit (kudi bendo) atau arit (secara fungsional).
Kujang (untuk wilayah Pasundan) adalah sebagai senjata yang memiliki nilai sakral dan mistis (sarana ritual). Sangat jelas bahwa kudi dan kujang berkembang berbeda fungsi. Kudi menjadi perkakas fungsional di Jawa bahkan mungkin seluruh Nusantara, sementara kujang lebih spesifik berkembang dan berevolusi di wilayah Pasundan (pulau Jawa secara umum?). Kujang berfungsi sebagai benda spiritual atau lebih dikenal dengan istilah pusaka dan jimat (azimat). Multi fungsi kudi itu antara lain sebagai perkakas pemotong padi (sabit), sebagai alat bela diri. Sementara kujang berfungsi sebagai medium spiritual , simbol status dan ajimat (pajimatan) atau sipat kandel (piandel).
kujang-geni-atau-lanang kujang-geni
Banyak orang memberi makna terhadap kujang. Beberapa peneliti menyatakan istilah kujang berasal dari kata Ku Jawa Hyang atau Ku Dyah Hyang, dengan tahapan: Kujang asal kata dari Kudi Hyang atau Ku Dyah Hyang yang menunjuk kepada Ku Dayang Sumbi. Pernyataan tersebut sebagai wujud dari dimulainya sistem ketatanegaraan di wilayah Nusa Kendeng atau Dwipantara (nama pulau Jawa saat itu). Kujang merupakan produk budaya masyarakat Peladang. Penamaannya cenderung kepada makhluk- makhluk yang banyak hidup di daerah ladang pertanian. Seperti contoh penamaan kujang naga, karena dianggap bentuk perupaannya menyerupai naga, kujang ciung karena dianggap bentuk perupaannya menyerupai burung ciung dan sebagainya. Morfologi bentuk kujang yang dipadankan dengan dinamika bentuk burung (manuk) dan proses kelahiran dan hidup manusia. Bentuknya merupakan manifestasi wujud manusia sebagai ciptaan yang sempurna.

transformasi-kujang-naga transformasi-kujang-ciung

KUJANG memang tidak sembarang diperlihatkan kepada orang lain. Biasanya benda pusaka ini disimpan di langit-langit rumah tinggal, leuit (lumbung padi), atau di tempat yang terpisah dengan senjata-senjata. Kujang Geni atau Kujang Lanang, bentuknya menyerupai api yang membakar, sebagai simbol sebuah semangat, konon kujang lanang ini dulunya banyak diberikan sebagai tanda cinta kasih seorang suami kepada istri, sebagai lambang perlindungan serta penjaga kehormatan (bela pati).
Sebagai benda pusaka, kujang juga tidak dibuat dengan sembarangan. Tapi memerlukan waktu khusus, tempat yang khusus, serta orang yang khusus. Seperti misalnya seorang Guru Teupa (penempa kujang), saat membuat kujang harus dalam keadaan suci. Dan keadan suci tersebut dilakukannya dengan cara berpuasa. Selain dalam keadaan suci, seorang Guru Teupa juga diharuskan memiliki daya estetika dan artistika yang tinggi. Sehingga ia harus memiliki ilmu kesaktian sebagai sarana keterampilan dalam membentuk bilah kujang yang sempurna serta mampu menentukan ‘Gaib Sakti” sebagai tuahnya. Sedangkan tempat khusus unuk memuat (menempa) kujang disebut Paneupaan. Saat ini selain nilai kearifan lokal, salah satu nilai kujang terletak pada tingkat kelangkaannya.
img_20160928_094643
Pusaka ini sudah dilengkapi dengan Kowak (sarung kujang) lamen berbentuk unik dengan detil eksen ukiran yang cantik, sangat layak untuk menambah jajaran koleksi atau klangenan di Gedong Pusaka pribadi.

 
 
Dialih-rawatkan   sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.
 

Contact Person :
 

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Pin BB : 5C70B435  Email : admin@griyokulo.com

————————————

 

One thought on “Kujang Lanang

  1. Kujang /keris dan tosan aji lain nya merupakan artefak CAGAR BUDAYA Nusantara ,boleh dimiliki dan di maharkan tapi sebaiknya tetap berada di Negeri ini jangan sampai di jual lepas ke luar . Karena artefak ini merupakan bagian dan bukti dari kekayaan budaya kita yang mampu memberikan rasa bangga dan spirit kebangsaan .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *