Suratman Ketip

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 3.000,000,-(TERMAHAR) Tn. ON, Jakarta


1. Kode : GKO-502
2. Dhapur : Tilam Upih
3. Pamor : Ketip
4. Tangguh : Tuban Mataram (Abad XVI)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No :
6. Asal-usul Pusaka :  Pekalongan, Jawa Tengah
7. Dimensi : panjang bilah 36,5 cm, panjang pesi 6,3 cm, panjang total 42,8 cm
8. Keterangan Lain : warangka dusun ukiran rajamala


ULASAN :

SURATMAN KETIP, mendengar nama keris Suratman Ketip, mereka khususnya orang-orang perkerisan yang tinggal di sepanjang pesisir utara Jawa Tengah utamanya di daerah Tegal – Batang – Pekalongan hingga Kendal akan paham dan langsung menyebut bentuk suatu pamor pada sebilah keris lurus (biasanya berupa dhapur sederhana seperti brojol atau tilam upih saja) yang wujudnya berupa relief bulatan-bulatan seperti mata uang logam kuno (duit ketip). Pamor Ketip sendiri pada umumnya dikenal memiliki dua macam bentuk : yang pertama adalah lethrek (seperti pada jenis ketip yang terdapat pada keris ini), dimana relief bulatan-bulatan tersebut seperti koin yang disusun bertumpuk/berderet. Dan yang kedua disebut rentheng, apabila bulatan-bulatan uang logam itu disusun berurutan sehingga terlihat bulat penuh dengan jarak/spasi tertentu.

Di zaman penjajahan kolonial terdapat beberapa satuan mata uang mulai dari yang terendah bil, sen, benggol/gobang, kelip. ketip, stalen, perak dan ringgit. Semuanya dalam bentuk uang logam, baru setelah memasuki era kememerdekaan mulai ada mata uang kertas. Pada zaman Belanda, kita masih dapat membelanjakan uang satu sen untuk membeli jajanan. Bahkan setengah sen disebut dengan bil, masih dapat digunakan untuk membeli sesuatu. Anak-anak yang berasal dari keluarga lebih mampu masih bangga menerima uang jajan sebesar dua setengah sen, yang dikenal dengan benggol. Satu benggol artinya dua setengah sen. Jika sen dan bil itu bentuk koin uangnya lebih kecil, maka benggol lebih besar sedikit. Satuan uang benggol ini berbentuk mata uang logam yang berlubang segi empat, yang pada waktu masih kecil, kakek-nenek sering menggunakannya untuk “kerokan” kalau sedang masuk angin. Ada lagi satuan uang yang dikenal dengan Ketip artinya sepuluh sen. Seketip artinya sama dengan sepuluh sen, atau seketip sama dengan empat benggol. Mengantongi uang satu ketip saja pada zaman itu sudah terasa lumayan gagah, karena kita sudah dapat membeli bermacam-macam barang. Konon kalau orang pada zaman Belanda sudah dapat hidup sehari.

CERITA/LEGENDA, konon menurut cerita tutur yang berkembang di sekitar pantura Jawa Tengah, keris suratman ketip ini pertama kali diciptakan oleh Empu Suratman secara tidak sengaja. Mengenai asal-usul Empu Suratman yang dimaksud dalam cerita tutur disini pun ada beberapa versi yang dapat dirangkum. Pertama, dikaitkan dengan ketokohan Mpu Supo, Empu keris terbesar sepanjang sejarah Majapahit yang juga menurunkan Empu-Empu hebat sampai era Mataram. Menurut cerita versi ini Mpu Suratman merupakan anak dari Mpu Supo (walau ada yang menceritakan Mpu Suratman merupakan panjak/murid dari Mpu Supo). Versi kedua menurut serat-serat lama Mpu Suratman (Dalam Serat Cariyosipun Empu ing Tanah Jawi bernama Jaka Suratiman) adalah seorang Mpu yang berasal dari daerah Tuban anak seorang Empu Pajajaran, Empu Kuwung.

Singkat cerita karena ketenarannya dalam menciptakan pusaka-pusaka bertuah, suatu saat Mpu Suratman berkenan menerima pesanan keris untuk sarana dagang. Di awal kedatangannya sang pemesan memberikan pula uang persekot (pada saat itu berupa uang kepeng/picis) sebagai tanda jadi kepada sang Empu. Seperti lazimnya membabar pusaka saat itu,  dengan tirakat menahan lapar dahaga serta kantuk di malam hari Empu Suratman berdoa dengan khusyuk kepada Yang Maha Kuasa agar keris yang dibuat nantinya menjadi pusaka yang mahanani serta dapat bermanfaat bagi pemiliknya.

Dan pada suatu ketika Empu Suratman mencari uang kepeng yang telah diberikan sebelumnya ternyata lenyap, dicari-carinya tak ketemu. Meskipun penasaran kemana hilangnya uang kepeng tersebut, namun sang Empu tetap harus melanjutkan tugasnya untuk dapat menyelesaikan pesanan keris tersebut. Alangkah terkejut hatinya saat melihat uang kepeng yang dicari-cari secara ajaib menempel pada bilah keris buatannya dan tidak bisa dilepas. Konon dari kejadian tersebut karyanya tersebut dinamakan pamor ketip, dan sampai sekarang lebih dikenal dengan nama keris Suratman Ketip. Keris dengan pamor ketip dipercaya baik jika dimiliki oleh para pedagang atau pengusaha agar tidak kehabisan modal, selalu untung dan selalu melekat keberuntungannya. Tidaklah mengherankan jika keris ini dulunya banyak disimpan oleh para juragan batik, juragan kapal dan para pedagang  di daerah Pekalongan dan sekitarnya.

 

HULU RAJAMALA, Bentuknya menyerupai canthik perahu Rajamala, perahu tanpa layar digerakkan belasan pendayung penjaga memori tentang Bengawan Solo dua abad silam. Selain sarat makna filosofi, bentuk kepala rajamala yang angker itu berbuah menjadi sangat menarik dan berkarakter. Hulu berbentuk Rajamala dipercaya mempunyai kekuatan gaib, mengandung semacam doa atau mantra bagi pemiliknya. Cerita ini dikuatkan dengan kisah kesaktian Raden Harya Rajamala, dalam cerita pewayangan. Rajamala adalah ksatria berbentuk raksasa yang sakti mandraguna. Dia tidak akan mati, bila jasadnya dimasukkan kembali ke dalam air. Bila mengalami cedera fisik yang sangat parah, hanya dengan diperciki sedikit air, tubuhnya akan kembali bugar. Mitos inilah yang kemudian diambil spirit-nya oleh masyarakat perkerisan, untuk membuat ukiran dengan bentuk kepala Rojomolo. Tentu saja, diharapkan bentuk ini bisa mempertebal daya isoteris keris, yaitu memiliki energi penolak memala atau bala.

CATATAN GRIYOKULO, keris Suratman Ketip selalu menghadirkan pesona-nya tersendiri. Bukan sekedar sebagai keris yang dipercaya sebagai pembawa kerezekian maupun keberuntungan seperti halnya pamor udan mas, namun penampilan fisiknya juga unik dan berbeda dengan keris-keris pada umumnya. Selain bentuk relief mata uang kuno yang timbul dan menempel (emboss) sepanjang permukaan bilah, juga kearifan lokal dalam perawatannya yang hanya mengandalkan minyak misik/kemenyan saja (walau sekarang banyak yang menggantinya dengan minyak cendana). Warna hitam yang ada pada besinya pun bukan hasil dari treatment warangan, melainkan serapan minyak selama berpuluh-puluh hingga ratusan tahun.

Yang menarik jika rata-rata keris pamor ketip memiliki jumlah bulatan ganjil yang sama antara sisi muka dan sisi belakang, maka pada keris ketip ini tergolong unik karena bulatan ketip pada sisi muka dan sisi belakang berbeda jumlah (slewah). Yang apabila kita hitung pada sisi muka ditemukan bulatan pamor sebanyak 42 ketip dan sisi belakang berjumlah 41 ketip.

Warangka gambilan (tanpa pendhok) yang ada pada keris Suratman Ketip ini tergolong sederhana, motif kayu timohonya pun ala kadarnya bukan dari jenis pelet yang banyak diburu dan sudah mulai uzur, khas keris-keris yang banyak ditemukan di pelosok-pelosok dusun. Berpadu dengan ukiran Rajamala akan semakin membuat orang penasaran dengan isi yang tersembunyi di dalamnya.

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *