Mahar : 9.999,999,- (TERMAHAR) Tn. AP, Senen, Jakarta Pusat
1. Kode : GKO-363
2. Dhapur : Baru Karna/Baru Kuping
3. Pamor : Ngulit Semangka
4. Tangguh : Mataram Sultan Agung (Abad XVI)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 668/MP.TMII/V/2019
6. Asal-usul Pusaka : sinengker
7. Dimensi : panjang bilah 18,5 cm, panjang pesi 14,7 cm, panjang total 33,2 cm
8. Keterangan Lain : kolektor item
ULASAN :
BARU KUPING, yang kadang pula disebut Baru Karna, adalah salah satu jenis tombak lurus. Bilahnya pipih dan simetris dengan sedikit lekukan landai yang biasa disebut bangkekan. Lebar bilah di bagian atas bangkekan sedikit lebih sempit daripada di bagian bawahnya. Sedangkan di sisi kiri dan kanannya terdapat lekukan seperti anting/sekar kacang namun adapula yang hanya berbentuk lubang saja.
FILOSOFI, Kata “Baru” berasal dari kata Bra, yang artinya keturunan Brahmana, yaitu seorang resi yang kedudukannya atau kastanya paling tinggi berperan sebagai penasehat raja, pemuka keagamaan serta pendidik militer. Hal ini tidak lepas dari pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para brahmana tersebut di antaranya ilmu sosial, pengobatan, matematika, arsitektur, dan persenjataan.
Sementara kata “Karna” berarti telinga dan oleh orang Jawa sering disebut “kuping” sebagai bagian dari panca indera manusia, dimana telinga sebagai alat pendengaran yang obyeknya adalah suara. Jadi “Baru Karna” dapat diartikan sebagai telinga Sang Brahmana.
Seperti kita ketahui manusia terlahir di dunia ini berbekal empat sifat dasar yang mewarnai kehidupannya, yang sering diistilahkan dengan aluamah, sefiah, amarah dan mutmainah, atau yang biasa juga disebut dengan nafsu angkara, amarah, keinginan dan perbuatan suci. Nafsu-nafsu tersebut timbulnya dirangsang oleh anasir-anasir yang ada di dunia ini yang salah satunya masuk melalui telinga. Anasir alam yang masuk melalui telinga berwujud suara yang tidak enak didengar oleh telinga dan menyebabkan seseorang marah, kasar dan mata gelap.
Kuping yang memiliki arti pendengaran, bermakna manusia diberi telinga sebenarnya untuk mendengar. Mendengarkan kata-kata yang benar dan hal-hal yang baik. Untuk itu kita perlu ‘menguasai’ pendengaran sebaik-baiknya. Menguasai di sini diartikan sebagai memelihara mengatur ataupun mengendalikan. Hanya mereka yang mampu menguasai inderanya yang akan mendapatkan kehidupan yang penuh berkah (waranugraha).
Sementara bentuk dua lubang yang ada pada sisi kanan dan kiri bilah memiliki arti pendengaran yang harus selalu bertarung, yaitu suara atau hal-hal yang didengarkan melalui telinga kita hendaknya dapat dicerna dan diolah dengan ketajaman pikiran kita agar manusia menjadi bijaksana dan tetap dapat waspada.
TENTANG TANGGUH, Secara jujur tombak ini menjadi salah satu klangenan Penulis. Meskipun tidak macak (berhias diri) dengan pamor miring yang rumit dan kinatah gebyar emas berkilau yang menampilkan kemewahan, namun dalam kebersahajaan penampilannya seolah membawa ‘greget’ tersendiri. Di balik sebuah bentuk kesederhanaan seringkali menyimpan ‘sesuatu’ yang lain. Bukan sesuatu yang dibungkus dalam kesombongan yang dimunculkan untuk memenuhi harapan orang lain ataupun untuk mendapatkan penghargaan dari pihak lain. Seperti konsep diri manusia berubah-ubah sesuai dengan kebutuhannya. Semakin tinggi status sosialnya maka konsep dirinya akan berubah arah ke arah semula. Awalnya sederhana, lalu ia memunculkan konsep diri mewah, dan akan kembali ke konsep diri sederhana.
Tombak ini seolah menampilkan jejak perkawinan antara Jawa Kulonan dan Tengahan. Karakter kulonan begitu kental dari bentuk style, sedangkan ‘keagungan Mataram Islam’ mewakili karakter tengahan dari sisi materialnya. Besi pada tombak pusaka Baru Karna ini bisa dibilang spesial di atas rata-rata. Sangat lumer, diraba sangat halus hingga memunculkan guyonan seperti pipi bayi. Jika sedikit saja memberi minyak terlalu banyak, akan terlihat bulir-bulir minyak (mruntusi, Jw) menandakan tempaan bilah yang sangat padat sehingga minyak susah meresap ke dalam pori-pori besi. Beberapa orang malah menangguh besi Sedayu, terlebih jika membuka Serat Panangguhing Duwung diperoleh referensi jika tangguh Sedayu: ….. seblakipun garing, remeng-remeng (merak ati), wasuhipun lulut…. besinya kering, suram (menarik hati), wasuhannya serasi.
Tidak perlu disentil, karna hanya diketukpun sudah mampu menghasilan bunyi resonansi yang nyaring panjang, menandakan kematangan tempa sang Empu dalam membabarnya. Meski belum diwarangi ulang, namun masih bisa menampilkan detil kontras antara besi yang kebiruan, pamor yang putih dan baja yang abu-abu. Bentuknya yang sangat utuh, asal usul pemilik sebelumnya, kelangkaannya dan terutama peruntukannya menjadikannya layak diberikan label “kolektor item”.
Ada sebuah catatan menarik dalam serat kuno (dalam bentuk copyan) yang penulis dapatkan dalam ruang pustaka Museum Pusaka TMII. Buku ini berjudul Pakem Pusaka (Duwung, Sabet, Tombak) yang ditulis oleh oleh R.Ng Hartokretarto (1964) berdasarkan babon asli peninggalan R, Ng Ronggowarsito.Tombak dengan ciri-ciri yang ada seperti ini, disebut Baru Kembang Kuping, Dan tidak main-main, ternyata tombak dhapur seperti ini menjadi ageman ingkang sinuwun (Raja). Seperti pada gambar di bawah ini :
PAMOR NGULIT SEMANGKA, disebut demikian karena pamor yang dibuat oleh sang Empu mirip sekali dengan corak pada kulit buah semangka, yakni berupa beberapa garis lengkung dari bentuk garis lengkung terkecil kemudian melebar dengan lengkungan yang membesar, menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Dapat dikatakan bahwa garis-garis lengkung yang berirama pada pamor ngulit semangka ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun). Menjadi orang yang lebih percaya diri (optimis), bijaksana dalam memutuskan suatu permasalahan (dinamis), dan pandai dalam pergaulan untuk menyesuaikan dengan segala keadaan (flexible). Fase kehidupan yang kemudian berkembang untuk mencari jati diri, mau belajar dan menjalin kehidupan sosial agama. Yang nantinya akan membawa dirinya menuju ke dalam penyatuan diri melalui pasang surut keadaan, dan pada akhirnya harus kembali ke asalnya.
Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.
Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan
Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com
————————————