Tombak Hamengkubuwono Pamor Udan Mas Meteor Prambanan Gebagan Nyutro

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 20.000.000,- (TERMAHAR) Tn D, Ciputat, Tangerang Selatan


1. Kode : GKO-350
2. Dhapur : Tombak Kudup Gambir (Kiai Pare Anom)
3. Pamor : Udan Mas
4. Tangguh : Hamengkubuwono IX (Abad XX)
5. Sertifikasi Museum Pusaka No : 217/MP.TMII/II/2019
6. Asal-usul Pusaka :  Surakarta, Jawa Tengah
7. Dimensi : panjang bilah 20,5 cm, panjang pesi 10,3 cm, panjang total 30,8 cm, panjang landeyan 64 cm
8. Keterangan Lain : kolektor item istimewa


ULASAN :

KUDHUP GAMBIR, adalah salah satu bentuk tombak lurus. Menurut Buku Gambar Keris dan Tombak Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwana X, Dhapur Kudhup Gambir mempunyai ciri : Menggang ing bongkot, ngadhal metheng, ada-ada, awag gilig, methit (agak renggang di pangkal, bilah seperti kadal yang sedang bunting, memiliki ada-ada, perawakan tebal gilig dan ujungnya tidak terlalu runcing namun tajam).

FILOSOFI, Kudhup = kuncup, Gambir = bunga Gambir. Sesuai namanya bentuk tombak satu ini memang mirip dengan kuncup bunga Gambir. Di Indonesia gambir pada umumnya digunakan untuk menyirih pinang (nginang, Jw), yang paling tidak sejak ratusan tahun lalu sudah dikenal masyarakat kepulauan Nusantara, dari Sumatra hingga Papua. Gambir memiliki rasa sedikit pahit, melambangkan kemantapan hati. Makna ini diperoleh dari warna daun gambir yang kekuning-kuningan serta memerlukan suatu pemrosesan tertentu untuk memperoleh sarinya, sebelum bisa dinikmati. Dimaknai bahwa jika mencita-citakan sesuatu, kita harus sabar melakukan proses dengan keteguhan hati untuk mencapainya.

Meskipun secara fisik dapat digunakan sebagai senjata peperangan, namun tombak Kudhup Gambir lebih banyak disimpan sebagai sipat kandel. Diantara pusaka Keraton Kesultanan Yogyakarta, ada sebuah tombak yang berdhapur Kudhup Gambir. Tombak pusaka itu bernama Kanjeng Kiai Jimat yang dimiliki Sri Sultan Hamengku Buwono I sejak masih menjadi Pangeran di Surakarta. Tak banyak pusaka keraton kesultanan Yogyakarta yang merupakan cikal bakal atau yang dibawa Sultan HB I. Namun sayang, kisah lain tentang tombak ini tidak banyak diungkap di dalam catatan keraton. Bagaimana Pangeran Mangkubumi menempa diri untuk kemudian jumeneng menjadi Raja di Kasultanan Yogyakarta juga tidak banyak dikisahkan. Namun paling tidak, tombak ini senantiasa mendampingi pangeran mangkubumi salam pengembarannya menempa diri, mengusir penjajahan Belanda dari Bumi Nusantara.

Dan dalam aras budaya jawa, pusaka berupa tombak sebenarnya pernah ditasbihkan dalam kasta yang sangat istimewa. Jika keris sering dikaitkan dengan suksesi atau pergantian tahta, sejumlah tombak legendaris justru dijadikan simbol perebutan kekuasaan hingga berdirinya sebuah keraton (perpindahan dinasti). Nama-nama besar seperti tombak Kanjeng Kiai Ageng Plered milik Danang Sutawijaya, Kiai Baru Klinthing milik Ki Ageng Mangir, Kanjeng Kiai Rondhan milik Pangeran Diponegoro, dan nama-nama lain, semua itu merupakan nama tombak pusaka yang dianggap memiliki mitos kelebihan tertentu yang sangat hidup dalam ingatan masyarakat jawa.

Tidak hanya itu, Tombak sebagai “pusaka kelembagaan” masih tetap lestari di berbagai daerah. Tengok saja Kabupaten Tulungagung mempunyai Tombak Kanjeng Kiai Upas, Kiai Turun Sih dimiliki oleh Kabupaten Sleman, Pemkot Yogyakarta memiliki pula Kiai Wijaya Mukti, Kiai Abirawa dimiliki oleh Kabupaten Batang dan lain sebagainya. Tombak-tombak ini hingga kini masih terus dirawat dan dijamas setiap tahunnya.

KIAI PARE ANOM, makna dan doa yang telantunkan adalah semangat  yang berjiwa muda serta kesuburan (keberkahan) bagi semua atau menggambarkan bahwa manusia harus selalu membantu dan bermanfaat bagi orang lain.

PAMOR UDAN MAS, Bentuk pamor udan mas memang mirip dengan butiran tetesan air hujan yang jatuh ke tanah, berupa bulatan-bulatan kecil yang tersebar di permukaan bilah keris atau tombak. Bulatan-bulatan ini terdiri dari lingkaran-lingkaran yang bersusun. Paling tidak, satu bulatan terdiri atas tiga puseran, lebih banyak puseran wijang (rapat) semakin menunjukkan “tingkat garap”  dan biasanya bulatan-bulatan tersebut membentuk pola formasi beraturan (kelompok) 212 atau balak 5 kartu domino.

Secara simbolis pamor udan mas (hujan emas) mengandung arti ‘kemakmuran yang menyeluruh bagaikan titik-titik hujan yang jatuh di sawah yang menguning subur laksana hamparan permadani emas, diakhiri dengan sukacita para petani. Masa menuai memijak sejuk lumpur, membawa padi tuai dan lumbung-lumbung padi penuh”

Hidup kita tak jauh beda dengan padi yang ditanam para petani. Kita dipilih Sang Petani Agung, ditanam-Nya di suatu tempat yang dikehendaki-Nya, dirawat-Nya sedemikian rupa dengan kasih. Dia memberi kita nutrisi cukup dan mencabut gulma pengganggu kehidupan kita. Harapannya hanya satu: kita menghasilkan bulir-bulir padi, yang akan dapat dimanfaatkan sesuai kehendak-Nya. Namun, yang kadang terjadi, bulir hidup kita hampa, hanya sekam tanpa isi. Dan itu sangat mendukakan-Nya. Karena itu, marilah kita hasilkan bulir-bulir padi yang kuning berisi, kehidupan yang menjadi berkat tak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga kepada sesama makhluk.

METEOR PRAMBANAN

Batu pamor yang berasal dari meteor yang terkenal adalah yang jatuh di desa Klurak. Klurak adalah nama sebuah desa yang lokasinya di daerah sekitar candi Prambanan. Ada 3 buah desa dengan menggunakan identitas klurak, yaitu :

  1. Klurak wetan, masuk wilayah Desa Tlogo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah.
  2. Klurak kulon, masuk wilayah Desa Madurejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY.
  3. Klurak kembar, masuk wilayah Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY.

Sejak tahun 1985, desa Klurak Wetan dan Klurak Kulon sudah terhapus dari peta, karena adanya proyek Taman Purbakala Nasional Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Dulu kedua desa tersebut lokasinya tepat dibelakang candi Prambanan (tepat disebelah utaranya) dengan jarak sekitar 500m yang berupa persawahan subur. Kedua klurak itu dibatasi oleh sebuah jalan propinsi yang merupakan tapal batas propinsi Jawa Tengah dan DIY.

Konon menurut cerita batu meteorit yang jatuh pada masa pemerintahan Pakubuwono III ini ada dua, menimbulkan kawah sedalam 10 meter dan lebar 15 meter, serta menyebabkan kebakaran dan kerusakan desa-desa di sekitarnya. Pada tanggal 13 Februari 1784 meteor ini sebagian besar diambil dan dibawa ke kraton Surakarta dengan suatu upacara besar-besaran yang dipimpin oleh Adipati Jayaningrat. Namun sayangnya, Pakubuwono III belum sempat menggunakan pamor tersebut karena telah mangkat. Pengambilan kedua dilakukan pada tanggal 12 Februari 1797 atas perintah Pakubuwono IV. Batu meteor yang diambil cukup besar yaitu lebih dari 1 meter kubik. Setelah itu masih diadakan pengambilan lagi hingga kali ke empat di masa pemerintahan Pakubuwono IX. Namun sejarah tidak mencatat bagaimana pihak keraton Yogyakarta mendapatkan batu meteor Prambanan. Apakah diberi oleh keraton Yogyakarta ataukah mengambil sendiri.

Batu meteor ini di keraton Surakarta disimpan, dikeramatkan dan diberi nama Kiai Pamor. Bilamana kraton atau pembesar isatana hendak membuat keris atau tombak diambilah sedikit batu meteor ini. Setiap raja membuat keris para abdi dalem empu yang diperintahkan juga ikut mengambil keperluan sendiri. Oleh sebab itu di pasaran saat itu juga beredar batu pamor Prambanan yang sudah tentu nilainya tinggi sekali. Pada tahun 1930 harga batu pamor Prambanan seberat 1 reyal atau 30 gr saja harganya bisa mencapai 2.5 – 10 gulden. Sebagai perbandingan harga beras waktu itu hanya 5 sen per kg. (1 gulden = 100 sen). 

Tosan aji yang menggunakan pamor meteor Prambanan ditandai dengan rupa pamor yang putih bersih berguwaya sinar rembulan (agak kekuning-kuningan), menampilkan kesan barik (tekstur yang kasar seperti kikir), dan terasa kasap jika diraba. Secara visual, komposisi kristalnya yang heterogen akan menampilkan nuansa-nuansa warna abu-abu pada bilah keris atau tombak dan memancarkan kesan yang sangat indah dan berwibawa.

BATU METEORIT SEBAGAI BAHAN PAMOR TERBAIK

Bahan dari batu meteorit dianggap bahan terbaik  karena melambangkan campur tangan Dewa (karena datangnya dari langit) dan apabila kemudian dipadukan dengan bahan yang berasal dari bumi pertiwi (besi dan baja) tentunya dipercayai akan mewujudkan sebuah pusaka yang ampuh. Konsep ini adalah manifestasi dari falsafah bersatunya Bapa Angkasa dan Ibu Bumi, yang diyakini anaknya kelak pasti akan luar biasa.

Informasi menakjubkan justru datang dari Alqur’an, ketika menyebutkan meteor dan bintang jatuh seperti bola api itu, justru disebut sebagai bola api pelempar syetan, bentuk penjagaan terhadap berita langit. Mengapa Allah SWT merajam syetan atau jin dengan meteor atau bola api di langit? Beberapa riwayat menyebutkan, dahulu sebelum diutus Nabi Muhammad SAW, jin dan syetan dengan mudah naik ke langit dengan tenang, untuk mencuri-curi dengar pembicaraan para malaikat. Perbincangan para malaikat tentang informasi perintah Allah SWT itulah yang dicuri jin, lalu disampaikanlah informasi itu kepada para dukun dan tukang ramal di bumi.

Tidak hanya itu, secara ilmiah pun dapat dipertanggung-jawabkan, karena sifat teknisnya yang sempurna. Secara teknis, komposisi antara baja, besi-pengikat dan meteorit memenuhi syarat strenght in lightness sebagaimana yang dipersyaratkan dalam industri dirgantara.

TENTANG PAMOR GEBAGAN, Dalam buku Kawruh Empu II tulisan jawa carik dari R. Atmasupana – R. Ng Karyarujita (1914) dicatat sebagai berikut; kodokan pamor beras wutah disilang-silang sesuai kehendak dengan kedalaman yang sangat diperhitungkan, Kemudian kodokan dipijar kembali hingga membara lalu di ‘gebag‘ (gebag, maksudnya rata atau sama tinggi) dengan palu kecil, agar coakan-coakan silang atau cacahan yang telah dibuat rata kembali. Efek nyutro atau nginden tampak seperti bergelombang yang seolah membiaskan cahaya sehingga pamor itu berkilau, sangat bergantung dari tebal tipisnya lapisan dan juga banyak sedikitnya lembaran pamor serta kepandaian Sang Empu merekayasa dan mengatur sudut tempa, pada waktu pembuatan keris itu. Ketika menempa, arah pukulan penempaan tidak selalu tegak lurus dari atas ke bawah, tetapi pada bagian-bagian tertentu, pamor dan besi ditempa dengan sudut penempaan miring.

Pada Jaman Paku Buwono IV, Surakarta, teknik gebagan dipelopori oleh empu Brojoguno (Mangkubumen). Bahkan menurut catatan, Hamengkubuwono I juga menggunakan jasa Empu Brojoguno II. Variasi teknik ini berkembang secara lebih ekstrim lagi pada jaman Paku Buwono VII – IX oleh Empu Tirtodongso, dan empu Djoyosukadgo pada jaman Paku Buwono X. Beberapa pamor yang menggunakan teknik gebagan, antara lain : pamor semanggi, sekar moyo atau sekar polo atau sering dikenal dengan nama pamor tapak liman nyutro (nyutro dari kata sutera maksudnya pamor yang bergelombang nginden).

pamor yang indah mirip lukisan pada batik

CATATAN GRIYOKULO, Dapat diamini jika tidak banyak dari kita bisa melihat tombak-tombak garap (terutama HB dan PB) dengan pamor yang memikat hati. Jika tombak ini dicabut sedikit saja dari tutupnya, maka akan sanggup menciptakan rasa penasaran yang tidak ada obatnya selain harus dengan melihat keseluruhan bilah. Yang istimewa adalah pola pamornya yang tampak royal, bergelombang 3D (padahal jika diraba rata) atau biasa disebut nyutro, bak lukisan pada kain batik  dengan motif truntum yang berarti: tumbuh kembali atau di Malaysia disebut pola buntut siput. Orang Barat banyak menyebutnya dengan four leaf clover, dimana daun semanggi umumnya berhelai tiga maka muncul semacam mitos “barangsiapa yang menemukan daun semanggi berdaun empat, maka hidupnya akan selalu dipenuhi keberuntungan”.

Sebuah karya masterpiece dimana mengharuskan sang Empu “noto mowo sakjeroning mowo“. Artinya jika bahan pamor yang sudah ditata dimasukkan ke dalam prapen (perapian) maka selanjutnya yang terlihat hanyalah bara, tak lagi diketahui lagi mana besi dan mana pamor. Hanya dengan kepekaan intuisi dan tali rasa sang Empu tosan aji akan mewujud sempurna.

pamor terkesan 3D bergelombang padahal jika diraba permukaannya rata

foto makro penampang bilah dengan serat mlumah miring

Meski tanpa tampilan hiasan emas, tombak ini sudah ngayang batin memancarkan inner beauty yang dalam. Bentuknya pun terkesan luwes dan ramping khas ngayogyan, simetris dari depan dan samping, dan bagian ada-ada terasa tegas hingga bagian ujung tombak sesuai pakem dhapur kudhup gambir. Tantingan-nya pun termasuk ringan. Oleh beberapa ahli tangguh, perihal bobot tantingan yang tampak nya sepele justru sering valid sebagai indikator untuk menilai sebuah tosan aji sepuh atau tidaknya. Beberapa keris, tombak, pedang buatan baru meski tampil dengan besi dan pamor yang bagus, seringkali menghasilkan bobot yang jauh lebih berat daripada tosan aji yang sepuh.

methuk sekar dengan serat pamor melintang

Dan apabila kita fokus ke bagian ‘methuk’ tombak, yakni bagian melingkar seperti cincin yang mempertemukan bilah dan pesi-nya yang tertutup oleh landeyan, selain masih sangat rapat, pamor dan serat besinya seperti garis yang melingkar. Hal ini menjadi masuk akal karena dalam fungsinya methuk adalah peredam yang menahan gaya beban atau tekanan untuk diteruskan ke landeyan ketika tombak tersebut digunakan untuk menusuk. Maka secara ilmiah bentuk serat methuk yang sejajar akan lebih kuat.

Untuk perabot atau sandangan sendiri sudah menggunakan landeyan baru, dengan eksyen hiasan ukiran pada bagian tunjung (bagian bawah) dan karah (bagian atas) terbuat dari alpaka. Sedangkan bagian tutupnya masih asli bawaan sebelumnya hanya saja sudah tidak dalam kondisi terbaiknya, dengan ditutup sarung yang terbuat dari kulit ular phyton Jawa (reticulatus).

Sedari dulu dalam benak kepercayaan masyarakat perkerisan yang telah mengakar kuat dan dalam, pamor udan mas seolah membawa jaminan, yakni : “barangsiapa memiliki atau menyimpan pamor udan mas, hidupnya akan kuwat kebandan, urip mapan (bakat kaya dan hidup sejahtera)”. Wallahu A’lam.

Dialih-rawatkan (dimaharkan) sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.


Contact Person :

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Email : admin@griyokulo.com

————————————

5 thoughts on “Tombak Hamengkubuwono Pamor Udan Mas Meteor Prambanan Gebagan Nyutro

  1. Sami sami kakang mas,ditunggu update nya,dan terus menjadi suluh ngura nguri budayanya,sukses terus griyo kulo.

Tinggalkan Balasan ke Didit Leonardi Nugraha Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *