Tilam Upih

termahar logo griyokulo

MAHAR : Rp.2,850.000 ,- (TERMAHAR) Mr. NS Semarang


keris tilam upih cirebon keris cirebonan

warangka prahu warangka praon

  1. Kode : GKO-79
  2. Dhapur : Tilam Upih
  3. Pamor : Pedaringan kebak
  4. Tangguh : Madura Abad XVII
  5. Panjang Bilah :  36,5 cm
  6. Panjang Pesi : 7,5 cm
  7. Panjang Total : 44 cm
  8. Asal-usul Pusaka : Bantul, Yogyakarta

warangka prau rikatkatalog keris cirebon

 

Ulasan :

Pusaka itu berdhapur Tilam Upih, mindset tersebut seperti sudah mendarah daging di kalangan masyarakat perkerisan, karena selain paling popular, banyak dijumpai juga sering digunakan sebagai pusaka keluarga yang diberikan turun temurun. Pusaka dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti sesuatu yang berharga dan memberi manfaat. Namun demikian, manfaat itu hanya diperoleh bagi yang mengetahui makna atau pesan yang tersirat dalam wujud keris itu. Keris sebagai hasil karya kebudayaan di masa lampau memiliki wujud dan pesan simbolik, perlambang dari doa atau pesan budi luhur yang disampaikan secara turun temurun antar generasi. Mengapa sebuah pusaka turun temurun hanya berdhapur sederhana?

Keris dhapur Tilam Upih berbentuk lurus dengan ricikan: gandik polos, tikel alis, buntut polos. Meskipun sangat sederhana, sebagai sebuah pusaka dhapur ini memuat makna filosofis mendalam. Tilam upih dapat diartikan “tidur pada alas” (semacam tikar yang terbuat dari anyaman daun kelapa). Tidur dalam konteks pandangan Jawa, merupakan perlambang ketentraman dalam kehidupannya secara lahir dan batin. Orang dalam keadaan tidur adalah orang yang mampu mengendalikan kondisi jasmani dan terutama lepas dari pengaruh panca inderanya. Dalam tidur tidak ada angan-angan, nafsu duniawi dan merupakan sebuah kondisi kepasrahan total. Dasar dari filosofi Tilam Upih adalah tidur pada sebuah landasan, memberi makna kepasrahan diri dan penyerahan diri kepada Tuhan YME.

Upih merupakan simbol pohon kelapa yang sangat tahan terhadap penyakit (hama) tumbuhan dan alam. Jarang kita melihat pohon kelapa yang ambruk tertiup angin. Semua bagian dari pohon kelapa bermanfaat dan dapat digunakan untuk kebutuhan manusia. Tidak ada yang terbuang sia-sia. Hal tersebut merupakan sebuah isyarat, manusia harus menjadi pribadi ulet dan kuat menjalani hidup serta dapat memberi maanfat bagi keluarga, orang lain serta bangsanya. Ricikan gandik polos dan buntut gonjo polos menunjukkan keikhlasan hati serta kesederhanaan dalam hidup. Sedangkan tikel alias, tikel berarti dua (lipat dua) alis berarti batas mata yang memberi ciri wajah. Maka makna dari ricikan tikel alis adalah manusia memiliki dua sifat: baik dan buruk, kedua sifat ini wajib selalu diingat, dan menjadi pertimbangan dalam kehidupan, sehingga dalam hidup seyogyanya selalu “di jalan yang lurus”.

pamor pedaringan kebak klasik pedaringan kebak

pasir besi dan biji besi ujung bilah pucuk

Warangka (Srangka) dan Hulu (Garan) Cirebon

Yang disebut keris adalah bentuk keseluruhan dari suatu keris – yaitu terdiri dari bilah, warangka dan handelnya. Dalam pepatah Jawa disebut curigo manjing warangka, warangka manjing curigo. Adapun penafsirannya secara filosofi : Logam (besi dan pamor) keris mewakili bagian spiritual dari sang ksatriya, sedangkan Warangka adalah mewakili jasad fisik seorang ksatriya. Intinya adalah keharmonisan atau keselarasan sesuai dengan apa yang dipergunakan dalam hidup. Bukankah keselarasan hidup itu penting? Maka tidaklah mengherankan pada Jaman dahulu keris – lengkap dengan perabotnya memiliki makna simbolis tentang kedudukan seseorang di dalam masyarakat.

Membicarakan tentang perabot keris, boleh dibilang yang menjadi perhatian selama ini hanyalah perabot dari Jawa, Bali dan belakangan Melayu. Padahal, perabot Cirebonan (pesisiran) tak kalah ragam dan indahnya. Bentuk benda dan alam di sekitar selalu memberi inspirasi bagi manusia untuk menjadikannya menjadi nama, atau membuat tiruannya. Warangka Cirebonan, misalnya selain gayaman, lazim bentuknya menyerupai sebuah perahu, dan diberi nama praon. Ada beberapa jenis warangka praon diantaranya perahu rikat/layar menggambarkan perahu yang berlayar di samudera lepas. Ada juga warangka perahu kandas menggambarkan perahu yang membawa putri dari Dinasti Ming, Ong Tien Nio yang kandas di perairan Sunda. Warangka perahu labuh, simbol perabu yang tengah berlabuh di bandar/pelabuhan hingga Warangka Perahu Kampul menggambarkan sampan atau perahu kecil yang berlayar di lautan.

warangka prahu rikathulu cirebon

Wilayah pesisir yang kental dengan nuansa keislamannya ini memiliki beragam bentuk garan yang khas, menariknya justru banyak berbentuk arca hewan, dewa, hewan-hewan mitos, dan motif tumbuhan, suatu hal yang tidak lazim di daerah-daerah dengan pengaruh Islam yang begitu kuat (Kesultanan). Diperkirakan bentuk perwujudan makhluk hidup dalam garan Cirebonan merupakan jejak peninggalan budaya Hindu yang masih tersisa. Masih bertahannya garan-garan dengan bentuk ornamen tersebut kemungkinan keterbukaan Cirebon sebagai Bandar dagang internasional, yang sangat permisif terhadap budaya asing, maka tak mengherankan jika pihak keraton sendiri tidak melakukan pelarangan keras terhadap bentuk-bentuk arca pada garan keris. Motif dan ragam garan Cirebonan sangat banyak. Bahkan untuk satu bentuk, bisa memiliki variasi berbagai macam. Secara umum, bentuk garan gagrak Cirebonan ada 13 jenis, yaitu Buta Bajang, Buta Mendek, Kepongpongan, Pulungan, Janggelan, Buta Triwikarma, Gajahan/Ganesha, Nunggak Semi, Rajamala, Wewe Gombel, Bebekan, Denawa dan Naga Antaboga. Jika diringkas lagi, hanya ada 4 bentuk dasar, bentuk Buta, bentuk Dewa (Agama Hindu), bentuk Kepongpongan dan Bentuk Unggas atau Burung.

garan wayang garan wayangan

Kesan selintas ketika pertama kali melihat penampilan keris ini adalah tampak gagah dengan aura yang merbawani, birawa dan berkelas. Sandangan Cirebonan yang ada sejenak membawa kita bernostalgia pada jaman lampau, jaman bahari dimana sektor maritim berkembang pesat, bandar atau pelabuhan menjadi soko guru perekonomian dan bagaimana nenek moyang kita menjadi pelaut ulung. Warangka praon rikat (cepat) menggambarkan perahu yang sedang berlayar di lautan tampak gagah dipadukan dengan mendak kuningan solid dan garan wayangan, seorang ksatria berambut panjang sedang jongkok. Besi penyusun keris ini adalah pasir besi yang cenderung agak kering khas tangguh pesisiran dengan pamor pedaringan kebak klasik. Pedaringan Kebak artinya Peti Beras yang penuh. Kata “pedaringan” artinya peti beras. Dulu, orang Jawa umumnya menyimpan beras dalam sebuah peti besar terbuat dari kayu. Pamor ini boleh dikatakan menempati hampir seluruh permukaan bilah keris, tidak mengelompok menjadi beberapa bagian. Sedangkan tuahnya sama dengan tuah pamor wos wutah hanya lebih kuat pamor ini, yaitu ketentraman rumah tangga, karier, kerejekian, memudahkan datangnya rezeki, kesuksesan karir, usaha, dagang, bisnis. Selain melambangkan kemakmuran yang melimpah, pamor pedaringan kebak sekaligus juga melambangkan sifat sosial atau kedermawanan. Sebagai simbol spiritual, pamor ini diminati oleh mereka yang mendambakan kemakmuran dan sifat-sifat leluhur manusia, yaitu menolong mereka yang dalam kondisi kesulitan. Pamor ini tidak pemilih, artinya siapa saja cocok memilik keris dengan pamor ini.

keris corok cirebonan keris tangguh cirebon

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :
 

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Pin BB : 5C70B435  Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *