MAHAR : Rp. 3.299.000,-(TERMAHAR)
- Kode : GKO-75
- Dhapur : Sengkelat
- Pamor : Beras Wutah
- Tangguh : Mataram Abad XVI
- Sertifikasi : Museum Pusaka TMII No : 252/MP.TMII/IX/2015
- Asal-usul Pusaka : Kebumen, Jawa Tengah
Ulasan :
Siapa yang sangka dan siapa yang mengira bahwa dari sebuah keris bisa dipelajari sebuah kearifan sejarah yang bisa menjadi wacana untuk mencari jalan keluar dari masalah yang bisa sama? Dilihat dari budaya perkerisan, salah satu fungsi yang sekarang masih menjadi misteri, keris juga berfungsi sebagai prasasti sebuah zaman ataupun sebuah situasi. Jika kita mau meneliti Sandyakalaning Majapahit, di dalam kaitan ini tercermin sebuah keris yang oleh generasi sekarang disebut dengan Sengkelat. Keris berluk tiga belas, dengan ricikan lengkap ini dalam pakem paduwungan (pakem keris baku) merupakan simbolisasi akhir kehidupan.
Sejarah mencatat bahwa kerajaan Majapahit merupakan kerajaan besar di Jamannya. Daerah jajahannya sampai di daerah Madagaskar bahkan sampai di Pathani, Kamboja Selatan. Kebesarannya yang kemudian melahirkan nusantara memunculkan lambang gula kelapa yang kemudian hari diadopsi menjadi bendera pusaka kita. Tetapi sekarang sisa-sisa kebesaran itu hilang nyaris tak berbekas. Sirna Ilang Kertaning Bumi yang merupakan petunjuk angka tahun Majapahit runtuh. Tahun sakanya berangka tahun 1400 atau tahun masehi 1478.
Sandyakalaning Majapahit atau akhir masa kejayaan Majapahit dilakoni sangat tragis. Digambarkan bagaimana kerajaan Majapahit menjelang akhir keruntuhannya mengalami situasi yang runyam. Kerajaan dilanda kerusuhan, kadipaten-kadipaten ingin melepaskan diri. Sementara di dalam kerajan terjadi pertikaian perebutan jabatan, kekuasaan dan pengaruh. Di luar istana, masyarakat dan para punggawa kerajaan terlibat malima (madat, main, madon, maling, minum). Situasi yang mencerminkan perburuan keduniawian itu menjadikan ulama, kiai, brahmana dan pendeta prihatin. Orang Jawa mengatakannya dengan perkataan sekel – jengkel. Bukan tanpa maksud apabila seorang Sunan (menurut Babad Demak) meminta seorang Empu membuatkannya keris berlekuk tiga belas. Konon keris tersebut bahan bakunya adalah semacam cisnya Nabi Mohammad SAW. Dari wacana ini pula, tersirat simbolisasi kembali memegang tongkat yang mengarah ke kehidupan sejati, yakni tuntunan agama. Dalam kaitan ini karena Sunan Kalijaga seorang Muslim, dengan sendirinya mengedepankan tuntunan ajaran Islam.
Tidak harus dengan gebyar pamor untuk menunjukkan sebuah kegagahan. Keris Sengkelat ini sudah menunjukkan jati dirinya sebagai Keris tangguh Mataram yang terkenal dengan Empu-Empu yang mumpuni. Karakter besi dan pamor serta bentuk Ganja sebit lontar khas tangguh Mataram, tampilan gandik dan pejetan persegi (kotak) semakin menasbihkan diri sebagai produk jaman Mataram. Hingga pemilihan bentuk sekar kacang yang nguku Bima dari sang pambabar pusaka (Empu) semakin menambah sisi maskulin bilah ini. Sedikit aksen tungkakan juga masih bisa terlihat. Pendok warangka yang terbuat dari perak dipilih oleh pemilik sebelumnya sebagai sandangan untuk mengimbangi ketampanan dan kegagahan bilah ini.
Pamor beras wutah, merupakan motif dasar dari segala jenis pamor. Dipercaya bermanfaat guna ketentraman, dan keselamatan Pemiliknya, untuk mencari rejeki, cukup wibawa dan disayang orang di sekelilingnya.
Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.
Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan
Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Pin BB : 5C70B435 Email : admin@griyokulo.com
————————————