Jalak Nguwuh Surakarta

1. Kode : GKO-40
2. Dhapur : Jalak Nguwuh
   
3. Pamor : Kulit Semangka
   
4. Tangguh : Surakarta Abad XVIII
   
5. Sertifikasi : Museum Pusaka TMII No : 150/MP.TMII/VI/2015
6. Asal-usul Pusaka : Nganjuk, Jawa Timur

---

 

Ulasan :

Manusia makhluk gagah perkasa, tetapi ia juga rapuh. Berhadapan dengan dunia ini, manusia tidak dapat memungkiri bahwa sering kali jatuh ke dalam dosa. Dan seringkali pula manusia menikmati kerapuhannya, dan tidak mau keluar dari kejatuhannya. Hidup menjadi kering dan tidak berbuah

Dhapur Jalak Nguwuh akan selalu mengingatkan kepada kita bahwa hidup kita di dunia harus bisa menghasilkan sesuatu (buah) kepada orang lain. Manusia hidup: lahir, tumbuh-berkembang, dewasa, tua dan mati. Ini fakta nyata bahwa ada kehidupan juga ada kematian. Namun, kita meyakini bahwa hidup tidak akan pernah berakhir saat kematian menjemput badan. Hidup akan tetap berlanjut karena Roh itu kekal-abadi. Keyakinan inilah yang mengundang manusia untuk lebih menghormati segala bentuk kehidupan ini. Bentuk konkret rasa hormat terhadap hidup dapat berupa mempraktekkan hidup baik: bekerja dengan ikhlas, mengasihi, sabar, murah hati, mau berbagi, suka menolong dll. Menghormati hidup berarti menghormati diri sendiri sebagai pribadi dan juga menghormati sesama manusia, tanpa kecuali. Sama seperti buah dari sebuah pohon tidak dinikmati oleh pohon itu sendiri, tetapi dinikmati oleh orang banyak, demikian juga hidup kita. Karena setiap pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik pula.

Tangguh Surakarta :

Surakarta tak mungkin dipisahkan dari keris. Keris Tangguh Surakarta dikenal gagah dan menarik hati. Bentuknya yang dikenal saat ini, dianggap puncak dari perkembangan dan penyempurnaan bentuk-bentuk keris pada masa sebelumnya – seperti pada masa Majapahit, Demak, Pajang dan Mataram. Ciri- Ciri keris Surakarta antara lain pamor relatif rumit, lembut memenuhi bilah, ujung keris yang mucuk tuma, bentuk wilah berbentuk daun singkong, slorok cenderung berwarna kehijauan, pada bilahnya terdapat ada-ada, gusen dan gula milir, bentuk pesi gilig ajeg (diameter sama) dan biasanya terdapat tungkakan pada ganjanya.

 

Mengamati Pasikutan keris ini, langgam keris ini tentunya lebih cocok dimasukkan dengan Tangguh Sejaman sebelum PB IV, karena pada masa Sunan PB IV hingga Sunan PB IX bentuk keris Tangguh Surakarta mempunyai bangkekan (pinggang), dan keris-keris yang lahir pada masa itu memiliki fisik lebih panjang daripada keris tangguh-tangguh sebelumnya sehingga seringkali disebut keris Corog (panjang kurang lebih 37-38 cm). Namun pada zaman Sunan PB X memerintah, maka bentuk keris-keris nya kembali ke ukuran pendek (mengambil gaya Majapahit) kurang lebih panjangnya hanya 34 cm.

Apabila kita perhatikan secara seksama pada ujung pesi keris ini, terdapat semacam guratan bersilangan atau istilah jawanya diprapat (tanda tambah atau +). Biasanya bentuk pesi semacam ini dinamakan pesi tapak jalak, yang diisi emas atau perak dan dianggap memiliki tuah tertentu (tolak bala). Sayang sekali sumpalan logam pada ujung pesi sudah tidak diketemukan lagi mungkin karena faktor usia keris dan korosi.

Meski Keris Jalak Nguwuh ini bukan keris buatan Mpu Dalem Kraton yang bisa dirunut asal-usulnya secara jelas, dari segi garap pastilah bukan sekedar Mpu pedesaan/pinggiran Kraton biasa, kemampuan tempa yang mumpuni menghasilkan kualitas keris yang padat, lumer ,halus dan pamor merata di seluruh permukaan bilah. Bahkan sang Empu masih mengikuti Pakem keris Surakarta diantaranya panjang bilah adalah 4,5 x panjang ganja. Sangat layak dikoleksi bagi Anda yang ingin belajar dan mulai mengkoleksi keris cantik dari Tangguh Surakarta dengan mahar sangat terjangkau.

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.