Keris Pamor Pari Sawuli

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 9.191.919,-(TERMAHAR)Tn. AHP, Villa Melati Mas, Serpong Utara


1. Kode : GKO-487
2. Dhapur : Tilam Upih
3. Pamor : Pari Sawuli
4. Tangguh : Madura (Abad XVIII)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No :
6. Asal-usul Pusaka :  Rawatan/warisan turun temurun
7. Dimensi : panjang bilah 37 cm, panjang pesi 6,5  cm, panjang total 43,5  cm
8. Keterangan Lain : pamor langka


ULASAN :

TILAM UPIH, adalah nama dhapur keris lurus yang sederhana. Gandik-nya polos, hanya mempunyai dua ricikan yakni tikel alis dan pejetan. Karena model ricikannya relatif sederhana tidak neko-neko, menjadikannya lebih banyak orang yang bersedia memakainya hingga sekarang relatif lebih mudah diketemukan dan banyak tersebar di dalam masyarakat dengan kata lain dhapur cukup populer atau terkenal. Di dalam gedong pusaka keraton Yogyakarta pun sedikitnya ada tiga keris pusaka yang ber-dhapur Tilam Upih dengan gelar Kangjeng Kiyahi, yaitu KK Pulanggeni, KK Sirap, dan KK Sri Sadono.

FILOSOFI, Morfologi Tilam Upih sendiri adalah sebuah alas (tilam) yang terbuat dari daun berpelepah (upih). Nyaman sebagai pembaringan, dimana saat dingin terasa hangat dan saat panas terasa dingin (Kearifan lokal orang Jawa dengan tirakat tidur di lantai adalah untuk menghadang rejeki atau menghalangi datangnya malapetaka). Apabila dimaknai lebih dalam adalah sebuah simbolisasi laku prihatin atau tirakat. Laku adalah usaha atau upaya. Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku bersenang-senang Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah usaha manusia untuk menjaga jalan kehidupannya supaya selalu selaras dengan ajaran budi pekerti dan kesusilaan, tidak terlena dalam kenikmatan keduniawian, dan untuk menjaga agar kehidupan manusia dalam kondisi ‘keberkahan’, selamat dan sejahtera dalam lindungan Tuhan, agar dihindarkan dari kesulitan-kesulitan dan terkabul keinginan-keinginannya. Proses laku itu sendiri mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku orang agar selalu positif, menjauhi hal-hal yang bersifat negatif (fokus pada tujuan).

PAMOR PARI SAWULI, Kata penunjuk satuan ukuran adalah kata yang digunakan untuk menunjukkan ukuran atau kuantitas benda agar lebih spesifik digunakan secara universal di suatu lingkungan masyarakat tertentu. Kata penunjuk satuan pun dibagi menjadi dua, yaitu alami dan tak alami. Disebut alami apabila dasar penyebutannya ialah sifat atau keadaan benda yang disebutkan jumlahnya, seperti tandan, biji, tangkai, siung, dan sebagainya. Sementara itu, kata penunjuk satuan yang tak alami berupa ukuran, takaran, timbangan, seperti meter, gram, jam, hektar, ampere, watt, dan sebagainya.

Bahasa Jawa, seperti halnya bahasa daerah lain di Indonesia, memiliki istilah-istilah khusus yang digunakan untuk menunjukkan ukuran maupun satuan benda. Tiap-tiap benda memiliki istilah-istilah satuan ukuran yang berbeda-beda yang sangat spesifik. Namun Masyarakat Jawa yang tinggal di Jawa Tengah maupun luar Jawa Tengah saat ini cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Pergeseran penggunaan bahasa Jawa ke bahasa Indonesia dimungkinkan dapat menyebabkan menurunnya penguasaan bahasa Jawa seseorang yang pada akhirnya akan berdampak terhadap merosotnya pengetahuan masyarakat mengenai warisan kultural Jawa dan tercerabutnya akar budaya lokal.

Adalah tembung wilangan saparengan basa Jawa (tembung artinya kata, wilangan artinya angka, dan saperangan artinya pasangan atau satuan untuk menyebut jumlah dengan pasangan bendanya), untuk pari (padi) sendiri dikenal beberapa tembung wilangan seperti pari sarongge, pari sagedheng, pari sauntil, dan pari sawuli . Demikian pula Numeralia pokok ketika mengikuti numeralia penggolong akan mengalami perubahan bentuk. Kata siji akan berubah menjadi sa-, yang sering diucapkan sebagai sak-, se-, ataupun sa-.

Bahasa Indonesia memiliki beberapa kosakata yang digunakan sebagai penunjuk satuan dan ukuran, seperti kata ‘orang’, ‘buah’, dan ‘ekor’. Sementara itu, bahasa Jawa memiliki satuan ukuran yang lebih banyak dan spesifik, seperti satuan ukur padi berikut:

Kata ‘rongge‘ dalam bahasa Indonesia berarti ‘bulir’. Kata tersebut biasanya digunakan untuk menunjukkan satuan atau ukuran padi. Pari sarongge berarti ‘satu bulir padi’, yaitu biji padi yang terdapat pada satu tangkai padi. Kata rongge sebagai satuan padi tidak cukup dikenal oleh masyarakat.

Kata ‘gedheng’ juga berarti ikat. Kata tersebut biasanya digunakan untuk menyatakan satuan petai. Satu gedheng (sagedheng) buah petai terdiri atas beberapa tangkai petai yang diikat menjadi satu. Selain untuk menyatakan jumlah buah petai, kata gedheng juga digunakan untuk menyatakan jumlah padi. Pari sagedheng berarti satu ikat padi, yaitu terdiri atas beberapa batang padi yang diikat menjadi satu. Adapun, berat padi dalam satu ikatan (sagedheng) lebih kurang empat kilogram. Istilah gedheng hanya digunakan oleh masyarakat kalangan tertentu, seperti petani sehingga istilah tersebut tidak banyak dikenal oleh masyarakat luas.

Kata ‘until‘ memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia, yaitu jaras atau ikat. Sauntil berarti ‘satu ikat’. Kata until digunakan untuk menyatakan ukuran benih padi dan sayur mayur, seperti bayam, kangkung, dan sebagainya. Winih pari rong until  berarti benih padi dua ikat.

Kata ‘wuli’ juga digunakan sebagai penunjuk satuan ukuran benda. Wuli merupakan kosakata bahasa Jawa yang berarti gerombol padi yang terdapat pada batang padi. Kata wuli digunakan untuk menunjukkan jumlah padi. Pari rong wuli berarti bulir padi yang terdapat pada dua batang padi. Pari sawuli berarti bulir padi yang terdapat pada satu batang padi. Namun, kata wuli tidak banyak diketahui oleh masyarakat penutur bahasa Jawa yang berusia muda.

nora kandhêg nyugokakên gêni | Kyai Tarub ya ta wus dilalah | astanira salah gawe | kêlangkung ènthèngipun | dandangane dipun ungkabi | sarêng kêkêb ingangkat | ki agêng anjêtung | kukusan tan ana bêras | ingsinira pan amung pari sawuli | punika kang dipun dang || (Babad Tanah Jawi, No. 1, Van Dorp, 1923)

Menyebut Pari Sawuli, masyarakat Jawa Tengah akan langsung mengingat cerita rakyat Dewi Nawang Wulan dan Jaka Tarub. Dengan kesaktiannya lah Dewi Nawang Wulan bisa menanak nasi, merubah beberapa bulir dalam satu batang padi (pari sawuli) menjadi sebakul nasi. Frase ini sebenarnya untuk menggambarkan kesejahteraan. Padi adalah lambang kesejahteraan dan ketahanan pangan yang dibawa Nawangwulan untuk kehidupan Jaka Tarub. Bagi masyarakat perkerisan keris dengan pamor pari sawuli dianggap memiliki tuah mempermudah mendapatkan pintu/jalan rezeki (uang, rekanan dll) untuk penghidupan dan meningkatkan reputasi pemiliknya. Beberapa diantaranya memiliki tuah tambahan untuk melindungi keluarga serta sahabat pemiliknya. Pamor pari sawuli tergolong sangat langka.

GONJO KENDIT MIMANG atau KENDIT SERET, sebutan bagi gonjo keris yang memakai pamor berbentuk sebuah garis membujur pada badan gonjo, bisa lurus bisa agak miring, bisa tipis maupun tebal. Oleh sebagian orang, keris dengan gonjo kendit dipercaya memiliki tuah atau angsar yang dapat membuat pemiliknya aman dari gangguan pencuri, sehingga bisa dipakai untuk menjaga harta benda atau tempat usaha. Namun adapula yang meyakini gonjo kendit berkhasiat membuat pemilik keris ini mudah “mengikat” pengikut dan orang di bawah pengaruhnya dan besar keberuntungannya.

CATATAN GRIYOKULO, “Cantik…, tidak pasaran”, adalah komentar-komentar umum yang diucapkan oleh rekan-rekan ketika diperlihatkan keris ini. Jika dikatakan cantik tidak pasaran, tentulah ada alasannya. Maka tengoklah pamor miring rekan yang terdapat pada bilah ini, tampak bulir-bulir padi seolah hidup diabstrakkan pada bagian sor-soran, tengah dan pucuk, bolak-balik di kedua sisi bilahnya, terhubung dalam satu tarikan garis lurus tanpa terputus. Terlebih sangat jarang sekali kita diberikan kesempatan menjumpai keris dengan pamor pari sawuli, tentunya akan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri jika mampu memilikinya. “Karna cantik saja tidak cukup.”

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com

————————————

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *