Kawruh Landheyan – Mas Ngabehi Karya Buntara

Pandangan dari Mas Ngabehi Karya Buntara, Abdi Dalem Mantri Tukang Landheyan yang dijelaskan,

1. Nama kayu yang bisa dijadikan landheyan
2. Macam-macam nama landheyan dan ukurannya
3. Bentuk landheyan
4. Nama alat-alat untuk membuat landheyan
5. Urutan pembuatan (hal 2)
6. Nama-nama bagian dari landheyan
7. Cara mengambil kayu dari hutan sampai menjadi calon
8. Pengolahan kayu
9. Hitungan ukuran landheyan dari yang baik, keterangannya seperti dibawah ini :

I. Nama Kayu

  1. Waru, warnanya putih kekuningan (hal 3) berat ringan, seratnya kasar, pilihannya yang seratnya padat serta bobotnya agak berat, waru ini paling baik dipakai untuk landheyan panjang, karena ringan dan ulet.
  2. Timaha, warnanya putih dan bercorak hitam, coraknya warna-warni, seperti : sembur, tutul, daler, encok sekar atau tembelang-tembelang. pilihannya yang pelet atau banyak corak dasarnya (hal 4), timaha ini paling baik untuk landheyan pendek, yang panjangnya dua dhepa, karena kurang ulet.
  3. Kayu Garu, warnanya ungu belang-belang hitam, seratnya ada yang halus ada yang kasar, bobotnya berat, karena berminyak.
  4. Walik Elar, warnanya kuning lurik-lurik, seratnya seperti udang, bobot sedang, masuk dalam golongan kayu yang mudah patah.
  5. Janglot, warnanya putih, (hal 5) serat halus, bobotnya berat, dan ulet.
  6. Walikukun, warnanya merah sama dengan warna kayu sawo, serat halus, bobot berat, dan kuat.
  7. Therok, warnanya merah dan ungu belang seperti kayu garu, bobot berat, serat halus, dan kuat.
  8. Areng-arengan, warnanya hitam kusam, serat halus, bobot berat, dan kuat (hal 6)
  9. Aruman, sewarna tima, dasarnya kuning, peletnya hitam
  10. Kalak kambing, juga seperti tima, dasarnya kuning, bobot berat, keras, tetapi coraknya merembet dan lunak.
  11. Kalak Basu, warnanya hitam seperti tima, mudah busuk, seratnya kasar
  12. Gedhondhong, warnanya putih, seratnya kasar, bobot sedang.

Kembali ke kayu waru, yang bagus berasal (hal 7) dari tanah barat, lebih baiknya mendapat kayu yang wangi, seratnya padat, kuat ulet, ciri- cirinya apabila di pethel ada kilapnya sebentar. Sedangkan kayu Garu, Therok, Areng-areng itu sama dengan kayu dari tanah seberang akan tetapi tidak bisa diketahui asalnya, serta kayu garu ini ada dua : 1. Garu Rames, baunya harum, 2. Garu Baya baunya hanya tahan sebentar, selain tiga kayu tiga (hal 8) ini semuanya berasal dari pulau jawa.

 II. Nama dan Ukuran Landheyan

1. Blandaran, panjangnya 3 atau 3,5 dhepa
2. Panurung, panjangnya 2,5 atau 3,5 dhepa
3. Pegon, panjangnya 2 atau 3,5 dhepa
4. Tlepak, panjangnya 1,5 dhepa atau paling pendek 1 depa
5. Towok, panjangnya 1,5 dhepa atau paling pendek 1 depa
6. Limpung, panjangnya 1,5 dhepa paling pendek 1 depa

Akan tetapi yang membedakan tlepak, towok, dan limpung seperti ini: (hal 9)

  • Templak, perabotnya sama dengan tombak
  • Towok, perabotnya menggunakan gombyok di pasang dibawah lagri yaitu wegig.
  • Limpung ini bentuknya meruncing, tutupnya gilig seperti landheyannya, semakin ke bawah semakin kecil sampai tunjung.

III. Bentuk Landheyan

  1. Dinamakan ngusus, karena bentuk landheyan dari pangkal sampai ujung lurus [hal.10] saja dan bagian tengah tidak membesar, sering digunakan untuk landheyan yang panjangnya 2,5 dhepa atau lebih.
  2. Dinamakan ngadhal meteng, karena bentuk pangkal dan ujung landheyan kecil, sedangkan bagian tengah besar, digunakan untuk landheyan yang panjangnya 1,5 dhepa.

sedangkan tombak yang landheyan panjangnya 2 dhepa, bisa menggunakan bentuk ngusus atau ngadhal meteng juga, sesuai dengan selera,(hal 11) akan tetapi jika menggunakan bentuk ngadhal mêtêng, bagian tengah yang membesar agak di geser ke bawah.

IV. Nama Alat-alat Untuk Membuat Landheyan

  1. Pethèl, untuk memotong bahan, atau untuk memasang tunjung, bentuknya[hal.19] seperti   dibawah ini.

2. Pasah kiping, untuk memasang grabahan, bentuknya seperti dibawah ini.

3. Gergaji, untuk memotong, bentuknya seperti dibawai ini [hal 20]

4. Pasah sugu 2 biji, 1 grabahan, panjangnya 1½ lebar tangan, 1 pangalus, panjangnya 2 lebar tangan, pucuknya agak melengkung ke atas bentuknya seperti dibawah ini.

5. Kikir besar kecil, untuk memasang karah lagri dan lain-lainnya, serta[hal.21] merapikan bentuk

6. Pangot, untuk membentuk kasar yang akan dijadikan perabot, bentuknya seperti dibawah ini:

7. Jara, untuk melubangi tempat pesi tombak, bentuknya seperti di [hal.22] bawah ini:

8. Dhalangan, kayu dibalik, sisinya berlobang sebesar landheyan, alat untuk meluruskan landheyan, bentuknya seperti dibawah ini:[hal.23]

V. Urutan Pengerjaan

Bahan landheyan yang baru saja di ambil dari hutan, tentu masih besar, atau belum rata, ini lalu dipotong hanya memilih yang bisa digunakan. Apabila kayu masih balokan, dipotong diambil kelurusannya ditempatnya dahulu [hal.24], kemudian dipotong menjadi delapan, bila sudah menjadi seperti ini namanya menjadi pêthèlan. Bila sudah menjadi pêthèlan, lalu di pasah kiping, dipasah dengan dua tangan, landheyan di letakkan ditanah lalu diinjak. Selesai digrabahi menggunakan pasah sugu celak, diarahkan gilignya, serta diarahkan mengikuti badannya. Setelah dipasah menggunakan pasah [hal.25] sugu untuk mendapat kekencangan dan gilignya juga, ini sudah dinamakan bakal jadi (calonan).

Landheyan kebanyakan tentu ada yang bengkok, agar menjadi lurus harus ditekuk sedikit, kurang lebih seperti ini, landheyan yang bengkok dibungkus pelepah pisang lalu dimasukkan bumbung yang masih basah, pelepahnya jangan sampai lepas, lalu dipanaskan di batu arang, bila landheyannya sudah sangat panas, tanda air dari pelepas pisang mendidih dan banyak yang meresap ke landheyan, lalu diangkat, dilipat di dhalangan, bagian yang bengkok dijepitkan pada dhalangan, ujung dari landheyan tadi diberi beban gantungan (dhalangan itu disandarkan pada pohon atau tiang) [hal.27] . Bila sudah lumayan dingin lalu dibuka, ini berlaku bila memakai kayu waru, untuk kayu tima walikukun dan lain-lain, mengambil dari dhalangan harus agak panas sementara. Apabila sudah lurus kemudian dipasah lagi setengah jadi. Selanjutnya dipasang perabot seperti karah, agri, sopal, tunjung, apabila memakai grendim maka grendimnya juga disetel, [hal 28] agar landheyan menjadi lurus dan bagus.

Selanjutnya diselesaikan wangun pembuatannya berdasarkan perabotnya, artinya dibagian pangkal mengambil berdasarkan besarnya sopal, di ujung mengambil besarnya lagri, dengan sarana pasah penghalus, atau kikir. Apabila sudah lurus dan halus bulatannya, kemudian digosok dengan wacu calep [apabila sekarang lebih baik ambril] apabila sudah halus dan hilang [hal 29] bekas dari pasahan dan kikiran, kemudian di amplas lagi sampai halus hilang bekas ambril, kemudian digosok dengan (kawul) sisa pasahan, agar hilang kotorannya. Dan digebeg dengan tangan, sampai mengkilat dan licin, landheyan sudah jadi.

Kemudian di pacak, macak itu menyetel tombak dan landheyan, dengan dijabung. [hal 30] Kemudian dipasang godhi, menggunakan godhi atau yang lain sesuai selera.

VI. Nama-Nama Bagian Dari Landheyan

Landheyan adalah gagang tombak yaitu sebagai pegangan, kegunaannya sebagai perabot seperti gambar di bawah ini :

“gambar nomer 1 ini gambar pethiting landheyan, alatnya dinamakan :

1. Karah [hal.12]
2. Godhi
3. Lagri

Gambar nomer 2 adalah pangkal landheyan, alatnya dinamakan :

4. Sopal.
5. Tunjung

perabot tlêmpak ini sama dengan perabot tombak, bila perabot tombak tambah satu, dinamakan wêgig, bentuknya gembyok songo dibawahnya lagri, seperti [hal.13] gambar di bawah ini:

Limpung termasuk wahos atau tlêmpak, akan tetapi bentuk dan perabotnya bukan wangun, bentuknya seperti dibawah ini:

[hal.14]
1. Tutup
2. Karah warongka
3. Karah ing wahos
4. Karah landheyan
5. Sopal
6. Tunjung

Perabot landheyan yang bernama karah, lagri sopal, dan sejenisnya yang akan dibuat bermacam-macam seperti: jêne, salak, suwasa, mamas, kuningan, tetapi tunjung meskipun dimiliki oleh Ingkang Sinuhun terbuat dari mamas [hal.15] atau besi.

Karah Lagri ini ada yang ditatah motif bunga yang bagus, ada juga yang polos. Namun godhi pada jaman dahulu hanya ditali keduk yang lebat, atau rambut, besarnya seperti lidi yang kecil, jumlahnya dua biji, yang satu talinya ke kiri, satunya ke kanan, lalu ditalikan bersama mulai dari karah sampai di lagri, ini bentuknya seperti [hal.16] klabangan. Kedua godhi itu awet uletnya, lama kelamaan terlihat halus, serta cerita para orang tua, memiliki daya yang teguh, menjadi singa menjalankan tugas tidak kembali.

Ada juga godhi kawat salaka ditali lalu dipakai godhi seperti di atas tadi.

Sulam, ini godhi duk seperti diatas tadi tetapi dengan disulami dengan janur, seperti anam kepang [hal.17] bentuknya seperri dibawah ini:

Blongsong ini gantinya karah lagri godhi, yang dipake jêne, salak, atau suwasa bentuknya yaitu [saistha] pasangan karah lagri godhi, gambarnya seperti dibawah ini:

namun blongsong ini tatahannya selain anam kepang ada lagi limaran [hal.18], dan êndhog mimi.

Grêndim, ini karah yang panjangnya sepanjang godhen, mulai dari lagri sampai ujung landheyan, yang dipakai têmbaga, atau salaka, selanjutnya hanya ditumpangi godhi, tetapi bila sudah blongsong tidak memakai grêndim.

VII. Pengambilan Kayu Waru Dari Hutan

Kayu Waru Gunung itu daunnya keriting dan bulunya panjang, pohon lurus ranting tumbuh di ujung pohon. Yang sudah dapat digunakan untuk landheyan paling tidak dapat dibagi menjadi 4 bagian : pembagiannya di ambil panjangnya, lebih baiknya pohon waru yang akan di bagi di potong terlebih dahulu tepat di bawah ranting yang [hal 31] paling bawah, kemudian didiamkan sebentar, selanjutnya di potong dari atas dengan sedikit demi sedikit sampai bawah, karena apa bila ditidurkan sering patah.

Apabila sudah jadi potongan kemudian di pethel sampai lurus, dan dipasah kebulatannya, penyimpananya harus berdiri di tempat yang teduh jangan sampai kehujanan dan jangan diikat menjadi satu [hal 32] agar tidak bengkok.

VIII. Pembuatan Landheyan

Di jaman kuna Landheyan ini apabila sudah jadi calon selanjudnya diolah, pengolahannya dengan kakeplok dan kagedhug.

  1. Keplok, ini dengan dipukulkan pada air setiap pagi sebanyan sepuluh pukulan, selama satu tahun.
  2. Gedhug, hal ini dengan dipukulkan pada tanah sekuwat mungkin setiap [hal.33] pagi, lamanya setahun.

IX. Petung Landheyan

Tombaknya dipasangkan pada Landheyan yang dibuat, mulai akhiran Landheyan diratakan dengan Pesi, kemudian dibolak- balik sampai ujung Landheyan, ketemu beberapa lipatan kemudian diambil empat- empat sisanya berapa, apabila sisa:

  1. Dhawah songga, baik.
  2. Dhawah rungga, jelek sekali. [hal.34]
  3. Dhawah sarah, jelek.
  4. Dhawah watang jelek.

“ jadi apabila membuat Landheyan itu sebelum memasang perabot harus dihitung terlebih dahulu”.

Ukuranya godhi mulai dari lagri sampai karah sama dengan lingkaran kepalanya sendiri, mulai dari mata kiri melingkar sampai mata kanan. Ukuran panjangnya sopal sama dengan mengira-ngira “miliknya” sendiri [hal. 35] ketika bangun tidur.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *