Mahar : 3.450,000,- (TERMAHAR) Tn. AP, Senen – Jakarta Pusat
1. Kode : GKO-328
2. Dhapur : Carangsoka
3. Pamor : Beras Wutah
4. Tangguh : Segaluh (Abad XIII)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 1557/MP.TMII/XI/2018
6. Asal-usul Pusaka : Pangandaran, Jawa Barat
7. Dimensi : panjang bilah 32,5 cm, panjang pesi 5,5 cm, panjang total 38 cm
8. Keterangan Lain : warangka dusun
ULASAN :
CARANG SOKA, adalah salah satu bentuk dhapur keris luk sembilan. Ukuran panjang bilah keris ini sedang, memakai kembang kacang, jalen, lambe gajah-nya satu. Selain itu memakai pejetan, tikel alis sraweyan dan greneng. Konon menurut dongeng/mitos pancer dhapur Carang Soka pertama kali dibabar oleh Mpu Windudibya yang bermukim di Bali atas pemrakarsa Nata Prabu Lembuamiluhur (=Prabu Jayengrana) dari kerajaan Jenggala pada tahun Saka 1119.
FILOSOFI, Carang merupakan ranting-ranting pohon yang walaupun kecil-kecil tetapi jumlahnya banyak, menjadikan pohon tampak rimbun, sedangkan Soka adalah serapan dari Asoka, berasal dari bahasa Sansekerta; Shoka (sedih) dan A (tidak) yang berarti tanpa kesedihan atau atau sesuatu yang tidak pernah menimbulkan kesedihan. Secara filosofi tepatlah bunga ini dijadikan penawar bagi hati yang sedang sedih, asoka dapat menjadi pelipur lara, juga harapan akan tercapainya kedamaian jiwa, jauh dari kesedihan dan derita. Sehingga yang tertinggal hanya kebahagiaan dalam setiap hati manusia. Tidaklah mengherankan jaman dahulu pohon ini banyak ditanam di halaman-halaman keraton dan rumah bangsawan, juga digunakan sebagai pagar hidup candi dan kuil.
Bunga Soka juga merupakan salah satu bunga yang umum digunakan dalam persembahyangan. Bunga soka berwarna putih dipergunakan untuk penghormatan kepada Dewa Isvara. Sedangkan yang berwarna merah digunakan untuk penghormatan kepada Dewa Brahma. Dan yang kuning untuk penghormatan kepada Dewa Raditya dan seterusnya – semuanya adalah sinar suci dari Tuhan Yang Maha Esa dalam fungsinya masing-masing untuk menjaga keberlangsungan alam semesta beserta seluruh isinya.
Bunga Soka terkadang disebut juga dengan nama Kembang Jarum memiliki bentuk yang mirip jarum pada saat belum mekar. Jika mekar, maka kelopak bunganya yang kecil berjumlah empat akan terbuka sempurna, memamerkan benang sarinya. Bunga ini menjadi menarik karena setiap tangkai bunga terdiri atas puluhan hingga ratusan bunga kecil-kecil yang jika mekar semuanya membuat ukuran bunga secara keseluruhan menjadi cukup besar. Cukup jelas untuk terlihat diantara kerimbunan daun-daunnya yang hijau. Karenanya dhapur Carang Soka dipercaya membawa sugesti positif pemiliknya dalam melakukan diversifikasi usaha terutama dalam investasi atau dalam berbagai usaha produksi barang dan jasa.
TANGGUH SEGALUH, Secara umum keris/tombak yang diduga berasal dari jaman Segaluh mempunyai ciri -ciri sebagai berikut :
- Tantingan : enteng, kurang lebih sama dengan keris Majapahit atau Pajajaran
- Besi : ngrekes atau nyerat seperti keris Pajajaran
- Pamor : ngasap putih, beberapa ada yang mbludag (tumpah) sampai ke landep/tajamnya
- Baja : keras
- Bilah : tipis, garing, adegnya ndoyong (miring)
- Ganja : sirah cecak bundar, kecuali yang luk agak lancip, kebanyakan nguceng mati
- Gandik : pendek dan agak nonong/manyul, jalen motong gandik. sekar kacang mbuntil (kecil)
- Pejetan : umumnya tidak begitu dalam
- Sogokan : agak sempit, pucukan sogokan ngeri (runcing seperti duri) dan umumnya dangkal saja
- Ada-ada : kebanyakan tanpa ada-ada, kalaupun ada sederhana mirip ada-ada keris Pajajaran
- Kruwingan : dangkal saja di bagian sor-soran
- Luk : sangat tidak kentara (hemet), hampir seperti keris lurus
- Wadidang : tampak pendek, mblancir
Tanah Pasundan adalah tanah yang sangat subur, gemah ripah loh jinawi. Dengan kesuburan tanahnya, hampir dipastikan kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di tlatah tersebut mampu melakukan swasembada pangan sendiri. Dan kekuatan pertanian sejak lama menjadi salah satu indikator kuatnya ketahanan pangan suatu negeri. Tipikal masyarakat yang tinggal atau mempunyai daerah yang geografisnya subur, diberkahi banyak gunung, mata air dan sungai, berhawa sejuk hampir dipastikan masyarakatnya adalah mereka yang hidup cinta damai, tanpa harus agresi ke daerah lain. Secara normatif masyarakat ini tidak merasa khawatir akan kekurangan kebutuhan dasar; sandang, pangan dan papan, karena karena alam sekitar sudah ‘Maha’ menyediakan. Dengan latar belakang masyarakat agraris yang cinta damai, itulah keris keris pedalaman Barat (Pajajaran, Galuh, Pakuan) tercipta dengan tampilan ‘rasa’ yang khas. Kesederhanan adalah DNA-nya. Tak heran dari sudut pandang pecinta esoteri, keris Pasundan dipercaya memiliki perbawa adem ayem dan keberkahan, karena dibabar dengan ritual dan doa sebagai wujud syukur kepada bumi yang dianggap telah memberikan bermacam sumber kehidupan.
gandik nonong khas tangguh Segaluh
Demikian juga dengan keris Segaluh (Dahulu Kerajaan Galuh yang sekarang lebih dikenal dengan nama Ciamis memiliki perjalanan sejarah yang sangat panjang, 669-1482) bukanlah tipe keris yang ‘sombong atau pamer’ (gebyar). Ungkapan kesederhanaan dalam balutan estetika yang tinggi, termanifestasi dari caranya membuat gaya tekukan pada bilah (luk). Keris Segaluh jika tampil dalam dhapur ber-luk, seakan-akan terlihat seperti keris lurus (luk hemet), kebanyakan luk tujuh (7) dan luk sembilan (9) tidak lebih dari itu. Karakter yang paling kental adalah gandik yang menjorok ke depan (nonong, Jw), lebih maju daripada keris-keris lainnya bahkan tangguh Pajajaran sekalipun. Kembang kacang-nya pun terbilang unik, cenderung tipis kecil melengkung (mbuntil) manis pada gandik yang nonong tersebut. Pesi pada keris Carang Soka ini juga terlihat miring mengikuti sudut kemiringan bagian panitis, alhasil menghasilkan condong leleh yang sangat miring. Sebuah orisinalitas dari keris tangguh Segaluh yang masih terpelihara (tangguh lempoh).
PAMOR BERAS WUTAH, Padi, bagi masyarakat agraris, ternyata bukan sembarang tanaman. Ia merupakan tanaman unggulan (walaupun ada sebagian kecil daerah lain masih mengandalkan tanaman pokok lain) yang mempunyai kesejajaran dengan manusia. Padi/beras sering dipakai pula untuk menggambarkan masa makmur, yang dikontraskan dengan ketela atau gaplek yang identik dengan masa-masa susah (paceklik). Dalam cerita legenda Dewi Sri, padi dipandang berasal dari alam dewata, langit, surga, atau Yang Maha Kuasa.
Secara denotasi beras wutah adalah beras yang tumpah, sedangkan secara konotasi dalam pamor beras wutah terkandung rasa ucapan syukur atas berkat rahmat yang telah diberikan oleh Tuhan Semesta Alam. Rasa syukur atas hasil yang diperoleh dari perjuangan panjang memeras keringat, rajin dan tidak pernah menyerah dalam merawat tanaman padi agar menghasilkan produksi panen yang berlimpah. Bukti dari sebuah totalitas nyata seseorang dalam perjuangannya memberikan yang terbaik bagi keluarga, masyarakat sekitar dan rajanya (negerinya).
Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.
Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan
Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com
————————————