Mahar : 8,888.888,- (TERMAHAR)Tn. J Bandung
- Kode : GKO-234
- Dhapur : Brojol (Sapukala)
- Pamor : Udan Mas
- Tangguh : Abad XVII (Palembang)
- Sertifikasi : Museum Pusaka TMII No : 446/MP.TMII/VII/2017
- Asal-usul Pusaka : Temuan darat di daerah Lubuk Linggau
- Keterangan Lain : pamor langka, kolektor item
Ulasan :
SEPOKAL, atau Sempana Bisu, merupakan kelompok bilah keris lurus. Walaupun tidak sebanyak di Jawa, kelompok keris sepokal atau sempana bisu juga terdiri dari berbagai ragam varian bentuk (dhapur dan sukat (ukuran)
TANGGUH PALEMBANG, Dari data sejarah Indonesia dapat diketahui bahwa Palembang merupakan daerah Sumatera pertama yang menerima penyebaran budaya keris dari pulau Jawa, selain Jambi. Ekspedisi Pamalayu oleh kerajaan Singosari ke daerah itu atas perintah raja Sri Kartanegara pada tahun 1275 M diduga merupakan awal pertama pengenalan budaya keris Jawa di Sumatera. Perkembangan dunia perkerisan di Palembang mencapai puncaknya pada zaman pemerintahan Sultan Candilawang (1662-1706 M). Pada masa itu penyebaran keris meluas sampai ke Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara sebelah barat (Serawak, Malaysia), dan semenanjung Malaya. Sedangkan masa produktif para Empu di Palembang terjadi pada masa pemerintahan Sultan Kamaruddin yang naik tahta pada tahun 1715 M dan Sultan Jayawikrama pada tahun 1722 M. Akan tetapi puncak keindahan garap keris Palembang justru terjadi pada awal pertengahan abad ke-19, yakni kira-kira sezaman dengan masa pemerintahan Paku Buwonon VIII dan IX di Surakarta dan Hamengkubuwono V dan VI di Yogyakarta. Perdagangan yang ramai di pelabuhan Palembang menjadi salah satu faktor pendorong meluasnya penyebaran keris-keris yang indah buatan daerah itu.
Dalam dunia tosan aji keris Palembang tergolong menonjol karena keindahannya bilah dan warangkanya. Bukan hanya kemahiran sang Empu membuat bentuk bilah yang serasi dan menggarap ricikan keris secara cermat, teknik tempanya pun tergolong sulit dicari tandingannya. Tidak salah jika dikatakan bahwa keris Palembang merupakan keris buatan Sumatera yang paling baik dan indah garapnya. Secara metalurgi, penempaan dan pengolahan besinya pun jauh lebih baik dibandingkan dengan keris buatan Riau Kepulauan, Sumatera bagian Barat dan Bangkinang. Bahwasanya keris Palembang lebih indah dibandingkan rata-rata keris Sumatera yang lainnya juga bisa dilihat dari kenyataan bahwa keris Palembang mempunyai harga mahar pasaran yang paling tinggi dibandingkan keris buatan daerah lain di Sumatera. Bentuk bilah keris Palembang hampir serupa dengan keris-keris buatan zaman Mataram Akhir atau Mataram Amangkuratan. Baik ukuran panjang bilahnya maupun bentuk kelengkapan ricikannya semua mirip. Sebagian lagi mirip dengan keris nem-neman Surakarta. Salah satu yang membedakan keris Palembang dengan keris Jawa atau Madura adalah pesi-nya yang lebih gemuk kadang juga pendek. Greneng-nya pun agak berbeda. Bagian huruf dha pada ron-dha greneng keris Palembang relatif lebih sempit lekukannya.
kondisi kotor awal
Rasanya jarang sekali dan penulis belum pernah melihat keris dengan label ‘temuan’ berpamor udan mas. Karena jika dikaitkan dengan logika, bagi mereka yang ‘paham’ tentu saja keris dengan pamor udan mas tidak akan dilarung begitu saja. Dengan label temuan tentu saja lebih afdol juga jika disertakan penampakan saat kondisi kotor. Jika didapatkan dalam kondisi kotor bisa dibedakan keris, tombak yang terpendam di daerah basah (sungai) memiliki patina keras berwarna hitam legam seperti aspal, sementara yang terpendam di daerah kering (darat) terbungkus endapan berwarna coklat bata. Untuk ukuran standar keris temuan bilah ini bisa dikatakan masih cukup wutuh.
besi putih keperakan
Salah satu terlihat hal yang menjadi keistimewaan bilah ini setelah dilakukan pembersihan adalah terletak pada material besinya yang sangat halus berwarna putih keperakan, dimana akan sangat terlihat sekali oleh mata awam perbedaan warna material besinya dengan besi-besi yang digunakan pada pusaka-pusaka pada umumnya, terutama pada saat bilah diputihkan (sebelum diwarangi) dan kemudian di-jejer-kan (ditaruh bersebelahan). Menurut literatur besi ini dinamakan besi kucur atau kadang-kadang disebut besi menur perak dimana cirinya berwarna keperakan, keras dan kering. Tuahnya dingin, dapat membawa ketenangan dan ketentraman. Secara khusus Groneman (1910) mencatat berdasarkan data Pegawai Administrasi Dalam Negeri oleh Residen Couperus; tercatat di Pulau Sumatera seni tempa pamor masih dikerjakan, di antaranya; di dataran tinggi di Maninju (Maninjau, Sumatera Barat?) dengan bahan yang disebut besi peraq (dari luar daerah). Peta sebaran bijih besi di Indonesia pun terdapat hal-hal yang menarik untuk dijadikan referensi tambahan, di antaranya daerah Sumatera khususnya Palembang, Jambi hingga ke Padang ketersediaan besi primer (magnetite, hematite) sangat mendominasi, berbeda dengan kondisi di Jawa Tengah dan Jawa Timur hampir sebagian berupa pasir besi, pun demikian dengan daerah Jawa Barat (hanya saja untuk Jawa Barat bagian tengah diketemukan besi laterite). Mungkin ini hal ini sedikit banyak bisa memberikan pencerahan kenapa besi keris sumatera agak berbeda dengan besi keris jawa.
Penampang bilah rata, ber-gusen (cekungan yang terletak di be!akang landep atau sisi tajam bilah, bentuknya memanjang dari sor-soran sampai pucuk) ditambah dengan perawakan mucuk rebung bambu (sor-sorannya lebar dan makin ke ujung makin meruncing atau lancip), tak disangsikan karakter darah bugis mengalir pada bilah ini. Condong leleh sedikit tegak daripada bilah keris jawa. Tegak bukan berarti sombong tetapi sebagai lelaki harus tegas, berani dan penuh percaya diri. Dan apabila mencoba untuk mengkaitkan dengan letak geografi terakhir bilah ini diketemukan berada di sekitar daerah Lubuk Linggau, Sumatera Selatan (lebih ke pesisir barat) semakin menambah bukti yang menguatkan bahwa keris udan mas ini adalah tangguh Sumatera.
Dan terakhir yang menjadi sebuah keunikan dan bisa jadi menjadi ‘kelebihan” keris udan mas ini adalah mampu menghadirkan ilusi mata; jika kita mengamati secara sepintas pada serat besi akan ditemukan serat-serat besi dengan penampang mendatar (horizontal), tetapi jika kita amati lebih dalam dengan mengunakan alat bantu seperti lup atau miskroskop mini ternyata 180 derajad berbeda, tampak serat-serat lipatan besi vertikal adanya. Rabaan fisik besi halus, jika dijenting dengan ujung jari, suara tiing… nyaring akan terdengar pertanda matang tempa.
PELET PURNAMA SIDHI, ‘warangka adalah abdi bilah’, maka tidaklah mengherakan terdapat kepercayan bahwa motif pada kayu (pelet), tak ubahnya pamor pada bilah mempunyai isoterinya tersendiri. Seperti motif purnama sidhi seperti pada gambar dipercaya memiliki tuah pemiliknya bisa menjadi lakon atau bintang kehidupan. Juga sebagai pameling seorang pemimpin harus memberi terang yang menyejukkan seperti bulan bersinar terang benderang, namun tidak panas. Bahkan terang bulan tampak indah sekali.
PAMOR UDAN MAS, orang jawa mempercayainya sebagai pamor ‘kuwat kebandan, urip mapan’ (bakat kaya dan hidup sejahtera), secara simbolis pamor udan mas (hujan emas) mengandung arti ‘kemakmuran yang menyeluruh bagaikan hujan jatuh di hamparan sawah yang menguning subur’. Padi yang menguning seakan memberi sebuah buku terbuka untuk dibaca. Hamparan sawah yang menguning subur tidak hanya memberi harapan serta jawaban atas doa maupun ikhtiar akan kecukupan pangan bagi keluarga dan orang banyak (kemakmuran), atau jaman sekarang sering dikaitkan dengan panen melimpah menghasilkan pundi-pundi rupiah (kekayaan). Filosofi padi menguning ini berkaitan dengan padi berisi dan merunduk. Dia merunduk karena berisi, atau bulir-bulir padi itu berisi sehingga merunduk.
“Seperti padi, semakin menguning semakin merunduk”. Filosofi padi sangat relevan dengan kehidupan kita. Boleh dikatakan, kebijaksanaan padi bagaikan sang mahaguru. Dia mengajarkan kita untuk berbuah, berisi. Dimana manusia semakin matang usianya, semakin bertambah wawasan dan ilmunya, semakin besar kekuatan atau kekuasaannya, semakin berlimpah hartanya serta semakin luas pergaulannya maka sudah seharusnya semakin lemah lembut tutur katanya, semakin santun sikapnya, semakin mengayomi keluarganya, bawahannya, rakyatnya atau orang yang lebih di bawahnya baik usia, ilmu, harta dan sebagainya, semakin tawadu’ dan tentunya menghindarkan diri dari sikap riya’ dan sombong serta semakin dekat dengan orang-orang di sekitarnya karena padi yang merunduk itu semakin dekat dengan bumi tempatnya berpijak. Bulir-bulirnya semakin dekat dengan tanah yang mampu menumbuhkan generasi-generasi baru yang unggul. Dia elok dan memesona dipandang mata. Dengan kelebihannya justru akan membumi, bukan sebaliknya.
Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan
Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Pin BB : D403E3C3 Email : admin@griyokulo.com
————————————




















