MAHAR : Rp. 3.250.000,- (TERMAHAR) Mr. J Gresik
- Kode : GKO-95
- Dhapur : Sabuk Inten
- Pamor : Pedaringan Kebak
- Tangguh : Mataram Abad XVI
- Sertifikasi : Museum Pusaka TMII No : 31/MP.TMII/I/2016
- Asal-usul Pusaka : Grobogan, Jawa Tengah
Ulasan :
Sabuk Inten adalah salah satu bentuk dhapur keris luk sebelas. Ukuran panjang billahnya sedang, permukaan bilahnya nglimpa. Keris ini memakai kembang kacang, lambe gajahnya ada dua. Ricikan lain yang terdapat pada keris Sabuk Inten adalah sogokan rangkap, sraweyan, dan ri pandan atau greneng. Ada juga keris dhapur lain yang bentuknya amat mirip dengan dhapur Sabuk Inten, yaitu dhapur Carita Keprabon. Jumlah luknya juga sebelas. Ricikan lainnya juga hampir sama, kecuali pada ricikan gusen. Carita Keprabon memakai gusen dan lis-lisan, sedangkan keris Sabuk Inten tidak.
Nama Dhapur Sabuk Inten menjadi terkenal sejak tahun 1970-an, karena disebut-sebut dalam buku cerita silat Jawa berjudul Nagasasra Sabuk Inten, karya S.H Mintardja. Dua keris ini disebut-sebut sebagai warisan zaman Majapahit. Keduanya bahkan sering disebut dalam satu rangkaian Nogososro-Sabuk Inten. Tak lain karena kedua keris ini diyakini sebagai sepasang lambang karahayon atau kemakmuran sebuah kerajaan. Nogososro mewakili wahyu keprabon yang hilang dari tahta Demak dan Sabuk Inten mewakili kemuliaan dan kejayaannya. Naga sasra sabuk inten bukan sekedar pusaka berwujud keris, tetapi sebuah lambang kehidupan pengembaraan manusia yang memburu kesempurnaan sejati dalam kehidupan di dunia. Namun di zaman modern seperti sekarang, keris berdapur Sabuk Inten lebih menarik minat seseorang untuk memilikinya. Tak lain karena keris tersebut diyakini bisa melancarkan rejeki dan mendatangkan kemuliaan. Hampir semua kolektor memiliknya, termasuk Penulis sendiri.
Kangjeng Kiai Bontit
Mendadak keris dhapur Sabuk Inten ramai kembali diperbicangkan mendekati acara suksesi Paku Alam X, meski sempat menuai polemik tersendiri, acara Jumenengan tetap dilangsungkan (Kamis 7 Januari 2016). Kangjeng Kiai Bontit merupakan salah satu pusaka keraton Yogyakarta yang cukup memiliki nama legendaris. Pusaka ini berwujud keris dengan dhapur Sabuk Inten. Kisah KK Bontit tak lepas dari sejarah keberadaan Kasultanan Yogyakarta. KK Bontit memiliki hubungan yang erat dengan Kanjeng Kiai Ageng Kopek, keris pusaka yang hanya boleh dimiliki oleh Sultan Hamengku Buwono yang bertahta. Kisahnya bisa dirunut jauh hingga masa berkuasanya Mangkubumi yang kemudian menjadi Hamengku Buwono I. Menjelang akhir masa kepemimpinannya, HB I mewariskan dua keris pusaka pada dua anaknya. Keris Kiai Kopek diserahkan kepada HB II sementara keris pendamping Kiai Kopek, Kiai Bontit diserahkan kepada pangeran Notokusumo yang kemudian menjadi Adipati Paku Alam I. Saat itu HB I berpesan kepada kedua anak kesayangannya untuk saling mendukung. Kasultanan Yogyakarta tak akan bisa berdaulat tanpa dukungan Pakualaman. Begitu pula sebaliknya, kadipaten Pakualaman tak akan ada tanpa Kasultanan Yogyakarta. Sepanjang sejarah Kadipaten Pakualaman, bertahtanya Adipati Paku Alam yang baru selalu ditandai dengan penyematan KK Bontit. Keris pusaka ini sekaligus menjadi simbol bahwa yang berhak menyematkannya di pinggang adalah Paku Alam yang baru dan berkuasa di kadipaten Pakualaman.
Bentuk Sabuk Inten, artinya adalah permata yang sangat indah, maksudnya adalah hati manusia sendiri. Adapun rahasia maknanya adalah bahwa kemuliaan manusia itu sudah ditentukan, tinggal meraihnya saja dengan cara memperhatikan tata krama (norma dan moral) yang berlaku. Sabuk Inten mengingatkan pemiliknya untuk senantiasa hidup dalam kesadaran, bahwa hidup adalah (se) welas/belas kasih Allah, lingkungan dan orang tua (luk 11). Oleh karena itu manusia perlu juga memancarkan belas kasih Allah kepada sesamanya. Berdasar pemahaman ilmu tanda (semiotik) manusia yang mampu menjadikan belas kasih sebagai sabuk kehidupan, maka ia akan berhasil menempuh kehidupan. Luk 11 pada intinya merupakan lambang kedinamisan dan semangat pantang menyerah untuk menggapai tujuan.
Meskipun sudah sedikit termakan usia (korosi), keris Sabuk Inten ini masih bisa menampilan aura kemewahan, kecantikan sekaligus kegagahannya di masa lampau. Pamor yang gemerlap merata di sepanjang bilah menampilkan kemewahannyanya, ganja wulung (tanpa pamor) seolah menambah kecantikan riasan, kembang kacang nguku bima merepresentasikan kemaskulinannya (kegagahan). Apabila dibabar dari segi garap, keris ini juga mengikuti/memperhitungkan pakem keris mataram. Apabila dari bagian pesi kita tarik dengan benang ke atas akan bertemu dalam satu garis lurus, kemudian bagian bebel (2-3 mm di atas puyuhan) apabila kita intip dari samping juga terlihat cembungnya. Untuk bentuk gaya/style keris sendiri diperkirakan peralihan antara Mataram Senopaten ke Mataram Sultan Agung.
Ditinjau dari gambaran motifnya Pamor Pedaringan Kebak sangat mirip dengan pamor wos wutah. Ditinjau dari sudut arti namanya pun ada kaitannya, Wos Wutah artinya Beras Tumpah, sedangkan Pedaringan Kebak artinya Peti Beras yang penuh. Dari segi bentuk gambaran pamornya, pedaringan kebak lebih kompleks dibandingkan dengan bentuk gambaran pamor wos wutah. Pamor ini boleh dikatakan menempati hampir seluruh permukaan bilah keris, tidak mengelompok menjadi beberapa bagian. Sedangkan tuahnya lebih kurang sama dengan tuah pamor wos wutah hanya lebih dahsyat pamor ini, yaitu memudahkan mendatangkan rejeki yang berlimpah.
Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan
Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Pin BB : 5C70B435 Email : admin@griyokulo.com
————————————








