Carita Keprabon

10590558_1712292255668741_9142982091114899016_n

Mahar : 4,900,000,- (TERMAHAR) Mr. RA Dumai – Riau


 carito kaprabon carita keprabon
  1. Kode : GKO-116
  2. Dhapur : Carita Keprabon
  3. Pamor : Kulit Semangka
  4. Tangguh : Madura Abad XIX (Kulonan?/Banten?)
  5. Sertifikasi : Museum Pusaka TMII No : 161/MP.TMII/III/2016
  6. Asal-usul Pusaka : Ciamis, Jawa Barat
  7. Keterangan Lain : warangka asli bawaan sebelumnya telah diservis ulang

 warangka gayaman walian sertifikasi carita keprabon

Ulasan :

Carita Keprabon adalah salah satu bentuk dhapur luk sebelas. Ukuran panjang bilahnya sedang. Keris ini memakai kembang kacang, tikel alis, memakai jenggot susun (tetapi kadang-kadang tidak); lambe gajah dua. Ricikan lainnya adalah memakai sogokan rangkap, kruwingan, gusen, sraweyan dan greneng. Sepintas lalu dhapur Carita Keprabon mirip sekali dengan keris dhapur Sabuk Inten. Bedanya hanyalah pada gusen. Sabuk Inten tidak memakai gusen.

carita keprabon luk sebelas keris luk sebelas carita keprabon

Filosofi dan Makna, Manusia bak lakon yang memainkan drama kehidupan sendiri dalam dunia fana. Dalam dunia yang tak tahu kapan berakhirnya ini manusia hanya pelaku yang bermain di atas kisaran waktu yang terus berputar dengan skenario atau jalan yang sudah ditulis Penciptanya. Carito berarti sesuatu yang sedang berjalan atau suatu peristiwa, atau gambaran sifat manusia dalam kehidupan manusia sehari hari. Manusia dalam hidupnya memainkan  alur cerita (carito)  dan lakonnya sendiri-sendiri. Hidup yang kita jalani sekarang adalah hasil dari pemilihan seseorang tentang keputusan dan peran kehidupan yang akan dijalaninya. Keprabon, berasal dari kata Prabu yang artinya Raja/Ratu, merupakan cerminan kepemimpinan panutan masyarakat Jawa dan sesungguhnya bukan kekuasaan yang dipuja.

Menurut pitutur lisan, pada jaman dahulu hanya mereka yang ber-trah (keturunan) darah biru atau ningrat yang boleh memiliki dan menyimpan  keris luk sebelas berdhapur Carita Keprabon dan Carita Daleman. Boleh dikata keris dengan dhapur tersebut adalah keris ningrat milik para priyayi, Ada kepercayaan unik, jaman dahulu bagi mereka yang memiliki Keris berdhapur ini akan memelihara burung Gelatik Jawa (Java Sparrow) sebagai pasangan atau klangenan “sang mbahurekso” kerisnya. Angka sebelas berupa jajaran angka pertama (angka 1) merujuk pada pengertian kemanunggalan Tuhan. Bila dijumlahkan kita akan memperolah angka dua. Angka ini memiliki sifat dikotomis namun tetap menunjukkan keseimbangan dan keselarasan. Makna angka dua dari penjumlahan angka sebelas juga dapat diintepretasikan bahwa dalam kehidupan manusia dipengaruhi oleh efek sebab-akibat dari perbuatannya sendiri (karma).

pamor keris pamor kulit semangka

Pamor Kulit Semangka, adalah pamor tiban dihasilkan oleh penempaan Empu yang dalam proses pembuatannya Ia bekerja sambil berdoa, sabar dan menyerahkan hasil dari tempaannya kepada kehendak Tuhan (ikhlas). Pamor alur-alurnya mirip kulit buah semangka dipercaya dapat memudahkan pergaulan dan jalannya rejeki karena terbentuk sebagai anugerah Tuhan. Pemikiran ini sesuai dengan peribahasa bahwa “Rejeki manungso wis jinatah Gusti” yang berarti rejeki (kebutuhan) manusia telah ditentukan oleh Tuhan, bisa dari mana dan siapa saja.

tangguh bantengandik keris ciebonan

Tentang Tangguh – Selain menilik lokasi geografis keris ini ditemukan yakni di daerah Ciamis Jawa Barat, serta melihat bentuk langgam (ciri gaya) pasikutan keris ini, mulai dari bentuk luk, bentuk gandik (terutama tarikan sekar kacang) dan style ganja hingga karakter besi dan pamor yang masih banyak menggunakan besi “malela” (terlihat jelas saat diputihkan), jenis logam yang bercampur seperti serat kaca dengan serat seperti kaca gemerlap dan pamor berkesan kurang cerah adalah khas tangguh pesisiran. Dari pengamatan visual Penulis juga tidak melihat karakter besi kering yang bersap-sap seperti tangguh Madura pada umumnya. Karenanya Penulis lebih condong keris berdhapur Carita Keprabon ini adalah keris “tangguh kulonan“. Keris ini semakin unik dengan bentuk kepet yang papak buntut urang (setelah bagian gendok/perut ganja makin menyempit terus sampai hampir keujung namun dekat ujung ukurannya melebar kembali/papak/ tidak meruncing). Menurut kepercayaan keris dengan bentut ekor ganja papak buntut urang seperti ini biasanya adalah salah satu penanda milik seorang priyayi (ningrat).

buntut urang gonjo buntut urang

Karena Tangguh sifatnya hanya “perkiraan”, dan sering menimbulkan perdebatan, maka Ki Anom Mataram dalam Serat Centhini memberi nasehat sebagai berikut : … Poma wekasingsun, lamun ana ingkang nyulayani, atuten kemawon, garejegan tan ana perlune, becik ngalah ing basa sethithik, malah oleh bathi, tur ora kemruwuk … (ingat pesanku, bila ada yang berselisih ikuti saja lah, berdebat tidak ada gunanya, lebih baik mengalah sedikit, malah akan beruntung dan tidak ramai.

pesi tapak jalak

Pesi Tapak Jalak, bentuknya silindris tapi di bagian penampang ujung bawahnya diberi 2 guratan menyerupai tanda plus (+), ada yang diisi perak atau emas. Lambang saling menyilang ini (tanda tambah +) di India disebutnya “Satiya”, di Bali dikenal dengan tanda “Tapak Dara”, yang mitologinya terdapat dalam lontar Catur Bhumi. Disebut dengan tapak dara atau tapak jalak karena kaki burung merpati atau burung jalak tepat menyerupai bentuk garis silang tadi. Garis silang pada tapak dara/jalak tersebut pada zaman dahulu digunakan sebagai penawar atau penangkal malapetaka (tolak bala) dan memberikan ketenangan kepada seseorang setelah terjadi sesuatu yang mengguncang hidupnya. Juga mengingatkan kita semua akan sebuah simbol keseimbangan secara vertikal dan horizontal :

  • secara vertikal
    • ke atas sebagai lambang untuk berbakti kepada Tuhan, 
    • ke bawah wujud kasih sayang pada semua makhluk hidup. 
  • Sedangkan silang yang horizontal berarti,
    • wujud pengabdian yang bersifat timbal balik kepada sesama umat manusia.

 

keris dusunkeris kulonan

                                                                   (kondisi kotor bilah)

Sebagai catatan perabot yang mengiringi keris  ini adalah warangka dan garan bawaan sebelumnya. Penulis sangat tertarik dengan bentuk dan garap warangka cirebonan Pelokan (Walian?) ini dari pandangan pertama melihatnya. Bentuknya yang sudah jarang diketemukan saat ini, ditambah detail garapnya yang boleh dikatakan “dengan hati”, setiap bidang lekukan begitu terdefinisi sempuna, bentuknya  seolah-olah tidak mempunyai titik sudut. Begitu juga bentuk hulu atau garannya (Amangkuratan?), agak membulat mirip Narada Kandha, cecekan halus dan dalam diimbangi dengan alur-alur lingir tampak nggigir simetris indah menandakan kesungguhan hati garap mranggi sebelumnya. Warangka dan garan  sengaja Penulis kirim ke Surakarta untuk di-gebeg (restorasi), karena di seputaran Yogyakarta dan Solo-lah masih banyak bertebaran mranggi-mranggi (pembuat warangka) mumpuni. Sangat layak  menghuni deretan koleksi klangenan di Gedong Pusaka Panjenengan.

gayaman walian gayaman walian purwa

Ditawarkan sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.
 

Contact Person :
 

Griyokulo Gallery Jl. Teluk Peleng 128A Kompleks TNI AL Rawa Bambu Pasar Minggu Jakarta Selatan

Facebook : Griyo Kulo SMS/Tlp/WA : 0838-7077-6000 Pin BB : 5C70B435  Email : admin@griyokulo.com

————————————

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *