Pendekar Besi Milenium

Sang Bintang Baru, Keris Kamardikan

Dalam obrolan kecil-kecilan dengan sesama rekan sutresna keris, Penulis mencermati ada banyak keinginan pada rekan-rekan se-hobby untuk membuat sendiri tosan aji dengan label tangguh “kamardikan”. Beberapa kawan memilih untuk mutrani dhapur  atau tangguh tertentu karena ingin memuaskan hasrat yang belum terpenuhi dimana merasa tidak pernah beruntung mendapatkan keris yang sejak lama menjadi incarannya. Sebagian lagi berusaha mewujudkan “ide liar” akan sebuah dhapur dan pamor yang belum ada atau tercatat dalam kawruh padhuwungan, dengan material yang dipilah sendiri mulai dari meteor sebagai bahan pamor hingga besinya. Dan sebagian kecil lagi, yang menganut paham isoteri ingin memiliki keris yang cocok dan memang diperuntukkan untuk dia. Sisa yang lain mengatakan hanya ingin punya saja. Ternyata beragam motivasi untuk memiliki keris kamardikan. Lalu apakah keris Kamardikan itu? dan pertanyaan selanjutnya  adalah dimana  bisa membuat keris “putran atau custom” tersebut? Untuk menjawabnya Penulis telah berjanji kepada rekan untuk menjadikan topik bahasan tersendiri di web griyokulo. Semoga tulisan kali ini bisa menjadi salah satu referensi bersama.

Setelah keris dideklarasikan sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity oleh UNESCO dalam fase selanjutnya keris sebagai sebuah artefak budaya seolah dihadapkan pada dua lingkup kekuatan, yakni kekuatan konservasi dan kekuatan progresi. Lingkup konservasi adalah pelestarian dalam hal merawat, menyimpan, mendokumentasikan keris sebagai pusaka budaya dan sebagai klangenan (sosio cultural), sedangkan pandangan progresif adalah sebagai perkembangan menuju perubahan atau modernisasi budaya dimana keris tak boleh hanya berhenti pada romantisme masa lalu, tetapi juga harus terus hidup dan berevolusi.

TANGGUH KAMARDIKAN, hampir semua orang sepakat rasanya bahwa keris-keris yang dibuat setelah NKRI lahir, disebut dengan tangguh kamardikan. Untuk pengertian yang menyangkut periode pembuatan ada argumen bahwa pada zaman dahulu ketika keraton masih menjadi pusat pemerintahan dan pusat budaya, dimana salah satunya menjadi pancer bentuk-bentuk keris, maka keris dikatakan sebagai tangguh nama Raja yang memerintah. Saat itu Keraton masih yoso (menahbiskan) Empu untuk kepentingan kerajaan. Dengan kata lain keris-keris yang diciptakan disebut sebagai tangguh Raja yang memerintah, misalnya Tangguh Sultan Agung, HB V, PB X dan lain-lain. Setelah masa kemerdekaan, tidak ada lagi tangguh PB XII (Surakarta) dan HB IX (Yogyakarta), karena kedua Raja tersebut tidak lagi mentahbiskan empu keris di lingkungan keraton. Oleh karenanya, tidak salah sejak itu keris-keris yang dibuat mulai tahun 1945 hingga sekarang disebut keris Kamardikan. Keris Kamardikan dapat pula dimaknai dengan adanya cerminan kekebasan berkreasi dan berinovasi dalam mengembangkan budaya keris ke depannya.

KAMARDIKAN: KARYA KLASIK (PAKEM) DAN KONTEMPORER, Pada penciptaan keris kamardikan klasik, ada suatu paradigma yang terus melekat bahwa keris yang bagus harus mengikuti pakem yang berlaku untuk segala gaya ciptaannya. Kata Pakem berarti pedoman pokok (kamus Bausastra Jw ; S, Prawiroatmodjo). Pada bentuk keris sendiri (dhapur dan pamor), telah tercatat pengetahuan tentang sekian banyak jenis dhapur dan pamor berikut nama-namanya. Batasan tradisi dari jenis dhapur dan pamor yang ada berkiblat dari hegemoni Keraton sebagai pusat budaya (mutrani). Pakem dapat dirunut (azas pembuktian terbalik) melalui kaidah keris yang dianggap “bagus”, kaidah-kaidah itu salah satunya yang sederhana antara lain penilaian mor-jo-si-ngun. Dari pengertian pamor atau bahan dan pelipatan, wojo atau baja, wesi atau besi dan wangun. Penilaian pamor, wojo dan wesi merupakan pedoman kualitas material dan teknik dasar. Pada kriteria selanjutnya yakni “wangun” mengandung pemahaman berbagai perspektif lanjutan, diantaranya divisualkan antara lain dengan lungguh-nya wilah pada gonjo, condong leleh, hingga detail-detail ricikan lainnya seperti sogokan, kembang kacang, greneng dan lain-lain.

Sedangkan pada keris kamardikan aliran kontemporer, seringkali dianggap menyeberang dari kaidah pakem. Jika karya klasik (pakem) lebih cenderung “mutrani” dhapur, pamor dan tangguh sebelumnya hanya dapat dipahami oleh komunitas terbatas yang paham akan tosan aji, maka karya kontemporer menuju kepada seni kriya universal yang dapat diterima banyak kalangan dan mengerucut kepada suatu persepsi dimana sebagai suatu kebebasan berekspresi seorang seniman dalam mengutarakan maksudnya sendiri (filosofis, simbolis, reka inspirasi). Pemahaman budaya yang berkembang bahwa budaya sentralistik keraton (pengagungan) telah bergeser menuju budaya progresif dengan pemaknaan yang bebas, sebagai contoh sederhana munculnya gelar keris (Kyahi, Kanjeng Kyahi) sebagai penanda sebuah karya yang tidak angker lagi, hingga munculnya karya dengan muatan kritik sosial yang serupa pada seni rupa Barat.

PENDEKAR BESI MILENIUM, beruntung penulis masih menyimpan sebuah Buku Katalog Hasil Lomba Pembuatan Keris Tingkat Nasional 2012. Buku ini diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Prov Jawa Timur UPT. Museum Negeri Mpu Tantular, dimana pada bagian isi bukunya memuat hampir sekitar 50 profil peserta dari berbagai daerah. Berikut adalah daftar profil Nama peserta lengkap dengan curriculum vitae (klik gambar untuk memperbesar) :

 pengrajin keris M Jamilpengrajin keris Basiriansyahempu rudi hartonopande besi Abdul rochim Griyokulogriyokulo -pande saiful bahrimisyanto sumenep griyokulo

 

Keris Kamardikan adalah bukti tidak hanya alam semesta dan manusia yang berevolusi menuju kepada kesempurnaan sesuai dengan kemajuan jaman dan peradaban manusia, namun juga keahlian dan ketrampilan pembuatan keris dari masa ke masa akan selalu menemukan benang merahnya sendiri. Sejarah tidak pernah akan lupa, selalu mencatat para pendekar-pendekar besi yang mendedikasikan hati, waktu dan tenaga pada dunia tosan aji. #kamardikanwhynot?

 *Mohon maaf jika ada kesalahan dalam menyebut nama, gelar, alamat, dan no HP karena foto hanya mengcopy dari buku katalog dan sifatnya silaturahmi rejeki semata.

2 thoughts on “Pendekar Besi Milenium

  1. Terimakasih sudah membuat blog griyokulo.com semoga mpu yang ada bukan saja dari tanah jawa, bisaditambah dari pande (mpu,) dari bali juga dari sulawesi selatan.

    1. Terima kasih atas apresiasinya bapak. Masukannya sangat berharga sekali, semoga ke depannya bisa memberikan referensi mengenai Pande/Empu dari luar Jawa. Terima kasih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *