Mahar : ?.-(TERMAHAR) Tn. A Kemang Timur, Jakarta Selatan
- Kode : GKO-116
- Dhapur : Brojol
- Pamor : Kulit Semangka ndeling (Rojo Gundolo?)
- Tangguh : Est. Cirebon?
- Sertifikasi : Opsional
- Asal-usul Pusaka : Rawatan
- Keterangan Lain : Rajah Arab Sinerasah Emas
Ulasan :
Keris Tayuhan, merupakan sebutan bagi keris yang dalam pembuatannya lebih mementingkan soal isoteri (tuah) daripada keindahan garap, pemilihan bahan besi dan pembuatan pamornya. Keris semacam itu biasanya mempunyai kesan wingit, angker, memancarkan perbawa dan ada kalanya menakutkan.
–
Walaupun segi keindahan tidak dinomorsatukan, keris Tayuhan tetaplah indah karena pambuatnya adalah seorang Empu, dan seorang Empu tentu saja mempunyai kepekaan tinggi akan keindahan. Patut diketahui bahwa keris-keris pusaka milik keraton, baik di Yogyakarta maupun di Surakarta, pada umumnya adalah jenis tayuhan. Dhapur keris tayuhan biasanya sederhana, misalnya tilam upih, jalak dinding, kebo lajer, bukan jenis dhapur yang mewah semacam naga sasra atau singo barong. Selain itu, keris Tayuhan umumnya berpamor tiban, bukan pamor rekan. Di kalangan pecinta keris, keris Tayuhan bukan keris yang mudah diperlihatkan kepada orang lain, apalagi dengan tujuan untuk pamer. Keris Tayuhan biasanya disimpan dalam kamar pribadi dan hanya dibawa ke luar kamar jika akan dijamas (diwarangi).
Brojol, adalah sebuah simbol dari kelahiran baru, kembali kepada fitrah. Fitrah sendiri mempunyai makna asal kejadian, keadaan yang suci dan kembali ke asal. Seseorang yang kembali kepada fitrahnya, mempunyai makna ia mencari kesucian dan kesadaran, jiwa yang tidak terikat serta terpasung oleh harta benda duniawi dan meninggalkan penyakit hati dan pikiran (iri dengki, sombong, fitnah dll) sebagaimana pada saat ia baru dilahirkan ke dunia dan kembali kepada tujuan pertama hidup manusia, yaitu untuk beribadah menyembah Sang Penciptanya.
Rajah Pusaka, adalah sebuah guratan penuh makna dipahami sebagai tataran spiritual pemiliknya. Ada sesuatu yang diagungkan, ditinggikan, sehingga perlu diabadikan di dalam keris. Biasanya berupa gambar atau huruf, sebagai sebuah pemahaman filosofis, simbol panutan, pengingat dan pengharapan. Ada tiga inskripsi (rajah) yang ditorehkan sang Empu bolak-balik pada bilah Pusaka Tayuhan ini dalam bentuk tulisan Arab. Untuk tulisan pertama dan kedua masih bisa terbaca, yakni “Allah dan Muhammad”. Sedangkan pada tulisan Arab paling bawah agak sulit untuk dikenali. Maknanya adalah “Allah adalah Tuhanku, Muhammad adalah Nabiku” dan ……………………….. Kami sertakan hasil arsiran rajah dengan pensil warna pada kertas , barangkali Anda yang diberi “kewaskitaan” untuk membaca rajah ketiga.
(hasil arsiran depan) (hasil arsiran belakang)
–
Keris Pusaka ini memang sengaja kami biarkan apa adanya, tampak dari foto masih terdapat sedimen minyak maupun kemenyan yang membungkus rapat bilah ini. Endapan minyak dan kemenyan ini tentu saja merupakan hasil dari “kearifan lokal” selama berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun. Seperti keris Suratman ketib dari Pekalongan yang dalam perawatannya hanya minyak dan kemenyan saja, tidak perlu diwarangi. Jika ditelaah dari sudut ilmiah, proses pengasapan dengan kemenyan/dupa/ratus selain membuat besi wangi akan membuat bilah ter-coating (seperti lapisan pelindung) menutup pori-pori besi dan menjaga bilah lebih tahan terhadap proses korosi. Karena kita ketahui bersama penyebab utama korosi pada besi adalah air dan oksigen. Sedangkan kearifan lokal yang terkandung tujuannya adalah orang yang memiliki pusaka tetap mempunyai jalinan rasa, ikatan batin, terhadap sejarah dan makna yang ada di balik benda pusaka tersebut.
–
Banyak keris-keris kulonan pun demikian, karena dipercaya lebih menonjolkan sisi isoteri sehingga karakter wingitnya masih terjaga, sesuai sejarahnya aliran keagamaan pada masa itu yang lebih ke arah Tasawuf dan lahirnya tarekat Satariyah. Tataplah keris Pusaka ini dengan mata batin dan rasa. Jika mata seringkali masih bisa dibohongi, tetapi rasa adalah kejujuran hati. Aura yang terpancar dari bilah ini apabila dilolos (dilepas) dri warangkanya sungguh menggetarkan, wingit tapi teduh. Karakter ganja wuwung (adalah nama salah satu model bentuk ganja keris, yang bentuk dasarnya rata dan datar, atau sisi atas dan bawah ganja itu merupakan dua garis lurus yang sejajar, mirip bubungan rumah) adalah khas tangguh sepuh. Semakin unik apabila kita cermati bahkan raba bagian wuwungan (bagian bawah ganja yeng terlihat jika bilah disarungkan) tidak berbentuk datar (flat) tapi sedikit cembung, seperti memiliki ada-ada di tengahnya. Meskipun terlihat sepele dan barangkali detil yang banyak dilewatkan oleh sebagian orang tapi sedikit banyak bisa mencerminkan siapa pembuatnya. Bagian wadidang (bagian lengkungan belakang keris tepat di atas ganja) tampak masih lurus segaris dengan lengkungan ekor ganja, demikian bentuk wilahnya yang sedikit melebar di tengah, dan bagian panitis (bagian lancip pucuk bilah) serta panatas (bagian pinggir pucuk bilah kira-kira sejempol) anggabah kopong masih terdefinisi jelas adalah sebuah tanda keutuhan keris ini. Keutuhan bilah seperti ini hanya bisa didapat dari pilihan material logam maupun perawatan yang tidak hanya baik dan benar tetapi perawatan yang sungguh berasal dari hati. Tampilan semakin dipercantik dengan model gandik pendek miring (bata rubuh) tetapi lebar menambah keanggunan tersendiri.
Bagian pesi menempel erat pada hulu, kemungkinan perekatannya menggunakan lak atau getah damar sehingga susah sekali dibuka, jika terlalu dipaksa takutnya akan menyebabkan pesi patah. Sebenarnya masih bisa “diakali” jika tega dengan memanaskan (merebus) bagian hulu atau meneteskan aseton (pembersih kutek). Pertimbangan lain sengaja tidak dilakukan penjamasan ulang adalah dikhawatirkan emas pada rajahnya akan ikut terkikis. Seperti kita liat dari teknik pembuatan rajah pada bilah ini menggunakan teknik sinerasah (inlay) dimana emas pada tosan aji diguratkan pada alur-alur (kalenan, Jw) yang halus. Kecurigaan penulis pada tiga sisi bagian ganja (samping kanan, kiri dan bawah) juga terdapat pola-pola rajah. Benar tidaknya terdapat inskripsi lain pada bagian ganja tentu saja hanya bisa terjawab ketika wilah sudah dibersihkan. Bentuk mendak (cincin keris) seolah ala kadarnya, hanya berupa bulatan cincin mirip peneng kaki burung yang terbuat dari kuningan solid, didalamnya terdapat semacam nomor registrasi. Nomor apakah ini? Penulis belum menemukan jawabannya.
Banyak misteri yang tersimpan di balik rajah pusaka, tentu karena beragamnya maksud dan tujuan pembuatan rajah itu. Namun yang pasti, semua misteri itu semakin memperkaya makna dan nilai kesejarahan sebuah pusaka, yang menantang kita untuk kian memahami, mencintai, sekaligus mempelajari benda pusaka warisan leluhur itu.
–
Ditawarkan sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.
Contact Person :
Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan
Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Pin BB : 5C70B435 Email : admin@griyokulo.com
————————————