Naga Lare Primitif

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 5.000,000,- (TERMAHAR) Tn. AH, Malang


1. Kode : GKO-414
2. Dhapur : Naga Lare
3. Pamor : Ngulit Semangka
4. Tangguh : Cirebon (Abad XVIII)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 191/MP.TMII/I/2020
6. Asal-usul Pusaka :  Blitar, Jawa Timur
7. Dimensi : panjang bilah 32,5 cm, panjang pesi 6,3 cm, panjang total 38,8 cm
8. Keterangan Lain : hulu hanung sardula


ULASAN :

NAGA LARE, adalah salah satu bentuk dhapur ganan Naga, dapat ditengarai dari badan naga yang sangat pendek (biasanya panjangnya hanya sampai pada luk pertama hingga luk ke tiga). Sekilas mirip dengan dhapur Naga Salira, adapun perbedaannya penempatan badan naga yang terdapat dalam ricikan dhapur Naga Salira menjuntai menjadi bentuk gonjo atau mengikuti bentuk gonjo.

Keris dhapur Naga lare juga memiliki ciri umum yang hampir sama dengan jenis-jenis dhapur ganan naga lainnya, dimana kepala naga yang berada pada bagian gandhik berhiaskan mahkota  pendek, memakai sumping dan kalung. Pada zaman dulu keris dhapur Naga Lare biasanya dikenakan oleh pangeran dan keluarga raja.

FILOSOFI, Naga Lare secara harfiah berarti naga anak atau naga muda (Lare, Jw = kanak-kanak). Wujud kepala naga pada bagian gandhik tampak mendongak, posisi ini menunjukkan sikap seorang anak pangeran/anak muda yang memiliki rasa ingin tau yang besar serta berpandangan yang jauh ke depan (kritis). Kepala naga yang mendongak juga dapat diintepretasikan sebagai sikap seorang anak muda yang memiliki rasa percaya diri yang kuat. Sikap demikian tentunya seyogyanya diimbangi dengan usaha yang keras dengan ngangsu kawruh (menimba ilmu) kepada mereka yang lebih tua atau yang lebih berpengalaman.

Badan Naga yang menjuntai ke bawah seolah tampak seperti ular yang sedang berjalan atau berenang mengisyaratkan bahwa manusia hidup harus senantiasa “obah“, senantiasa berusaha dan bekerja keras. Badan naga lare tampak utuh namun pendek, yang berbeda dengan badan ganan naga-naga lain merupakan wujud dari suatu proses awal pemahaman spiritual menuju kasampurnaning urip. Pemahaman ini bila tertanam dengan baik pada diri seorang pangeran/calon pemimpin, maka ketika kelak ia menjadi seorang pemimpin akan senantiasa menyadari bahwa derajad dan pangkat hanya merupakan amanah titipan Yang Maha Kuasa yang harus dijalankan dengan benar. Semakin tinggi derajad dan pangkat maka kewajiban yang dipikulnya akan semakin berat pula sehingga perlu diimbangi dengan laku batin lebih. Calon pemimpin atau raja biasanya akan belajar nyantrik kepada seorang pandhita. Laku nyantrik dilakukan guna mempersiapkan dirinya secara lahir dan batin sebagai seorang pemimpin masa depan yang dicintai sepenuhnya oleh rakyatnya.

Motif ekor naga yang berupa motif kudup (kuncup bunga yang siap mekar) melambangkan wujud karismatik yang dimiliki oleh seorang pangeran ataupun calon pemimpin. Karisma yang muncul bukan hanya karna busana yang disandang saja ataupun penampilan luar semata, tetapi muncul dari dalam hati karena sikap welas asih dalam pribadinya. Bunga merupakan simbol cinta kasih dan kesucian, oleh sebab itu lazim digunakan sebagai hadiah khusus kepada orang-orang terdekat yang dikasihi. Bila dihubungkan denga motif kudup pada ekor Naga Lare dapat dijadikan simbol bahwa sikap welas asih kepada sesamanya perlu ditanamkan dalam diri calon pemimpin sejak dini.

MOTIF PRIMITIF, istilah naga primitif  biasanya dipergunakan sebagai istilah keris naga yang dari segi garapnya dibuat dengan sangat sederhana atau kadangkala abstrak/tidak jelas. Motif pahatan naga semacam ini biasanya dibuat oleh empu-empu dusun yang kemampuan penguasaan teknologinya masih sederhana. Saking bentuknya yang sederhana tadi  untuk menentukan  nama dhapurnya pun seringkali menemui kesulitan.

Keris Naga Primitif  ini biasanya ditemukan di desa-desa yang jauh dari lingkungan kota praja (keraton). Biasanya penggunanya adalah masyarakat umum yang status sosialnya tidak begitu tinggi (kepala dusun, lurah dsb). Mereka mencoba meniru keris-keris agung yang dimiliki oleh raja atau para bangsawan.

Penamaan dhapur keris naga yang menambahkan kata “primitif” di belakangnya biasanya menjadi penanda bahwa keris tersebut dibuat oleh empu-empu dusun. Misalnya keris Naga Lare Primitif, artinya keris dhapur Naga Lare dengan garap sangat sederhana (primitif) sehingga dianggap sebagai karya empu pedesaan.

HULU HANUNG SARDULA, Ukiran atau jejeran wong-wongan model prajurit “Hanung Sardula”. Prajurit Hanung adalah prajurit sakti andalan Raja, konon salah satu kehebatannya adalah bisa merubah dirinya menjadi “harimau” jadi-jadian, yang sering disebut siluman sardula (sardula, berasal dari bahasa Kawi yang artinya macan).

Sejak kecil, akrab sekali di telinga dongeng tentang raja rimba yang menampilkan sosok hewan yang dengan gagah dan dengan segala kekuatannya memimpin daerah kekuasaan di hutan, sosok itu ialah seekor Singa. Namun macan lah raja hutan sesungguhnya di Jawa.

Kucing besar ini adalah pemburu cerdas dan predator lincah yang juga sukar dipahami. Mereka bahkan mampu memangsa hewan yang berukuran lebih besar darinya. Mereka berburu dengan terlebih dahulu mengikuti hewan, mengejar dengan cepat, menyergap dan akhirnya menghabisi dengan gigitan yang mencekik tenggorokan atau tengkuk leher. Setelah menghabisi mangsanya, harimau menyeret ke tempat tertutup untuk menyembunyikannya dari pandangan hewan lain.

Dan tidak seperti singa, harimau jantan merupakan pengayom keluarga. Mereka selalu menunggu sang betina dan anak-anaknya menyantap hasil buruan lebih dulu. Juga termasuk hewan soliter yang membangun wilayah sendiri, dengan mencari tempat yang banyak mangsa dan persediaan air. Sang jantan memiliki wilayah yang lebih luas dibanding betina. Namun, sesama harimau tidak pernah menguasai wilayah yang tumpang tindih. Pada umumnya mereka jarang mengaum hanya jika mereka ingin berkomunikasi dengan sesamanya. 

Simbol Hanung Sardula menggambarkan keberanian, kekuatan, ketangguhan, kekuasaan, dan kepahlawanan. Dan secara personal adalah simbol dari seorang laki-laki yang memikul tanggung jawab yang besar dan berperan sebagai pelindung keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.


CATATAN GRIYOKULO,  keris ini memiliki perawakan cenderung kecil dan ramping. Ujung bilah berbentuk nyujen atau nyunduk sate (runcing dan tajam). Secara keseluruhan keris dhapur Naga Lare ini memiliki penampilan sederhana dan wingit. Karena bentuknya yang cenderung abstrak/primitif menyulitkan pemberian nama dhapurnya. Sehingga ada pula yang menyebut keris ini dengan dhapur Naga Salira, karena posisi badan hingga ekor sang naga sejajar dengan garis gonjo dan justru pada umumnya keris dhapur Naga Salira juga memiliki perawakan cenderung kecil dan ramping dengan ujung bilah berbentuk nyujen.

Selain itu, meskipun warangan lama tapi masih cukup baik dalam menampilkan kontras besi, baja maupun pamornya. Untuk warangka timoho model gambilan merupakan warangka sebelumnya, khas dusun baik dari segi bentuk maupun aroma kayunya yang dulunya jarang tersentuh (sinengker). Sedangkan pada hulu keris, karna sudah tidak layak digantikan hulu/ukiran model prajurit hanung sardula yang terasa hidup dan menarik agar berbeda dengan yang lainnya.

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *