Jalak Sumelang Gandring Kiai Rapal

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 5,555,555,- (TERMAHAR) Mr. D Surabaya


 jalak sumelang gandring tangguh mataram keris jalak sumelang gandring

 

  1. Kode : GKO-111
  2. Dhapur : Jalak Sumelang Gandring
  3. Pamor : Beras Wutah
  4. Tangguh : Mataram Abad XV
  5. Sertifikasi : Museum Pusaka TMII No : 82/MP.TMII/II/2016
  6. Asal-usul Pusaka : Pangandaran, Jawa Barat
  7. Keterangan Lain : Warangka Lamen, Panjang Wilah = 39,5 cm, Rajah Arab

 ladrang solo sertifikasi jalak sumelang gandring

Ulasan :

Rajah Pusaka – adalah doa yang selalu terlantunkan. Keris adalah serenteng panjang cerita masa silam. Lewat sebilah keris, begitu banyak hal yang bisa terungkap. Mulai dari masa pembuatannya — dan yang paling menarik — siapa yang menggunakan serta kisah apa yang melatarbelakangi sang pusak dan pemiliknya. Satu hal lain yang juga sangat menarik untuk dikupas adalah cerita yang tersembunyi di balik guratan rajah pada suatu bilah. Seperti keris pusaka ini dihiasi dengan enkripsi dari rajah beraksara arab. Tentu saja bukan tanpa maksud. Para leluhur kita yang kaya akan simbol juga menggunakan inskripsi sebagai lambang untuk berbagai maksud, untuk berbagai harapan, doa , mantra hingga kearifan lokal. Terlebih yang melukis inskripsi pada besi adalah orang-orang tertentu yang notabene adalah “orang terpilih” di masanya maka inskripsi seringkali dipercaya memiliki kekuatan tersembunyi dan menyimpan ruang misteri lain. Yang juga tak kalah menarik, kemampuan menorehkan berbagai bentuk inskripsi dan simbol-simbol memiliki seninya tersendiri. Inskripsi menjadi nilai plus lain yang memberi makna khusus pada keris dan pusaka tosan aji lainnya.

Rajah atau inskripsi, kendati banyak diketahui oleh pemerhati dan pecinta keris, merupakan sisi yang masih gelap dalam kawruh pedhuwungan (pengetahuan tentang hal-ikhwal keris). Gelap, karena memang tak banyak catatan masa silam tentang rajah yang bisa menjelaskannya. Serat Centhini Tambangraras Amongraga karya Ngabei Ranggasutrasna, misalnya, hanya menyebutkan bahwa ricikan dalam keris sebenarnya adalah rajah, yang mengandung makna-makna tersendiri. Terlebih lagi rajah atau inskripsi adalah “rahasia pribadi” sang pemilik awal keris menyangkut tataran perjalanan spiritualnya.

Inskripsi atau rajah bisa dianggap semacam pengagungan. Artinya, ada sesuatu yang ditinggikan, dianggap penting sehingga merasa perlu diabadikan di dalam keris. Pengagungan ini biasanya berupa simbol gambar atau huruf, yang menjadi piwulang (tuntunan), paweling (pengingat) dan pengharapan. Bentuknya pun selalu berbeda pada setiap masanya, zaman Majapahit yang merupakan kerajaan Hindu, misalnya, bentuk inskripsinya lebih banyak berupa gambar binatang yang disucikan, seperti naga, sapi, singa dan harimau serta berupa gambar dewa-dewa yang menjadi sesembahan raja dan masyarakat pada waktu itu. Ketika zaman Islam mulai masuk ke Jawa, rajah makhluk hidup sudah jarang dibuat. Digantikan dengan tulisan huruf Arab atau Jawa. Makna inskripsi juga menjadi agak berbeda, isnkripsi mempunyai tambahan peran, yaitu sebagai media syiar dan dakwah bagi penyebaran agama Islam. Ini terjadi, karena dalam menyiarkan ajaran Islam, para Wali selalu berpegangan pada sosial dan budaya masyarakat setempat. memiliki keris bagi masyarakat masa silam adalah keharusan. Sisi inilah yang kemudian dilihat oleh para Wali untuk menjadikan keris sebagai media syiar paling ampuh.

Khusus untuk inskripsi berhuruf Arab merupakan bukti terjadinya globalisasi yang terjadi pada Zaman masuknya Islam ke Jawa. Rajah yang sudah ada sebelum Pra Islam, diadopsi dan dimodifikasi menjadi tulisan doa dalam bentuk guratan pada bilah. Ini juga merupakan bukti terjadinya akulturasi budaya Islam dengan budaya lokal yang sudah ada sebelumnya.  Inskripsi yang terlukis pada bilah tentunya menjadi sangat pas dipadukan, apabila kita bisa meresapi makna dasar yang bisa digali dalam keris dhapur Jalak Sumelang Gandring. Betul-betul menjadi sebuah hasil pemaknaan yang dalam, dari segi pemilihan dhapur keris hingga penorehan rajah. Dan rajah berupa tulisan ayat itu, “seperti suatu doa yang selalu terlantunkan”.

Jalak Sumelang Gandring, Orang yang masih senang dengan sifat duniawi disebut “Gandrung”, tetapi orang yang mempunyai sifat vertikal (keTuhanan) yang sangat tinggi disebut “Gandring”. Filosofi dari pusaka ini adalah Sumelang (kekawatiraan) dan Gandring (Cinta kepada Sang Pencipta), sebagai perlambang rasa kekawatiran hilangnya Cinta hamba kepada Tuhannya. Takut akan Tuhannya dimulai dari sikap “tahu diri”. Tahu bahwa dihadapan Tuhan kita tak berarti apa-apa. Bahwa Tuhan itu Pencipta, dan kita ciptaan-Nya. Lebih dari itu, takut akan Tuhan juga diwujudkan dengan menaati hukum dan segala perintah-Nya. Oleh karenanya manusia harus memiliki kebijaksanaan dan hikmat agar bisa membedakan mana yang benar dan yang salah, yang baik maupun tidak baik.

gandik sumleng gandring jalak sumelang gandring

Tangguh Mataram, dari hasil pengukuran fisik bilah keris ini termasuk di atas rata-rata keris Mataram pada umumnya (panjang wilah tanpa pesi 39,5 cm), bentuk tikel alis unik, tikel alis nggagang nggodong pohung memiliki ketebalan yang kecil namun panjang dengan bagian pangkal melengkung keluar  dan ricikan sogokan depan yang mengikuti panjang tikel alis yang ada. Bentuk ganja wuwung (adalah nama salah satu model bentuk ganja keris, yang bentuk dasarnya rata dan datar, atau sisi atas dan bawah ganja itu merupakan dua garis lurus yang sejajar, mirip bubungan rumah)  yang ada walaupun sederhana, sangat serasi dengan bentuk bilah kerisnya menjadikannya sangat anggun.

Pamor Wos Wutah, Berarti “beras tumpah”, oleh kebanyakan penggemar keris dianggap memiliki tuah yang dapat membuat pemiliknya mudah mencari rejeki, berkelimpahan. Oleh sebagian ahli tanjeg dikatakan bahwa di dalam pamor ini tersembunyi tuah lain yang baik. Bagi lelaki Jawa yang telah menikah, pamor ini juga mengingatkan akan tanggung jawab lelaki sebagai kepala keluarga untuk bertanggungjawab menghidupi / menafkahi keluarganya yang ebrupa sandang pangan, sebagaimana tercermin dari ritual “kacar-kucur” pengantin Jawa, dimana pihak lelaki “menumpahkan beras” ke tempat yang telah disediakan pihak perempuan. Arti simbolis ritual ini juga berarti bahwa rejeki yang didapat sang suami “tidak lari kemana-mana“ selain ke istri sendiri – yang sekaligus menjadi pengelolanya. Pamor ini juga sebagai pengingat simbol kesetiaan seorang pria yang sudah berumah tangga (baca = suami). Istrilah tempat kita kacar-kucur. Istri tempat menampung/menyebarkan benih dan lahirlah anak-anak kita. Berat-susahnya beban hidup dipikul bersama.

rajah arab rajah pada keris

Kiyahi Rapal, walaupun pada beberapa bagian pinggir bilah keris ini tampak sudah tidak berdaya melawan musuh terberat logam (korosi), tetapi bagaimanapun juga keris ini adalah hasil serentetan perjalanan spiritual  anak manusia dan takdirnya kepada sang waktu di masa lampau. Menjadi saksi bisu kisah masuknya sebuah agama besar yang kini menjadi agama mayoritas yang dianut penduduk Nusantara ini. Pemahaman dan tafsir penulis pribadi tentulah keris ini adalah ageman spesial yang dimiliki seseorang pada masanya, pusaka sekelas Kanjeng Kiyahi atau minimal Kiyahi tentulah sangat masuk akal diterima. Terbersit sebuah nama, yakni Kiyahi Rapal. Rapal adalah sebutan lain untuk mantra, yakni susunan kata yang berunsur puisi (rima dan irama) yang diyakini memiliki sugesti dan energi. Terlahir dari rasa ingin tahu tentang misteri hidup dan pencarian tentang hakekat kesejatian (sangkan paraning dumadi), kalimatnya kaya dengan metafora dan gaya bahasa hiperbola sebagai bentuk permohonan kepada Yang Maha Kuasa. Adapun bila setelah me-rapal-nya lalu terjadi kejadian di luar nalar, irasional, kemampuan luar biasa tentunya hal ini semua terjadi atas seizin Yang Maha Kuasa, yang lain hanyalah “perantara”. Dari generasi ke generasi diwariskan, mencari orang yang bersungguh-sungguh, menunggu dengan penuh kesabaran di balik hati dan pikiran, beredar tanpa kasak-kusuk, dan suatu saat akan kembali. Doa akan selalu abadi.

Ditawarkan sesuai dengan foto, video dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :
 

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Pin BB : 5C70B435  Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *