Sombro Tambal Tiga

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 4.333,333,- (TERMAHAR) Tn. AI, Mamuju – Sulawesi Barat


1. Kode : GKO-421
2. Dhapur : Brojol
3. Pamor : Tambal
4. Tangguh : Cirebon (Abad XIX)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 353/MP.TMII/III/2020
6. Asal-usul Pusaka :  Cirebon
7. Dimensi : panjang bilah 22 cm, panjang pesi 6,3 cm, panjang total 28,3 cm
8. Keterangan Lain : pamor tambal tiga


ULASAN :

BROJOL, adalah salah satu bentuk dhapur keris lurus. Ada dua versi/varian bentuknya; yang pertama, panjang bilahnya hanya sekitar 15 sampai 22 cm, bilahnya tipis, rata. Bagian blumbangan yang ada hanya samar-samar saja. Gandhik-nya pun polos dan tipis. Biasanya memakai gonjo iras (menyatu dengan bilah). Kadang-kadang pula pada bilahnya ada lekukan-lekukan dangkal, seolah lekukan itu bekas ‘pijitan‘ dari jari tangan serta bagian pesi bolong. Keris brojol jenis pertama ini sering disalah-kaprahkan secara berjamaah dengan sebutan keris Sombro, padahal sombro adalah nama empu wanita dari Pajajaran yang hijrah ke Tuban. 

Sedangkan jenis brojol yang kedua, ukuran panjang bilahnya sama dengan keris biasa, sekitar 30-35 cm. Gandhik-nya polos dengan ricikan hanya pejetan (kentara) tanpa ricikan lain. Menurut mitos/dongeng keris dhapur brojol bersama dengan dhapur betok pertama kali dibabar oleh mpu Windusarpa pada masa pemerintahan Nata Prabu Kudalaleyan, tahun Jawa 1170.

KERIS TINDIH, Di kalangan para koletor tosan aji, sering ada anggapan bahwa diantara keris koleksinya mungkin ada yang tidak cocok dengan dirinya atau mempunyai pengaruh (tuah) kurang baik. Walau demikian, ia merasa sayang untuk melarung atau melepasnya. Untuk menetralkan atau menangkal pengaruh negatif atau kurang baik dari keris-keris tersebut, biasanya para kolektor memiliki apa yang dinamakan “keris tindih”. Keris ini dipercaya mempunyai kekuatan yang dapat meredam segala pengaruh buruk dari keris lain yang ditakutkan berimbas negatif, baik bagi pemiliknya maupun keluarga sekitarnya. Dengan memiliki satu atau beberapa buah keris tindih, dipercayai akan memberikan ruang nyaman dan sisi yang lebih aman bagi sang pemilik.

Keris-keris yang diangap sebagai keris tindih pada umumnya adalah tangguh tua, kebanyakan sebelum jaman Majapahit, tetapi kadang tangguh keris tidak mutlak dijadikan pertimbangan untuk menentukan apakah sebilah keris dapat dianggap sebagai keris tindih atau tidak. Selain dhapur bethok dan jalak budha, keris sombro atau dhapur keris lain seperti semar tinandu, semar betak juga dipercaya bisa digunakan sebagai keris tindih. Pamor-pamor seperti wengkon, satriya pinayungan, putri kinurung dan tejo kinurung juga dipercaya mempunyai karakter yang sama sebagai keris tindih. Tidak hanya keris semata, tombak dhapur banyak angrem dan kuntul nglangak pun juga difungsikan sebagai pusaka tindih.

TANGGUH CIREBON, Menyebut Cirebon, orang kini seolah sudah lupa membayangkan jejak kebesarannya di masa lalu sebagai kota pelabuhan dan kerajaan pesisir yang termasyur, tetapi saat ini justru lebih kerap menggunjingkan hal-hal yang berbau mistis, sesuatu yang lazim melekat di daerah yang pernah punya pengaruh dan kharisma besar pada masanya.

Mas Ngabehi Wirasoekadga, Abdi Dalem Mantri Pande di Surakarta dalam Serat Panangguhing Duwung menjelaskan tangguh Cirebon : “Dhuwung ganja waradin iras, gulu meled cekak, sirah cecak buweng, buntut urang methit, seblakipun keras ampang, wasuhanipun madya, pamoripun kirang lulut, sekar kacang ngecambah dhuwung ingkang kathah alit-alit serta celak, punapa dene wesi jejeranipun iras kaliyan dhuwungipun, medala leres utawi luk srapatipun sami, sogokan gatra kados kasebut nginggil, dene dhapuripun kirang manggen, sajak dhapur seking”.

Secara eksplisit Wirasukadga menjelaskan jika kebanyakan keris-keris Cirebon baik dhapur luk maupun leres rata-rata berukuran kecil-kecil dan pendek, malah beberapa ada juga yang hulunya menyatu dengan bilah (seperti keris sajen). Secara kualitas garap, mulai dari cara wasuhan, besi hingga pamor semuanya biasa saja seperti halnya keris-keris tayuhan yang tidak mementingkan garap luar atau kedetailan ricikan melainkan ‘isi’ yang utama.  Wirasukadgo juga menduga seperti halnya ‘seking’ (tosan aji bentuknya seperti pisau pendek), keris cirebonan memang difungsikan untuk memudahkan pemiliknya jika harus ‘disengkelit dan diajak’ berpergian. Sejak dahulu Cirebon selalu menjadi pusat tasawuf dengan sinkretik yang kuat.

PAMOR TAMBAL TIGA, sesuai dengan namanya dibuat dengan cara ditambal di bilah, bentuknya mirip dengan goresan kuas besar pada sebuah bidang lukisan. Walau seringkali posisi/jaraknya tidak merata/sama namun tetap indah dipandang. Pamor tambal tergolong pamor rekan yang sengaja dirancang oleh sang Empu. Bagi sebagian pecinta keris pamor ini mempunyai tuah yang konon baik untuk kemajuan karir, serta memudahkan pemiliknya mencapai derajad dan kedudukan sosial yang tinggi di dalam masyarakat.

Dalam kepercayaan Sunda angka tiga miliki arti dan makna yang bagus. Selain melambangkan keberuntungan juga pemiliknya diharapkan mampu berperan/memerankan Tri Tangtu di Bumi :

  1. Rama : Keluarga sejahtera lahir dan batin
  2. Resi : Berilmu, cerdik pandai, alim ulama
  3. Ratu : pemimpin, birokrat

Mampu mengartikulasikan Tri Tangtu di Bumi (Sirnaning Karya) dengan cara :

  1. Berusaha agar diri dan keluarganya sejahtera lahir dan batin agar bisa diteladani oleh orang lain.
  2. Gemar menuntut ilmu dan memanfaatkannya bagi orang banyak.
  3. Amanah dalam mendapatkan, memelihara dan menggunakan kekuasaan, kedudukan, profesi atau pekerjaannya.

CATATAN GRIYOKULO, Secara keseluruhan bilah keris ini masih sangat utuh, termasuk pada bagian pamor tambalnya. Panjang bilah berukuran 1 kilan memakai gandhik lugas dan gonjo iras yang sederhana. Material besi terlihat seperti slewah; pada sisi muka didominasi warna hitam, sedangkan sisi belakang tampak dominasi warna besi yang malela. Terdapat pula lekukan-lekukan pada bilah selebar jepitan ibu jari dengan telunjuk yang sering dipersepsikan sebagai bekas pijitan. Pada ujung pesi juga bolong (berlubang). Pusaka sudah dijamas dan diwarangi, serta dibuatkan warangka sederhana. Tidak ada pekerjaan rumah menunggu, kami persilahkan bagi yang berkenan untuk melanjutkan merawat.

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *