Tombak Kara Welang

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 3.950.000,- (TERMAHAR) Tn. H, Kebayoran View


1. Kode : GKO-373
2. Dhapur : Kara Welang
3. Pamor : Beras Wutah
4. Tangguh : Mataram Sultan Agung (Abad XVI)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 855/MP.TMII/VII/2019
6. Asal-usul Pusaka :  Jakarta
7. Dimensi : panjang bilah 33 cm, panjang pesi 12 cm, panjang total 45 cm
8. Keterangan Lain : dhapur tombak yang banyak dicari


ULASAN :

KARA WELANG, adalah nama tombak dan keris berluk tigabelas. Di kalangan masyarakat perkerisan dikenal ada 2 (dua) macam tipe/bentuk dari dhapur tombak Kara Welang. Tombak Kara Welang model pertama, pada bagian bawah lebar dengan tonjolan semacam ada-ada (tidak sampe sepertiga bilah, mirip sapu abon), semakin ke atas semakin mengecil sama seperti keris/tombak pada umumnya. Sedangkan pada tombak Kara Welang model kedua, bagian bawahnya lebih sempit dan lebih tebal dari versi pertama sehingga terkesan lebih gilig. Selain itu pada bagian tengah bilah seringkali lebih lebar daripada sor-soran maupun pucuknya.

Dhapur tombak Kara Welang termasuk populer sehingga banyak dicari dan menjadi klangenan para penggemar tombak. Menurut kepercayaan di masyarakat perkerisan, dhapur Kara Welang diyakini mempunyai tuah yang dapat menambah kewibawaan pemiliknya. Bila orang tersebut memiliki banyak anak buah, maka anak buahnya akan loyal dan patuh kepadanya.

FILOSOFI, Dalam kisah pewayangan Tombak Kara Welang merupakan tombak pusaka milik Prabu Pandu Dewanata yang kemudian diwariskan kepada  anak sulungnya atau saudara tertua Pandhawa, yakni Puntadewa. Selain tombak Kara Welang, Puntadewa juga mempunyai pusaka lain yakni berupa Jimat Kalimasada dan Songsong Tunggul Naga.

Dikisahkan pula bagaimana terciptanya ketiga pusaka mustikaning satriya ini yang dikehendaki untuk “dipinjam” Semar dalam hajadnya membangun kahyangan kembali. Pada saat itu Kahyangan Suralaya sedang diserang musuh dari Kerajaan Nusarukmi, dipimpin Prabu Kalimantara akibat lamarannya kepada Batari Gagarmayang sebagai permaisuri ditolak oleh Batara Indra. Merasa tersinggung, Prabu Kalimantara dan saudara-saudaranya lalu mengamuk menyerang para dewa. Menurut petunjuk dari Batara Guru di Kahyangan Jonggringsalaka, Prabu Kalimantara hanya bisa dikalahkan oleh Resi Manumanasa dengan menggunakan bayi berbungkus yang baru saja dilahirkan dan ditinggal mati oleh ibunya, Dewi Retnawati. Setelah dalam pertempuran sebelumnya, Batara Indra dan para dewa tidak mampu mengalahkan Prabu Kalimantara yang dibantu saudara-saudaranya, Patih Ardadedali, Arya Karawelang, dan Garuda Banatara. Karena setiap kali ada yang terluka atau terbunuh, akan segera bangkit kembali setelah mendapatkan kibasan sayap Garuda Banatara.

Resi Manumanasa yang baru saja berduka karena kehilangan istrinya Dewi Retnawati  akibat persalinan yang tak wajar,  bayi yang dilahirkannya berukuran sangat besar dan terbungkus oleh semacam selaput keras. Pada saat itulah Batara Narada turun dari kahyangan menemui Resi Manumanasa. Ia menjelaskan mengapa ukuran bayi berbungkus yang dilahirkan Dewi Retnawati itu sangat besar, dikarenakan di dalamnya berisi tiga orang bayi laki-laki. Bungkus tersebut hanya dapat dibuka jika Resi Manumanasa membantu Kahyangan Suralaya yang saat ini sedang diserang. Resi Manumanasa pun menyanggupi hal itu. Ia pun berangkat bersama Batara Narada menuju Kahyangan Suralaya.

Resi Manumanasa yang telah mendapatkan petunjuk dari Batara Narada secepat kilat melemparkan bayi berbungkusnya tepat membentur kepala Prabu Kalimantara, dan berturut-turut mengenai Patih Ardadedali, Arya Karawelang, dan Garuda Banatara. Mereka semua pun roboh kehilangan nyawa, dan secara ajaib jasad masing-masing berubah wujud menjadi pusaka. Prabu Kalimantara berubah menjadi sebuah kitab; Patih Ardadedali menjadi sebatang anak panah; Arya Karawelang menjadi sebilah tombak; dan Garuda Banatara menjadi sebuah payung.

Batara Narada lalu memberi nama kepada pusaka-pusaka yang berasal dari jasad para musuh kahyangan tadi. Prabu Kalimantara yang telah berubah menjadi kitab, diberi nama Serat Kalimasada. Namun, lembaran-lembaran kitab tersebut masih kosong tanpa tulisan. Batara Narada meramalkan kelak akan ada keturunan Resi Manumanasa bernama Resi Abyasa yang mampu menulisi kitab kosong tersebut dengan ajaran-ajaran kesempurnaan hidup. Sementara itu, anak panah yang berasal dari jasad Patih Ardadedali diberi nama Panah Ardadedali, sedangkan tombak yang tercipta dari jasad Arya Karawelang diberi nama Tombak Karawelang. Adapun Garuda Banatara yang berubah menjadi payung pusaka, diberi nama Payung Tunggulnaga. Batara Narada lalu menitipkan keempat pusaka itu kepada Batara Indra supaya disimpan dan kelak hendaknya diberikan kepada anak keturunan Resi Manumanasa. Batara Indra pun menerima dan menyanggupi permintaan tersebut.

Lalu apa maksud Semar Mbangun Kahyangan? Sesungguhnya, niat Semar adalah membangun jiwa para Pandawa. Kahyangan yang dimaksudkan oleh Semar adalah jiwa, rasa dan rohani para Pandawa. Terlebih disertai permintaan untuk membawa serta tiga buah pusaka: Jamus Kalimasada, Tombak Karawelang dan Payung Tunggulnaga.

Simbolisme dari ketiga pusaka tersebut cukup menjelaskan niat baik Semar dalam membangun jiwa kesatriya yang diasuhnya :

  1. Jimat Kalimasada, siji kudu dirumat atau satu yang harus dijaga, banyak dimaknakan sebagai kalimat syahadat. Dengan pusaka syahadat inilah Semar bermaksud membangun rohani.
  2. Tumbak Kalawelang adalah simbol ketajaman yang dengan personifikasi tersebut Semar bermaksud membangun ketajaman hati, ketajaman visi dan indera para Pandawa.
  3. Payung Tunggulnaga adalah ungkapan bahwa Pandawa sebagai pemimpin harus memiliki karakter mengayomi sebagaimana fungsi payung.

Intisari dari lakon ini menjadi sebuah pesan yang relevan sepanjang masa, dimana pada akhirnya penguasa/rezim yang lalim akan terkoreksi dengan sendirinya oleh rakyatnya. Kekuasaan selalu memabukkan, menjadikan penguasa seringkali lalai pada amanat yang dititipkan kepadanya. Untuk itu sebagai seorang pemimpin harus mau mendengarkan suara rakyat, yang kendati lirih, terkadang memuat niat kebaikan dan nilai kebenaran.

TANGGUH MATARAM SULTAN AGUNG, Tombak Kara Welang memang paling banyak ditemui  dalam tangguh Mataram, utamanya Mataram Sultan Agung. Saking banyaknya sering dijuluki tombaknya trah Mataram. Ciri khas Mataram Sultan Agung yang penuh dengan gebyar pamor mungkin adalah salah satu hal yang membuat banyak  orang kesengsem dengan Kara Welang. Ditambah keangkeran namanya, terasosiasi dengan ular welang (sejenis ular berbisa), tenang namun mematikan.

Meski warangan lama (belum diwarang ulang) tombak ini masih mampu menampilan detail kontas antara besi, pamor dan slorok ati baja, antara putih, hitam dan abu-abunya. Lekak-lekuknya pun masih tampak manis meski sudah tampak beberapa titik korosi, seperti area yang mendekati ujung bilah. Beberapa ricikan seperti tonjolan semacam odo-odo di luk pertama, hingga duri kecil semacam jalen di bagian kanan kiri masih dapat dinikmati dengan jelas. Meski dalam panjang bilah 33 cm akan nampak panjang untuk kategori tombak, namun tantingannya tetaplah ringan, matang tempa. Demikian juga pada bagian methuk, bentuknya simetris dengan serat besinya membujur seolah-olah melingkari methuk. Membentuk keharmonisan dengan bilahnya. Sebuah ciri-ciri tombak sepuh yang kadang terlewatkan saat dicoba untuk diputrani di tangguh kamardikan. Untuk tutup/tudung tombak sendiri meski bentuknya lebih menyerupai sarung keris, namun otentik bawaan sebelumnya, masih digarap secara sederhana. Hal ini terlihat dengan model pelekatan antara kedua sisinya dengan semacam pantek.

PAMOR BERAS WUTAH, adalah motif yang cukup familiar di dunia perkerisan, bentuknya didominasi oleh butiran-butiran putih menyerupai beras yang tersebar. Beras Wutah bermakna pengharapan untuk kemakmuran dan rejeki yang melimpah.

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *