
Mahar : 7,000,000,- (TERMAHAR) Tn. T Jember

- Kode : GKO-239
- Dhapur : Sempono Bungkem
- Pamor : Wengkon (isen)
- Tangguh : Tuban Mataram Abad XVII
- Sertifikasi : Museum Pusaka TMII No : 483/MP.TMII/VIII/2017
- Asal-usul Pusaka : Semarang, Jawa Tengah
- Keterangan Lain : dhapur langka

Ulasan :
SEMPONO BUNGKEM, saat ini tergolong salah satu dhapur keris yang paling banyak dicari, karena menurut kepercayaan keris sempono bungkem memiliki taksu yang baik dimiliki oleh mereka yang dalam pekerjaan atau profesi sehari-harinya harus sering berdebat atau adu argumen, seperti hakim, jaksa, pengacara, duta besar, polisi/tentara yang mempunyai banyak anah buah, hingga ke manajer atau pengusaha yang memiliki banyak bawahan. Bahkan yang lebih ‘nyeleneh‘ lagi keris ini juga tidak hanya menjadi monopoli kaum atau profesi di atas, mereka yang menginginkan keluarga yang ‘samawa’ sering mencari dhapur ini sebagai piandel untuk membungkam ocehan mertua, mulut istri yang cerewet, hingga menjauhkan rasan-rasan (fitnah) orang lain baik di lingkungan kerja maupun kehidupan bertetangga (sosial). Bahkan mereka-mereka yang terjerat dengan masalah “hukum” seringkali membutuhkan dan percaya akan ‘taksu’ dhapur sempono bungkem sebagai salah satu sarana dukungan non fisik. Karena kepercayaan tersebut akhirnya berhubungan dengan kelangkaan pasar, sehingga banyak beredar keris dhapur sempono bungkem tiruan. Yang paling banyak ditemui keris sempana berluk sembilan dipotong atau diubah menjadi luk tujuh, kembang kacang ditarik ujungnya (odot) diubah menjadi bungkem atau dijadikan kembang kacang pogok sekalian.


macam-macam bentuk kembang kacang dan contoh kembang kacang bungkem
Sempana bungkem memakai ricikan : luk tujuh, memakai kembang kacang tetapi kembang kacang-nya bungkem, dimana ujungnya rapat menempel pada dinding gandik. Selain itu jika kembang kacang-nya pogok pun disebut sempono bungkem juga. Tidak ada ricikan lain, kecuali jalen, dan kadang-kadang memakai tikel alis. Karena memang ada beberapa nama dhapur keris yang menggunakan nama sempana, kebanyakan dhapur sempana ber-luk sembilan. Untuk dhapur sempana ber-luk sembilan selain sempana ada sempana kalentang, kemudian yang lurus ada sempana bener atau umumnya disebut sempaner. Dan yang berluk tujuh ada sempana panjul juga sempana bungkem yang paling terkenal dan banyak diburu kolektor untuk menjadi pusaka klangenan.
FILOSOFI, Sempono Bungkem adalah sebuah pitutur dan piwulang untuk lebih mawas diri. Anteng, Meneng, Jatmika merupakan sikap yang diharapkan ada dalam diri kita.
“Anteng”, berarti tidak banyak polah (gaya). Pembawaannya tenang, halus, tetapi jangan dikira tidak berisi. Dalam bahasa Indonesia ada pepatah “air beriak tanda tak dalam” dan “tong kosong nyaring bunyinya”.
“Meneng”, berarti diam tetapi bukan diam seribu bahasa atau acuh tak acuh dengan lingkungan. Pribadi yang meneng adalah orang yang bicara seperlunya dan mampu menempatkan diri. Telinga yang panas dan mulut yang gatal tidak akan dominan lagi. Terlukis dalam peribahasa “seperti padi semakin tua semakin merunduk”.
“Jatmika”, adalah segala tindak-tanduk yang berdasarkan kaidah norma dan kesusilaan. Siapapun yang melihat seorang yang “jatmika” akan terkesan melihat kharisma yang terpancar dan timbul wibawa serta rasa hormat, orang lain akan menjadi segan.
Orang yang “anteng” berarti polahnya tidak ribut seperti Buta Cakil. Orang “meneng” pasti tidak banyak bicara, dia berkata seperlunya seperti Yudistira. Lalu ksatriya “jatmika” adalah yang bertindak-tanduk “trapsila”, sesuai norma-norma kesusilaan bak Arjuna. Gabungan ketiganya akan memancarkan kharisma dalam kewibawaan, rasa hormat, dan rasa segan. Kalau ia pemimpin pasti dicintai rakyatnya. Kalau ia laki-laki barangkali digandrungi wanita.


TANGGUH TUBAN MATARAM, Sangat langka menemui keris Tuban dalam bentuk dhapur luk, karena bisanya 90% lurus dimana sebagai daerah pesisir Tuban lebih mementingkan sisi efektifitas dari sebilah pusaka. Kekhasan Tuban era Mataram terbawa dalam bentuk bilahnya yang tebal, mengikuti model keris Mataram. Berbeda dengan Tuban dalam pengaruh Pajajaran yang biasanya terwujud dalam bilah yang terbilang agak tipis, gandik dan sirah cecak agak bulat (buweng). Besinya berwarna lebih hitam dari keris Mataram atau Pajajaran, padat dan seratnya rapat, kadar bajanya pun banyak. Pamornya kelem dan pandes. Kelebihannya jika dilihat menggunakan kaca pembesar/mikroskop mini tampak garis wengkon-nya yang apabila dilihat dengan mata telanjang seolah 1 garis, ternyata berjumlah 2 garis.

Keunikan lain adalah sempono bungkem ini memakai bentuk gonjo wilut (merupakan salah satu dari beberapa bentuk gonjo keris, dimana bentuknya tidak datar juga tidak melengkung melainkan mirip huruf S tidur atau seperti ulat sedang berjalan). Melambangkan usaha manusia untuk mencapai tujuan perlu diraih secara bertahap dengan tekun dan sabar. Ragam bentuk gonjo tidak menentukan nama dhapur suatu keris, tetapi menjadi pertimbangan untuk menentukan tangguh-nya. Keistimewaan berlanjut dari bagian gonjo turun ke bagian yang sinengker yakni pesi/paksi (bagian tangkai keris yang masuk ke dalam hulu). Selain bentuknya yang kotak, mirip pesi-pesi keris tangguh singosari juga berpamor serupa dengan bilahnya (wengkon) sebagai pertanda pesi memang dibentuk dari bagian pangkal bilahnya.


Keberadaan nya berada di tempat yang kosong, namun walau demikian “Ada”. Sama juga dengan idiom jawa “adoh tanpa wangenan” yang berarti “jauh tiada bisa dijangkau”. Sebaliknya “kosong” itu dekat, sangat dekat dengan tubuh jazad makhluk hidup, namun “celak tanpa senggolan” atau “dekat tiada bersentuhan”. Sehingga bila disatukan menjadi : “Adoh tanpa wangenan, celak tanpa senggolan”. Jauh tiada terjangkau, dekat tidak bersentuhan”, adalah suatu kalimat yang umum dalam kehidupan budaya Jawa, yang dipergunakan untuk menyebutkan sifat Tuhan. Karenanya banyak penggemar isoteri meyakini kekuatan sebilah keris justru berada pada bagian pesi-nya, kurang menyukai bahkan cenderung menjauhi keris-keris dengan pesi yang sudah tidak wutuh lagi. Hingga bagian pesi yang karena suatu ketidaksengajaan patah dan tertinggal di dalam hulu disimpan untuk dijadikan jimat(pegangan).
PELET KENDIT, adalah bentuk gambaran yang terlukis pada permukaan kayu warangka, hulu keris atau pada tutup tombak, dimana gambarannya berupa garis coklat tua kehitaman atau putih yang melintang mendatar pada permukaan warangka, hulu atau tutup tombak. Gambaran pelet kendit yang bagus yakni garis pada berbaris rapat, seratnya miring ke kanan (ngiris tempe), bagian depan dan belakang harus melingkar sempurna (tepung gelang) dan melintang terhadap arah serat kayu. Kayu yang mungkin mempunyai pelet kendit ada beberapa diantaranya, paling favourite timoho, kemudian kayu elo wana, kayu pakel, mawar hutan dan asem.

Gambaran keris pelet kendit ada beberapa macam bentuknya sehingga untuk membedakan satu dengan yang lainnya diberikan nama atau julukan yang berbeda-beda. Diantaranya antara lain; kendit wutuh (paling mahal, garisnya cukup tebal lebih dari 5 mm dan melingkar utuh), kendit ilat-ilatan (bentuk garisnya mirip lidah api), kendit lawe (garisnya kurang lurus, kadang-kadang bergelombang dan relatif tipis garisnya), kendit rante (garisnya mirip bulatan besar-kecil yang rapat) dan lain-lain. Pemilik keris dengan warangka pelet kendit dipercaya dapat mudah mengikat pelanggan, pengikut dan orang lain di bawah pengaruhnya hingga mudah menyimpan harta benda.
–
Pada warangka ini tak cukup puas dengan satu garis yang melingkar (kendhit), melainkan dua sekaligus. Warna peletnyapun sedikit berbeda dengan pelet asem yang biasanya lebih berwarna kemerahan, sedangkan pada pelet ini lebih berwarna kecoklatan mirip kayu timoho yang berasal dari daerah Jawa Timur.
–
PAMOR WENGKON (ISEN), wengkon atau tepen atau biasa juga disebut pamor lis-lisan adalah nama pamor yang bentuk gambarnya menyerupai bentuk bingkai di sepanjang tepi bilah keris. Pamor ini tergolong pamor rekan, yakni pamor yang bentuknya dirancang terlebih dahulu oleh sang Empu. Dipercaya mempunyai tuah untuk segala perlindungan, ada juga yang mempercayai bisa membantu pemiliknya tahan segala macam godaan. Pamor ini tergolong tidak pemilih, siapa saja dapat memilikinya. Walaupun tampaknya sederhana, keris dengan pamor wengkon pada prakteknya termasuk susah dibuat, hanya oleh Empu yang sudah berpengalaman. Terlebih jika diperhatikan dengan kaca pembesar, ternyata garis wengkon yang terdapat pada keris-keris sepuh umumnya bukan terdiri 1 garis, seringkali 2 atau lebih, berbeda dengan wengkon buatan baru. Sedangkan Isen adalah pamor yang terdapat di bagian dalam lis-lisan.
–
Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.
Contact Person :
Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan
Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Pin BB : D403E3C3 Email : admin@griyokulo.com
————————————