- Kode : GKO-177
- Dhapur : Sabuk Inten
- Pamor : Beras Wutah
- Tangguh : Mataram (Sultan Agung?) Abad XVI
- Sertifikasi : Museum Pusaka TMII No : 520/MP.TMII/X/2016
- Asal-usul Pusaka : Jakarta
- Keterangan lain : sedikit korosi pada bagian sogokan, pendok perak tembaga (celeng) bagian ujung pendok kurang sempurna

Ulasan :
BENTUK SABUK INTEN, memiliki makna: sabuk yang berarti ikat pinggang, sabuk digunakan dengan cara melingkarkan (nggubed) di badan atau lebih tepatnya dipinggang. Dan lambang atau arti dari sabuk tersebut adalah manusia harus bersedia untuk berkarya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka dari itu manusia harus ubed (bekerja dengan sungguh-sungguh) dan jangan sampai pekerjaannya itu tidak ada hasil atau buk (tidak ada keuntungan). “Hidup adalah perjuangan”. Dan inten yang berarti intan permata, jerih payah yang didapat ketika sudah melalui perjalanan panjang. Keris sabuk inten adalah simbol pusaka yang melambangkan kesungguhan dalam mencapai kesucian, kemuliaan, kemakmuran dan kekuasaan bagi pemakainya. Tak heran dulunya keris ini adalah banyak dimiliki oleh golongan saudagar/pedagang, hingga kini banyak diburu oleh mereka yang berprofesi sebagai entrepreneur/pengusaha.
Di sisi lain luk sewelas (sebelas) dalam Sabuk Inten, akan selalu mengingatkan kita bahwa hidup adalah anugerah Sang Pencipta dan buah cinta kasih Orang Tua kita, maka selayaknyalah untuk berbuat welas asih (peduli) kepada sesamanya (amal sedekah).
TANGGUH MATARAM, Agak jarang kita menjumpai keris Mataram dengan penampilan dan irama luk kemba (samar), tarikan luk mirip keris tangguh Cirebon Awal yang masih terpengaruh Tangguh Pajajaran. Material sabuk inten ini terasa sangat ringan, selain penanda matang tempa juga dimungkinkan banyak mengandung logam Ti (titanium), yaitu salah satu unsur dari bahan meteorit, dan kemungkinan pada zaman dahulu sebelum digunakan Ni (nikel) sebagai bahan pamor, unsur Ti inilah yang digunakan sebagai bahan pamor. Oleh karena mineral di Pulau Jawa (terutama pasir besi) juga mengandung Ti, maka dapat diduga bahwa Ti ini juga digunakan sebagai salah satu bahan besi tosan aji yang bisa diperoleh secara lokal. Ada kemungkinan juga bahwa unsur Ti inilah yang menyebabkan tosan aji zaman dahulu terasa lebih ringan apabila dipegang dibanding buatan sekarang. Titik lebur Titanium yang jauh di atas titik lebur Besi, Baja atau Nikel adalah sebuah pengetahuan metalurgi tersendiri yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Kembang kacang yang nguku bimo masih terlihat gagah sedangkan sogokan kandas waja (dibuat dalam sehingga pamor diatasnya hilang dan terlihat inti besinya) yang memiliki tingkat kesulitan pengerjaannya sendiri secara tidak langsung menjadi penanda dibuat oleh Mpu yang mumpuni. Ganja wulungnya yang rata menambah keunkannya sendiri.

GANJA WULUNG, adalah sebutan bagi ganja yang sama sekali tidak berpamor, sehingga keadaannya polos dengan warna hitam legam. Banyak pendapat yang mencoba memberi penjelasan mengapa sebuah keris yang bilahya berpamor bagus, tetapi ganjanya dibuat bercorak wulung.
–
Pertama, ada yang berpendapat bahwa keris itu adalah “keris bagus luar dan dalam” yang kemudian dibuatkan putran. Seringkali keris-keris pusaka yang dibutuhkan sebagai simbol dan kekuatan dari lembaga tradisional seperti keraton, dibuatkan duplikatnya (keris putran). Hal itu terjadi jika keris aslinya akan disimpan di gedhong pusaka, atau berlangsung pembagian kerajaan (sigar nagari) dan keraton yang baru membutuhkan duplikasi pusaka tersebut. Agar kesinambungan kedua keris terus terjadi, maka ganja dari keris yang asli diambil untuk ikut dilebur bersama bahan material logam lainnya yang telah disiapkan untuk membuat bilah keris baru. Sedangkan keris asli yang dibuatkan putran-nya tadi, dibuatkan ganja baru, yakni ganja wulung untuk meningkatkan kembali isoteri. Beberapa keris putran yang menjadi keris pusaka di Kasultanan Yogyakarta, diantaranya: KK Danuwara (dhapur Jalak Sangu Tumpeng) sebagai putran KKA Kopek, KK Panji Harjamanik (dhapur Pandhawa Paniwen) sebagai duplikasi dari KK Jakatuwa, KK Jakapratama, KK Wisa Mandra Aji, dan KK Tejakusuma (dhapur Sengkelat) sebagai putran dari KK Sengkelat. Tidak hanya kebiasan mutrani di lingkungan keraton, untuk lembaga kecil yang paling nyata yakni keluarga juga berlaku hal yang sama, seperti kisah seorang anak yang menginginkan pusaka seperti milik ayahandanya atau ceita seorang ayah yang ingin memberikan pusaka kepada anandanya.
–
Kedua, gonjo polos juga sering digunakan untuk menutupi keris yang bermutu baik dan ampuh, yang antara lain cirinya diketahui dari motif gambar pamor, agar tidak terlihat dari luar (pada saat disarungkan ke dalam warangka). Perlindungan demikian dimaksudkan agar keris yang bermutu dan dipercayai memiliki angsar yang baik, tidak mudah dideteksi lawan, atau diincar oleh mereka yang memiliki niatan jahat untuk mencuri, juga untuk menghindar dari incaran raja dan keluarganya (yang pada jaman dahulu tidak segan-segan untuk mengambil keris yang baik milik kawulanya jika memang menginginkannya).
–
Ketiga, ganja susulan juga banyak digunakan untuk kepentingan penggantian terhadap ganja yang sudah ada, baik karena ganja yang lama sudah rusak atau cacat, hilang, atau memang pemilik keris berkeinginan untuk mengganti dengan yang baru. Meski dapat saja pemilik keris menggantikannya dengan ganja yang lebih bagus, seperti dengan hiasan kinatah emas, namun untuk kasus penggantian ganja yang rusak atau cacat, menurut kebiasan yang berlaku dulu, pemilik keris akan membuat ganja baru yang bercorak wulung. Dengan ganja polos semacam itu orang akan mengetahui bahwa keris telah kehilangan ganja asli dan kemudian oleh pemiliknya dibuatkan sebuah ganja yang baru.
–
Keempat, sengaja dibuat karena pertimbangan estetika. Bilah yang berpamor ramai atau kontras, memang akan berpenampilan lebih indah disandingkan dengan ganja wulung agar keindahan pamor terfokus pada wilah.
–
PAMOR METEORIT, Benda angkasa yang jatuh dari langit jika masih tersisa di atas bumi dianggap sebagai “benda ampuh“. Tak heran, jika benda yang pernah melewati jarak ribuan, bahkan jutaan kilometer dan nyaris terbakar habis ketika memasuki atmosfer bumi ini, lalu dipakai oleh orang masa lalu sebagai bahan pembuat pamor keris. Keris berbahan baku dari batuan meteor dipercaya memiliki karakter dan keistimewaan tersendiri. Perkawinan Bapa Angkasa Ibu Bumi, kemanunggalan itu menjadi Anak satu tujuan. Orang Jawa memang gemar dengan hal-hal gaib, terkadang di luar akal, dan mengaitkannya dengan kenyataan hidup sehari- hari. Seperti pamor keris dari bahan meteor yang pasti jaman dahulu hanya bisa terjangkau oleh golongan mampu (ningrat), karena selain harga yang mahal tentu saja susah untuk diperoleh. Karakter meteorit pastilah pamornya bernuansa. Ada keabu-abuan dan ada yang jernih (ndeling).


PAMOR BERAS WUTAH, Filosofi Rezeki iku ora isu ditiru, senajan podo lakumu, iso bedo ning akehe bondho, iso ugo bedo ono ning roso lan ayeme ati, yo iku sing jenenge bahagia. Rezeki itu tidak bisa ditiru, walaupun sama kerjamu, hasil diterima pastilah berbeda, bisa beda dalam banyaknya benda, bisa juga beda di rasa berupa ketenangan hati, ya itu namanya bahagia. Karenanya percayalah bahwa rezeki itu sudah dicukupkan oleh Sang Pencipta tidak bakal tertukar maupun tidak bakal kurang adanya untuk mencukupi kebutuhan manusia dari lahir hingga datangnya mati.
Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.
Contact Person :
Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan
Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Pin BB : 5C70B435 Email : admin@griyokulo.com
————————————