Bethok Budha

MAHAR : Rp. ?- (TERMAHAR) Tn. A Bekasi


keris tangguh kabudhan bethok budha

  1. Kode : GKO-86
  2. Dhapur : Bethok
  3. Pamor : Keleng
  4. Tangguh : Kabudhan Abad X
  5. Sertifikasi : Museum Pusaka TMII No : 297/MP.TMII/XI/2015
  6. Asal-usul Pusaka : Temuan Aliran Sungai Bengawan Solo

Ulasan :

sertifikasi betok budha

KERIS KABUDHAN = KERIS TINDIH, Isoteri dalam dunia tosan aji merupakan ranah yang susah diukur dan bisa jadi menjadi hal subyektif karena menyangkut pengalaman spiritual pribadi. Keris Kabudhan hingga kini diburu para kolektor tosan aji. Alasannya, keris model ini adalah pusaka “wajib” yang mesti terpajang di gedong pusaka. Keris Kabudhan difungsikan sebagai keris tindih alias keris pengasuh dipercaya sebagai penetralisir aura negatif. Ada kepercayaan dalam penggemar tosan aji khususnya dalam strata perkerisan, tertulis maupun tidak, sebenarnya mengacu pada sistem patronize dalam budaya Jawa. Orang yang paling dihormati adalah yang paling tua. Meskipun tidak berlaku secara kaku, dalam tatanan sosial masyrakat Jawa, namun diutamakan yang tua didahulukan. Jadi adalah hal yang lumrah bila kemudian di dalam dunia perkerisan, keris kabudhan diletakkan sebagai sesepuh (dianggap paling tua)  dan diyakini bisa meredam aura-aura negatif dari keris-keris yang lebih muda.

Dari sudut pandang ilmiah memang masih bisa masuk akal, karena keris-keris tangguh kabudhan apabila kita cermati lebih lanjut memiliki karakteristik besi yang berbeda dengan besi keris tangguh lainnya. Besi malela (pasir besi) seolah dicampur jadi satu tampak liat seperti jenang. Kemudian apabila dilakukan perendaman, jika semisal menggunakan air kalapa bersih besinya akan cepat menyerap menjadi bersih, kemudian sebaliknya apabila air rendaman sudah kotor, besipun akan menyerap warna yang sama dengan air menjadi kotor. Ya besi keris budha seolah bisa menyerap dengan cepat apapun yan ada disekitarnya.  Bagi mereka yang waskita keris tindih yang boleh dikatakan tidak utuh, jelek, berpatina bagaimana bisa menindih keris lainnya yang secara fisik lebih wutuh, cantik dan indah besi maupun pamornya? Tidak lain dan tidak bukan sebenarnya adalah kita menindih ego kita sendiri yang merasa bangga dan menjadi sedikit sombong dengan keris ageman-nya, seolah kerisku lah yang paling dan ter- diantara yang lain.

Keris yang umumnya berdhapur bethok atau jalak ini terbilang langka sulit diciari dan jarang pula diketemukan utuh. Keris Budha – Purwacarito merupakan keris penemuan yang memiliki bentuk dan ciri-ciri yang khas, keris yang ditemukan oleh penambang pasir tradisional, pembuat bata, petani di sawah dengan secara tidak sengaja, yang kemudian dikoleksi oleh para pecinta keris melalui pengepul dari daerah-daerah.

Penemuan keris Budha – Purwacarita tidak hanya di sungai-sungai, melainkan sering pula di persawahan. Kompleks pekuburan kuno sering ditemukan di pinggiran sungai, posisi kerangka kepala selalu menghadap ke timur sesuai tradisi penguburan pada masa lalu. Ketika ada informasi ditemukan pecahan gerabah atau porselin, maka biasanya ditemukan perkakas rumah tangga, kalung manik-manik, uang keping tembaga dan keris terpendam. Benda-benda yang ditemukan biasanya, kerangka manusia yang sudah menjadi kapur yang keras dan berkeping-keping. Kerangka tersebut belum menjadi fosil batu karena usianya masih dibawah 2000 tahun. Penemuan pada bekas kuburan tua disebut “bekal kubur”. Diperkirakan lokasi penemuan itu adalah kompleks kuburan yang luruh oleh erosi sungai. Tidak jarang pula ditemukan oleh pembuat batu bata dan genting pada “sungai mati”, yang dimaksud dengan “sungai mati” adalah lokasi sungai yang sudah berubah atau berpindah (serong) dan tertimbun tanah menjadi daratan, jika digali didalamnya terdapat tanah liat yang bagus untuk bahan tembikar. Selain itu sering pula pencari pasir menemukan keris dan benda lainnya di tengah sungai yang sedang mengering. Bahwa sungai pada masa itu merupakan lalu lintas dan pusat keramaian menjadi alasan utama sebagai lokasi utama penemuan keris-keris ini. Sungai sebagai lalu-lintas juga memungkinkan terjadinya perampokan bahkan peperangan, sehingga beberapa senjata terjatuh dan terpendam di sungai.

Tangguh Kabudhan :

Kabudhan merupakan istilah untuk menunjukkan waktu masa silam yang tidak bisa dipastikan kapan tanggal dan tahun dimulainya, juga tidak bisa ditentukan kapan periode persisnya, tetapi lebih berkaitan dengan penyebutan era kuno hingga sampai pada Zaman Mataram Hindu. Tangguh Kabudhan juga digunakan sebagai istilah untuk mendeferensiasi dan mengelompokkan keris dengan keadaan atau bentuk style tertentu ataupun benda-benda lain yang dianggap tua.

Keris-keris yang ditemukan ada yang berpamor akan tetapi banyak yang keleng, besinya berserat berwarna kelabu kehijauan dengan bentuk tanpa sogokan disebut bethok budha dan yang memakai sogokan disebut Jalak Budha. Kebanyakan yang sangat digemari para kolektor adalah bethok, selain lebih jarang ditemukan dianggap lebih tua dari Jalak Budho – sehingga memiliki daya yang sangat kuat. Kehebatan tangguh Kabudhan adalah penempaan besinya yang sempurna, menggunakan jenis besi yang secara visual dapat dibedakan dengan besi jaman sekarang. Teknik penempaan besinya pun berbeda dengan setelah berakhirnya era Kabudhan.

Dalam buku Serat Cariyosipun Para Empu ing Tanah Jawi, 1919; kutipan berbentuk tembang Sinom: Ing ngulet dadi satunggal/ warna telu dadi siji/ wus adate jaman Buda/ mengkono yen karya keris/ tan kaya jaman mankin/ dhewe-dhewe yen namasuh/mulane wijang-wijang/ pamor wesi waja pinggir/ nora kaya jaman Buda kaya malela ….

Maksudnya kira-kira begini: dicampur jadi satu/ tiga bahan menjadi satu/ sudah menjadi kebiasaan jaman budha / begitulah jika membuat keris/ tidak seperti jaman sekarang/ disusun terpisah-pisah saat menempa/ maka tampak terpisah besinya/ pamor besi dan baja di pinggir/ tidak seperti ketika dahulu jaman budha seperti besi malela ….

Keadaan Awal Temuan :

Keris dengan “Label” penemuan akan lebih valid jika disertakan foto/detail awal penemuan. Berikut adalah sedikit history dari keris penemuan yang kami miliki :

keris betok budha temuan betok budha temuan

                      jalak budha temuan

Menentukan keaslian keris Budha tentu saja membutuhkan pengalaman dan ketelitian yang tinggi. Ada beberapa ciri yang tidak dapat ditiru yaitu efek korosi berupa ‘untug cacing‘ (bentuk kerusakan seperti lubang berbusa) serta sobekan berserat yang sering disebut “sesetan besi”(bentuk kerusakan seperti tercerabut). Salah satu hal yang mengherankan pada keris budha-purwocarito yang asli adalah antara bilah, gonjo dan metuknya sangat rapat seolah menyatu (ganja iras). Ganja wulungnya terbuat dari bahan yang istimewa. Jika ditemukan dalam keadaan kotor bisa dibedakan yang terpendam di daerah basah memiliki patina keras berwarna hitam legam seperti aspal, sementera yang ditemukan di daerah kering terbungkus lagi oleh korosi berwarna coklat bata. Patina keris yang asli selain keras juga berbau wengur yang amat sangat jika direndam dalam ar jeruk. jika dibakar patinanya hanya membara, sementara keris yang palsu jika dibakar patinanya keluar nyala apinya.

ganja sangat rapat ganja rapat

patina alami patina temuan

Deder (hulu keris) yang ada pada bilah keris betok kabudhan ini adalah hulu temuan, dimana tampak sudah mulai mengalami proses oksidasi (membatu). Dari pengamatan, ukirannya masih dalam bentuk primitif (sederhana) menggambarkan stilasi wanita berambut panjang, mendekati model durgandini (wewe gombel) gaya Cirebonan. Ukiran yang ada masih tampak utuh.

deder primitif deder temuan primitif

hulu temuan hulu temuan primitif

Pilihan warangka dari bahan kulit asli terbilang masuk akal, selain mencoba gaya anti mainstream, juga mengadopsi asal muasal prototype awal sebuah keris, dimana dalam bentuk perkembangan awalnya lebih mirip ke belati dan lebih sering digunakan sebagai senjata fungsional (tektomik). Selain itu faktor usia bilah yang berusia ribuan tahun akan lebih aman bergesekan dengan kulit daripada warangka kayu yang sifatnya lebih keras.

keris kabudhan

Sumber-sumber di kalangan kolektor menyebutkan, kendati nilai maharnya bervariasi mulai Rp. 1 juta hingga ratusan juta rupah, keris yang penyebarannya masih berkutat di pulau Jawa itu tetap menarik sebagai produk investasi di masa depan seiring faktor kelangkaan yang dari hari ke hari semakin susah ditemukan. Keris Kabudhan memang masih menjadi teka-teki menyangkut usianya. Ketiadaan manuskrip dan dokumen yang pasti mengenai bentuk, pembuatan dan riwayat keris-keris ini membuat benda pusaka ini makin angker dengan misterinya. Artefak yang menjadi jejaknya adalah wujudnya sendiri….

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :
 

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Pin BB : 5C70B435  Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *