Pandhawa Lar Gangsir

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 7,555,555,-(TERMAHAR) Tn. N Gambir, Jakarta Pusat


 griyokulo-keris-lar-gangsir img_20161121_073318
  1. Kode : GKO-192
  2. Dhapur : Pandhawa
  3. Pamor : Ron Genduru (Lar Gangsir?)
  4. Tangguh : Madura Abad XIX (Madura Sepuh Abad XVI?)
  5. Sertifikasi : Museum Pusaka TMII No : 623/MP.TMII/XI/2016
  6. Asal-usul Pusaka : Rawatan/Warisan Turun Temurun
  7. Keterangan Lain : Kolektor Item

foto-lar-gangsir-griyo-kulo sertifikasi-lar-gangsir 

Ulasan :

PANDHAWA, atau sering juga disebut pendawa, adalah salah satu bentuk dhapur keris luk lima, ukuran panjang bilahnya sedang, memakai kembang kacang, lambe gajah satu, sogokan rangkap, sraweyan dan ri pandan, tidak ada lagi ricikan lainnya.

FILOSOFI, Bentuk pandhawa, maknanya lima kesatriya. Rahasianya adalah mengetahui lima arah hidup yang sesungguhnya. 

1. Sadewa
Sadewa adalah saudara Pandawa paling kecil. Sadewa mengandung makna filosofi bahwa kita sebagai manusia yang diberi banyak kelebihan paling banyak berada dalam kondisi merasa bisa, merasa paling, merasa unggul sehingga terkadang dari keadaan tersebut muncullah sifat sombong, ingin dihormati, dan sejenisnya. Sifat ini sangat manusiawi. Posisi sifat batin manusia dalam tingkatan Sadewa merupakan posisi paling bawah.
2. Nakula
Nakula adalah kakak dari Sadewa. Nakula mengandung makna saya. Kula dalam bahasa jawa berarti saya akan tetapi bahasa yang santun dan rendah hati. Ini berarti keakuan dalam diri manusia yang tadinya merasa paling kini telah berubah satu tingkat lebih luhur, memperoleh kesadaran manusia bahwa dirinya merasa kecil dan masih ada yang lebih di atasnya. Hal ini disimbolkan dalam kata kula (Bahasa Jawa Kromo untuk menyebutkan identitas diri secara santun).
3. Arjuna
Arjuna adalah kakak Nakula. Arjuna berasal dari kata Her yang berarti air bening atau wening atau wingit atau ghaib. Dan Jun yang berarti tempat. Arjuna dapat simpulkan sebagai keadaan batin manusia yang telah dapat menjadi tenang, hening, dan bijaksana. Pada posisi ini manusia telah sadar akan hakekatnya sebagai makhuk hidup yang sempurna sehingga tindak tanduknya selalu disertai dengan pertimbangan-pertimbangan dan kebijaksanaan. Untuk mencapai tahap batin ini tidaklah mudah tidak seperti kita mencapai tahap Sadewa dan Nakula. Sebelum membahas Werkudara ada satu hal penting lain dalam tingkatan Arjuna dimana dialah penentu kemenangan dalam perang Bharata (Bharatayuda) bahkan dewa Wisnu yang menjelma sebagai Krisna hanya menjadi kusir kereta bagi Arjuna. Kisah ini mengandung makna Wisnu yang merupakan simbol sifat Ketuhanan yang melekat dalam diri manusia ( ruh manusia adalah sebagian kecil dari ruh Tuhan yang ditiupkanNya ) tetap terpengaruh oleh kebijaksanaan pribadi manusia dalam hal ini Arjuna dalam mengambil keputusan, sehingga memang benar bahwa manusia tidak boleh dalam setiap hal semata – mata memasrahkan hidupnya kepada takdir. Usaha dan ikhtiar adalah wajib. Wisnu yang menjelma dalam Kresna hanya sebagai kusir yang pada saat genting memberikan wejangan dan tuntunan kepada Arjuna dalam bersikap. Manusia pada saat tertentu ketika panca indera telah mengacaukan ketenangan batin perlu bertanya kepada nuraninya.
4. Werkudara (Bima)
Werku berarti menahan, mengendalikan, atau mengatur dan udara berarti nafas. Werkudara dapat diartikan sebagai suatu proses pengendalian nafas. Atau pengendalian hidup karena inti dari hidup adalah nafas. Tingkatan ini sangat sulit dicapai dan hanya orang – orang tertentu yang diijinkan Tuhanlah yang dimampukan pada tahap ini. Untuk mencapai tahap ini harus melalui berbagai macam proses seperti yang dikisahkan dalam lakon Dewaruci dan Begawan Bimo Suci. Dalam lakon Dewaruci dikisahkan bahwa Bima disuruh mencari banyu perwita sari ( perwita suci ) oleh resi Durna gurunya, dimana dia harus mencarinya di Alas Tribaksara, ia harus mengalahkan Reksasa Rukmuka dan Rukmukala, kemudian dia harus nyegur (masuk) samudera laya, mengalahkan naga raksasa dan terakhir bertemu dengan Dewaruci yang akhirnya mendapat wejangan tentang rahasia hidup. Dewa Ruci mempunyai makna sebagian kecil dari ruh Tuhan adalah Ruh kita, maka dikisahkan Dewa Ruci berbentuk mirip dengan Bima yang berarti bahwa kita telah keluar dari jasad dan bisa melihat jasad kita yang tentunya sama dengan ruh kita. Selanjutnya Dewaruci memberikan wejangan tentang rahasia kehidupan, sama seperti apabila manusia sampai pada kondisi tersebut ia akan mendapat wejangan tentang kehidupan dimana hanya manusia itu sendiri yang tahu. Itulah yang dinamakan banyu parwitasari, yang juga terkandung dalam kalimat tapake kuntul ngalayang (jejak burung kuntul yang sedang terbang), galih kangkung (inti dari kangkung) dan susuhing angin (tempat bersarangnya angin)” dimana yang dimaksudkan adalah sesuatu yang tidak nampak tetapi ada, itulah hidup atau ruh. Setelah Bima bertemu Dewaruci dan ia kembali hidup normal menggunakan jasad maka Bima kemudian menjadi Begawan. Manusia yang telah mengalami proses ini pasti akan mengalami perubahan spiritual dan pandangan hidupnya dari sebelumnya.
5.Puntadewa
Adalah saudara tertua yang berarti juga tingkatan tertinggi atau manusia yang telah menjadi insan kamil atau khalifah Tuhan untuk alam ini yaitu manusia yang telah menduduki fungsinya sebagai makhluk yang paling sempurna dibanding makhluk lain sehingga ditunjuk Tuhan sebagai wakil yang memelihara alam ini. Puntadewa diceritakan berdarah putih dan raja yang tidak bermahkota. Punta/Punton berarti tali, Dewa symbol ketuhanan pada saat itu. Puntadewa dapat diartikan sebagai wakil dari Tuhan atau khalifah atau insan kamil, maka orang yang sangat dekat dengan Tuhannya disimbolkan berdarah putih (menjaga perbuatannya dari hal-hal yang tidak baik), tidak bermahkota (yang berarti tidak silau akan harta dan tahta duniawi).

Pandawa adalah cerminan keberadaan derajad manusia. Yang nantinya akan berperang dengan saudaranya sendiri yaitu Kurawa. Kurawa adalah gambaran tentang hasrat-hasrat, nafsu-nafsu dunaiwi yang cenderung mengganggu “Kembali”nya manusia pada Sang Penciptanya.

lar-gangsir-griyokulo lar-gangsir-griyo-kulo

gandik-lar-gangsir griyokulo-lar-gangsir

TENTANG TANGGUH, salah satu keistimewaan pusaka ini tentu saja adalah pola garap pada pamor miringnya yang tampak seolah nyutra. Meskipun warangan lama tapi masih sanggup mempertontonkan keindahan dan kemewahannya. Awak-awakan pendek, tarikan luk sangat simetris atau sama panjangnya dari sor-soran hingga bagian ujung, menjadikannya agak berbeda dengan luk tangguh mataram, biasanya luk simetris ini banyak ditemui di tangguh madura sepuh yang para pendekar besinya memang terkenal sebagai penghadir pamor miring. Bentuk sekar kacang nguku bima, dengan pejetan atau blumbangan lebih lebar daripada keris jawa pada umumnya. Begitu juga dengan sogokan depan dan belakang dibuat lebar dan dangkal bukan tidak perhitungkan, dengan kontur yang ada menjadikan garis pamor miring dapat lebih terbaca menyambung satu kesatuan. Bagian ceruk sogokan depan dan belakang, pamor lar gangsirnya tidak kandas, sebuah tantangan kesulitan sendiri bagi sang Empu dalam menempanya. Besinya kelihatan kasar namun sebenarnya lembut sedangkan wasuhan pamornya miring seperti kawat. Bagian gonjo lebar dan rata, sirah cecak runcing agak panjang, gulu meled hingga wetengan sedang.

Dengan mengamati secara fisik pola garap, material yang ada, serta berat tantingan Penulis beranggapan keris Pandhawa berpamor Lar Gangsir ini adalah Tangguh Madura Sepuh sejaman dengan mataram era sejaman Sultan Agung Abad XVI, mungkin agak berbeda jauh dengan apa yang tertulis pada sertifikasi. Warangka dari kayu timoho yang ada tampak nyatriyo dengan motif pelet mbelang sapi, Pekerjaan Rumah selanjutnya barangkali mengganti pendok supaya lebih mantesi karena memang sudah sedikit penyok, juga menyetel warangka yang menurut hemat penulis antara pesi dan bagian ri cangkring warangka kurang sejajar.

warangka-griyokulo

PAMOR LAR GANGSIR, Karena ragam pola gambaran pamor jumlahnya banyak sekali, untuk membedakan pola satu dengan lainnya perlu daya imajinasi yang memungkinkan perbedaan intepretasi dalam pembacaan pamor. Seperti pada pamor yang terlukis pada bilah keris Pandhawa ini, penulis sangat meyakini jika pamor keris pandhawa ini adalah Pamor Lar Gangsir, dimana goresan garis pamornya tampak rumit, lipatan dan puntiran menghasilkan pola nginden yang cantik mirip morfologi umum ruas-ruas sayap jangkrik (tegmina).

pamor-lar-gangsir

Pamor Lar Gangsir tergolong pamor ekslusif, karena tidak mudah membuatnya sehingga jarang ditemui menjadikan nilai mas kawinnya tinggi. Bentuk gambarannya kompleks, ditijau dari segi pembuatannya adalah pamor miring (rekan). Sesusai dengan namanya Lar = sayap dan Gangsir = sejenis jangkrik besar, maka pola gambaran pamor ini serupa pola gambaran yang terdapat pada sayap gangsir. Bagi mereka yang percaya, pamor lar gangsir mempunyai tuah yang dapat menjaga pemiliknya menangkal serangan guna-guna, dan menghindarkan gangguan makluk halus. Tetapi pamor ini tergolong pemilih, artinya tidak setiap orang akan merasa cocok bila memilikinya.

Lar Gangsir = Gelar Ageman Siro, konon merupakan sebuah ajaran makrifat Sunan kalijaga, yang memiliki makna bahwa gelar atau jabatan pangkat, ketenaran, kekayaan, kecantikan dan ketampanan dan lain sebagainya di dunia ini hanyalah sebuah ageman atau pakaian yang bisa dikenakan dan ditanggalkan. Tidaklah kekal bagi pemiliknya, semua itu adalah titipan dari Yang Maha Kuasa yang suatu saat pasti akan dimintaNya kembali.

pamor-lar-gangsir-griyokulo keris-griyo-kulo-lar-gangsir

Sebagai pameling dalam kehidupan kita, jangan sampai kita terjebak oleh silaunya gemerlap kehidupan dunia. Jangan juga kelebihan yang kita miliki menjadikan kita sombong, takabur, lupa diri dan bertindak sewenang-wenang kepada orang lain dan merendahkan harkat dan martabatnya. Jangan sampai kelebihan yang kita miliki malah menjadikan bumerang bagi diri kita sendiri. Mari kita bawa ajaran tersebut kedalam kehidupan kita agar kita bisa lebih mawas diri, lebih bersyukur, lebih bisa menghargai orang lain dan tentunya akan membuat kita bisa lebih arif menyikapai kelebihan dan kekurangan kita.  (ojo dumeh, ojo gumelar).

Keris ini menggambarkan kerendahan hati sekaligus kebesaran pemiliknya pada zamannya. Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :
 

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Pin BB : 5C70B435  Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *