Maesa Lengi Pamor Udan Mas/Mata Ketitir Kolektor Item

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 8.888.888,- (TERMAHAR) Tn.KRA JYH, Sidoarjo


1. Kode : GKO-489
2. Dhapur : Maesa Lengi
3. Pamor : Udan Mas/Mata Ketitir
4. Tangguh : Tuban Pajajaran (Abad XIV)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No :
6. Asal-usul Pusaka : eks paranormal
7. Dimensi : panjang bilah 34,2  cm, panjang pesi 6,8 cm, panjang total  41 cm
8. Keterangan Lain : dhapur langka, mendak perak lawasan, ukiran tayuman? (tenggelam dalam air), kolektor item


ULASAN :

MAESA LENGI, adalah salah satu bentuk dhapur keris lurus. Sepintas, Keris Maesa Lengi bentuknya hampir mirip dengan Kebo Lajer, sebab memiliki bentuk gandhik tinggi dan polos/lugas (tidak memakai, sekar kacang, jalen dan lambe gajah). Selain itu permukaan keris Maesa Lengi biasanya juga bentuknya rata, tanpa adha-adha, umumnya tipis, dan kebanyakan berasal dari tangguh tua. Namun, yang membedakan antara keris Kebo Lajer dengan Maesa Lengi adalah pada dhapur Maesa Lengi memiliki tambahan ricikan lain berupa tikel alis.

Sebagian pecinta keris percaya bahwa keris berdhapur Kebo-keboan mempunyai tuah yang dapat membantu penghidupan para petani dan peternak. Tuah keris tersebut antara lain menyuburkan tanaman sehingga panennya berhasil, serta ternaknya bisa diharapkan berkembang biak secara cepat. Kepercayaan pada zaman dahulu keris ini juga dimiliki oleh para pangreh praja. semisal lurah, wedana atau bupati, sebab tuahnya dipercaya dapat melindungi daerah kekuasaannya dari serangan hama tanaman atau wabah penyakit ternak. Kini, bagi mereka yang percaya keris dhapur Kebo dianggap cocok dimiliki oleh mereka yang berprofesi dalam bidang pekerjaan yang berhubungan dengan unsur tanah, seperti properti/perumahan, agrobisnis atau hasil bumi (palawija), peternakan, hingga pertambangan (pasir, batu alam, batubara)

Selain itu, Kangjeng Kiyahi Mahesa Lengi adalah keris pusaka milik keraton Yogyakarta. Keris ini tidak diketahui pasti dhapur-nya, ada pihak yang mengatakan ber-dhapur Paniwen, ada pula yang mengatakan Sengkelat. Keris ini dihias dengan sinarasah emas dan permata hingga pucuk. Warangkanya terbuat dari kayu Trembalo, dengan pendok terbuat dari emas rinajawarna. Keris ini merupakan buatan Panembahan Mangkurat (putra HB II) di masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono V, dan merupakan putran (duplikat) dari keris milik Tumenggung Sosronegoro, seorang Bupati Mancanegara.

PAMOR UDAN MAS, adalah salah satu pamor yang menjadi impian para kolektor dan pecinta keris untuk dimiliki. Sebagian besar diburu karena kepercayaan akan tuahnya (kuwat kebandan, urip mapan) yang konon bisa membuat pemiliknya terus diguyur dengan rezeki dan segala kebaikan-kebaikan lainnya.

Apabila kita membuka buku semisal De Kris 2, Magic Relic of Old Indonesia yang ditulis oleh G.J.F.J. Tammens (1993) pada hal 149 mengenai pamor udan mas (golden rain) tertulis:

The pamor Udan Mas is a magnificent pamor, but difficult to describe. Basically it consists of round shapes, made up of circles (at least three). The way they are made an their position on the blade are subject of dispute. Some example are : rings in the middle of the blade, with or without rows of smaller rings; only small rings on either side of the blade; rings appearing in groups of five, as on a dice; rings spread out at random on the blade, large and small ones mixed; flat rings or with a dip, caused by hammer-blows or another such method. Plenty of possibilities to choose from. It’s positive character has made it especially favoured by merchant. It brings wealth. This is why krisses with this pamor motif are expensive and frequently appear as forgeries

terjemahan bebas:

Pamor udan mas merupakan salah satu pamor yang mengagumkan, namun agak susah untuk digambarkan. Pada dasarnya tersusun oleh bulatan-bulatan (puseran),  yang masing-masing puseran tersebut terdiri dari lingkaran penyusun lebih kecil (paling sedikit tiga). Cara pamor ini dibuat dan posisi/pola pada bilah seringkali menjadi perdebatan. Beberapa versi (udan mas) diantaranya :

  1. Udan Mas yang letak puseran (besar) berada tepat di tengah bilah, bisa dikelilingi barisan puseran yang lebih kecil, bisa pula tidak.
  2. Udan Mas dimana polanya hanya berbentuk puseran-puseran kecil pada sepanjang pinggir bilah.
  3. Puseran yang ada membentuk pola group lima-lima, seperti pada dadu (seperti udan mas umumnya yang kita kenal)
  4. Puseran udan mas menyebar secara acak di permukaan bilah, besar dan kecil bercampur.

Puseran rata dari atas hingga bawah disebabkan oleh tempaan palu atau motode lainnya. Banyak variasi yang bisa dipilih. Karakter positifnya telah membuatnya digemari oleh banyak orang. Dipercaya dapat mendatangkan kekayaan/kemakmuran. Itulah mengapa keris-keris dengan pamor udan mas umumnya mahal dan seringkali menjadi obyek pemalsuan.

PAMOR MATA KETITIR, di tanah Melayu pamor seperti ini disebut sebagai pamor Mata Ketitir. Tuahnya dipercaya sebagai sarana kesejahteraan dan keamanan. Baik dipakai dalam urusan perniagaan (sebagai penglaris), baik pula untuk urusan berbicara. Pemiliknya disayangi dan dihormati oleh orang-orang sekelilingnya. Nilainya tinggi pada zaman dahulu.

PAMOR  MAS KEMAMBANG, atau mas kumambang adalah pamor yang terletak di bagian gonjo. Bentuknya merupakan garis mendatar yang berlapis-lapis mirip dengan kue lapis. Jumlah lapisannya pun beragam, ada yang hanya dua atau tiga lapis saja, namun ada pula yang sampai enam bahkan tujuh lapis. Namun jumlah lapisan tersebut tidak berpengaruh pada tuahnya. Pamor Mas Kumambang ini menurut sebagian pecinta keris termasuk baik tuahnya. Pemilik keris dengan ganja semacam ini bisa bergaul baik dengan kalangan atas maupun bawah. Mereka yang dalam pekerjaannya banyak berhubungan dengan orang lain atau pihak ketiga, sangat cocok jika memiliki keris yang gonjo-nya berpamor mas kumambang ini.

GONJO SUMBERAN MAS atau KLOWONGAN, adalah pamor yang terletak di bagian wuwungan gonjo (sisi yang terlihat dari luar ketika bilah dimasukkan ke dalam warangka). Bentuknya berupa bulatan berlapis-lapis mirip mata kayu biasanya berjumlah empat hingga enam buah puseran. Pamor sumber mas tergolong sangat baik dan banyak sekali dicari orang, karena dipercaya dapat membantu mendatangkan rezeki di masa-masa sulit sekalipun, bak sumber/mata air yang tidak pernah kering, terus mengalir di musim kemarau.

Jika kita membuka referensi dari buku dengan judul Kebudayaan, Pengertian Tentang Keris di Pulau Madura (Zainal Fatah, 1952), pamor pusar-pusar di permukaan luar ganja, yaitu di belakang sirah cecak dan di sebelah buntut urang, adalah salah satu pamor wirasat (pamor yang memiliki bentuk dan nama beraneka macam dan dianggap memiliki tuah tertentu) versi madura yang memiliki tuah : pangkat tinggi, selamat, disegani orang banyak. Kecuali itu dapat cepat dapat rezeki dan kekayaan.

PAMOR GALUBUNG EMAS, masih dari referensi buku yang sama pamor yang terdapat pada bilah ini justru bisa digolongkan dalam pamor galubung emas, dimana pamor Galubung Emas berupa pusar-pusar di dalam pamor lain yang merata sepanjang bilah. Tuah dari pamor ini adalah banyaj rezeki, dikasihi dalam pekerjaan, diharga orang lain dan membawa simpanan harta kekayaan.

UNYENG KEMPIT, Siapa yang tidak tahu unyeng-unyeng? Kita mengenal unyeng-unyeng muncul di kepala manusia, tubuh hewan dan juga kayu yang terdapat pada ukiran (gagang) keris. Bagi masyarakat jawa, unyeng-unyeng sering dianggap sebagai suatu tanda yang mempunyai maksud dan kegunaan tertentu. Pun dalam dunia perkerisan, selain memperindah penampilan ukiran keris, sebagian besar masyarakat perkerisan terutama di daerah Surakarta dan Yogyakarta percaya bahwa unyeng-unyeng yang muncul dalam ukiran (khususnya kayu  Tayuman) dipercaya memiliki tuah tertentu. 

Kempit: Unyeng-unyeng yang berada di bagian “ketiak” jejeran di sisi kanan atau kiri atau kedua-duanya. Unyeng-unyeng ini dianggap dapat mendatangkan kemampuan berbuat baik bagi orang-orang di sekelilingnya.

FILOSOFI, “Maesa” selain itu miswa, mundhing, gomi, andhanu, srawana, danuka, gopaka, badhagas, sityaka, karbwita adalah dasanama (persamaan istilah suatu kata dalam bahasa Jawa yang mempunyai makna yang hampir serupa, bahkan sama) dari hewan kerbau. Sedangkan “Lengi” kemungkinan berasal dari kata “lang’i”  yang mengalami asimilasi ( proses perubahan bunyi yang mengakibatkan suatu bunyi menjadi mirip atau sama dengan bunyi lain di dekatnya) lama kelamaan lafalnya berubah demi kemudahan. Dalam bahasa Jawa berarti berenang.

Kerbau (Bubalus bubalis) berasal dari arni (Bubalus arnee), semacam kerbau liar yang hidup di rawa-rawa dan hutan berumput di India. Domestikasinya diperkirakan bermula 4000 tahun yang lampau dan akhirnya berkembang menjadi kerbau perah (dairy buffalo) dan kerbau lumpur (swamp buffalo). Kerbau perah mendominasi wilayah yang terbentang dari India, Mesir hingga Tenggara Eropa. Sedangkan kerbau lumpur lebih banyak terdapat di kawasan Asia Tenggara.

Bulunya yang jarang dan kelenjar keringatnya yang jarang dibandingkan dengan sapi, mengharuskan kerbau mandi, dibasahi tubuhnya minimal 2 kali sehari atau berkubang lumpur. Dapat dikatakan kerbau merupakan hewan semi aquatik. Badannya yang berat (rata-rata 400 kg, bahkan bisa mencapai 800 kg), kakinya yang kuat, teracaknya yang lebar, langkahnya yang lambat namun mantap, ibarat  sebuah traktor hidup yang membuatnya sangat cocok untuk bekerja di sawah. Kultur sawah dan peran kerbau menjadi ukuran kemakmuran desa, pengejawantahan praktik kekuasaana elite. Sejarah kerajaan-kerajaan di masa lampau dalam politik pangan ditopang peran dan pengaruh kerbau.

Terkait dengan budaya agraris, bagi masyarakat Jawa, kerbau dianggap sebagai rojo koyo yang mendatangkan banyak manfaat karena bisa memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia. Selain itu kerbau juga kerap dihubungkan dengan kesuburan tanah karena merupakan hewan yang paling cocok untuk membajak sawah. Pengelolaan tanah untuk menjaga siklus kesuburan lahan sawah tersebut dilakukan dengan bantuan hewan kerbau sebagai penarik bajak. Mata bajak yang ditautkan dengan perangkat kayu ke bahu punggung kerbau, membuat tanah terangkat dan memutar sehingga yang semula di atas menjadi di bawah, demikian pula sebaliknya, menimbulkan jejak tanah yang setelah dibajak menjadi alur seperti terputar/terpelintir spiral. Kondisi yang demikian selain memberikan kesempatan tanah untuk bersiklus kembali subur juga menjadi lebih gembur karena bekas pijakan kaki sang kerbau.

Secara simbolis pamor udan mas mengandung arti “subur makmur”, gemah ripah loh jinawi, yang dilukiskan hujan jatuh di hamparan sawah yang menguning laksana hamparan permadani emas, diakhiri dengan sukacita para petani. Masa menuai memijak sejuk lumpur dimulai, membawa padi tuai dan mengisi lumbung-lumbung padi penuh. Padi yang menguning keemasan seakan memberi sebuah buku terbuka untuk dibaca. Hamparan sawah yang menguning subur memberi harapan serta jawaban atas doa maupun ikhtiar akan kecukupan pangan bagi keluarga dan orang banyak (kemakmuran), atau zaman sekarang sering dikaitkan menghasilkan pundi-pundi rupiah (kekayaan). Dan sekaligus rasa syukur atas totalitas perjuangan panjang memeras keringat, rajin yang tidak pernah surut diterpa angin, disengat matahari, dibasahi hujan dalam merawat tanaman padi. Sebuah kesungguhan yang kuat hingga akhir tercapai toto tentrem kerto raharjo atau keadaan yang tentram dan sejahtera.

Dalam sisi kontradiksi, pamor ini juga bisa menjadi sebuah pameling bahwa kemakmuran (gemah ripah loh jinawi) itu bukanlah sesuatu yang kita terima saja sebagai karunia Sang pencipta melalui alam, melainkan sesuatu yang patut diperjuangkan dengan kegigihan kerja untuk terciptanya hidup tentram dan sejahtera (tata tentrem kerto raharjo). Sebab hidup tak lepas dari perjuangan.

TANGGUH TUBAN PAJAJARAN, Bentuk keris Tuban rata-rata lurus dengan ricikan sederhana, berkisar pada dhapur brojol, tilam upih dan kebo lajer, karena secara sosiologis masyarakat pesisir lebih suka hal-hal yang praktis, lugas dan fungsional serta turut menandai bahwa figur orang pesisir tidak suka bertele-tele dan tidak neko-neko.

Sebutan tangguh Tuban Pajajaran tidak bisa dikatakan mutlak keris atau tombak itu berciri Tuban atau mutlak berciri Pajajaran. Karena kemungkinannya, bahan-bahan besi dan pamor turut dibawa dalam hijrahnya oleh sang Empu dan keturunannya yang kemudian berkarya di Tuban. Karenanya masih mengandung unsur kekhasan sifat besi-besi Pajajaran, namun sudah sedikit banyak dibentuk dalam balutan style Tuban. Jadi besinya Pajajaran namun bentuknya Tuban, oleh karenanya sering disebut Tuban Pajajaran.

Sangatlah langka kota (di luar keraton), yang memiliki empu ternama sebanyak Tuban. Sebut saja, tiga empu legendaris dari Pajajaran yang kemudian hijrah ke kota Tuban seperti Empu Kuwung, Empu Ni mbok Sombro, dan empu Anjani. Juga beberapa nama yang mumpuni seperti: Empu Paneti, Empu Suratman, Empu Modin, Empu Salahita, Empu Supadriya, Empu Jirak, dan Empu Ni Sembaga yang juga berkiprah di Tuban, sehingga menjadikan kota ini kaya akan tangguh keris-keris berkualitas.

CATATAN GRIYOKULO, Siapa yang menyangka jika keris yang awalnya kotor dalam balutan warangka dusun dan diperoleh dari eks “orang pintar” di daeah Jawa Timur, setelah dijamas dan diwarangi ternyata berwujud sebuah keris udan mas ‘njeder‘. Betul kata orang tua, jika sudah hoki tidaklah kemana.

foto lokasian, kondisi awal

Ketika menatap pusaka ini, seolah kita diajak menikmati kembali sebuah keindahan masa lalu. Curi pandang pertama diawali dengan ndeling pamor-nya  dan dengan kualitas garap seperti ini sudah bisa dipastikan tantingan sangat ringan dan sentilan pun sangat nyaring, pertanda kematangan tempa. Dalam usianya berabad-abad masih dapat menampilan proporsi bilah yang wangun dan menyisakan keutuhan besi dan pamor adalah wujud kedigdayaan material pilihan.

Pengaruh dari tangguh Pajajaran terwujud pada bilah yang agak tipis namun sepuhan-nya keras, serta gandik dan sirah cecak yang agak membulat. Keunikan yang lain adalah penampakan pola pamor pada bagian samping kanan kiri gonjo yang berkarakter garis-garis (mas kumambang), namun pada bagian wuwungan luarnya justru mempunyai karakter berbeda, yakni berbentuk pusar-pusar (klowongan). Hal ini tentu saja tidak terjadi dengan sendirinya, tapi sudah diperhitungkan sang Empu.

Namun dari kesemuanya, hal yang paling menarik sebenarnya adalah harmonisasi  filosofi alam antara sebuah dhapur keris dengan pamor yang melingkupinya, ibarat kerbau sebagai rojo koyo dan hujan sebagai berkah langitan telah menumbuhkan hamparan padi yang menguning  saujana. Bibit-bibit ketekunan dan kesabaran itu telah menghasilkan bulir-bulir yang indah untuk dipanen pada waktunya. Rasanya sangatlah pantas, keris Maesa Lengi ini menjadi keris dengan status pusaka yang layak disimpan sebagai piyandel maupun ageman ataupun nantinya akan diwariskan lintas generasai kepada anak cucu kita. Terlebih bisa sedikit berbangga hati memiliki sebuah pusaka Mahesa Lengi, dhapur keluarga Kebo yang bukan pasaran dimiliki setiap orang.

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com

————————————

6 thoughts on “Maesa Lengi Pamor Udan Mas/Mata Ketitir Kolektor Item

  1. Tosan aji lapak bang Donny memang kelase duwur
    Jan jane mahar pengen disaur.
    Bojoku maido: Kui duit kanggo nempur….
    Meh golek pinjol, kok totalane marakke blawur
    Yo wes enak e piye Lur…???
    Tak ndonga sek golek wangsit lan tapakur……. 🙂 wkwkwkwk bercanda bang.

    Salam Rahayu.

Tinggalkan Balasan ke Didit Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *